Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Berencana Ganti Nama Penyakit Cacar Monyet, Apa Alasannya?

Kompas.com - 14/06/2022, 17:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber Bloomberg

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah mempertimbangkan untuk mengubah nama cacar monyet atau monkeypox, untuk menghindari stigma dan rasisme pada kelompok tertentu.

Pasalnya, dalam konteks wabah global saat ini, banyak yang menyebut cacar monyet sebagai virus orang Afrika.

Hal itu dilakukan menyusul adanya rekomendasi dari ilmuwan internasional, yang menilai label cacar monyet adalah diskriminatif. Maka mengganti nama penyakit ini menjadi prioritas bagi mereka.

"Nama (cacar monyet) saat ini tidak sesuai dengan pedoman WHO yang merekomendasikan untuk menghindari wilayah geografis dan nama hewan," kata juru bicara dari kelompok ilmuwan yang tidak disebutkan namanya.

Baca juga: Cacar Monyet Diidentifikasi di 29 Negara Dunia, Ini Kata WHO

Sebanyak 30 ilmuwan di seluruh dunia yang memberikan rekomendasi untuk mengganti nama cacar monyet menyebut, sumber hewan penyebab penyakit ini masih belum diketahui. Meski, monkeypox ditemukan pada sejumlah hewan mamalia.

Sebelumnya, WHO juga mengganti nama SARS-CoV-2, segera setelah orang-orang di seluruh dunia menyebutnya sebagai virus China, atau Wuhan tanpa adanya panduan resmi.

Kini, mereka sedang berkonsultasi dengan para ahli terkait orthopoxviruses (keluarga virus monkeypox) untuk memberikan penamaan yang lebih tepat.

Tak hanya cacar monyet, ilmuwan turut menyoroti nama penyakit lain seperti flu babi yang bertentangan dengan pedoman WHO, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), serta Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

"Penamaan penyakit harus dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan dampak negatif, dan menghindari munculnya pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional atau etnis," terang mereka.

Asosiasi Pers Asing Afrika pun meminta media barat untuk berhenti menggunakan foto orang kulit hitam, dalam menggambarkan kondisi cacar monyet di negaranya.

Beberapa pekan setelahnya, para ilmuwan menjabarkan bahwa lesi yang dialami pasien dalam banyak kasus sekarang, berbeda dari apa yang telah didokumentasikan secara historis di Afrika.

“Seperti penyakit lainnya, itu (cacar monyet) dapat terjadi di wilayah mana pun di dunia dan menimpa siapa saja, tanpa memandang ras atau etnis,” papar perwakilan Asosiasi Pers Asing Afrika.

“Karena itu, kami percaya bahwa tidak ada ras atau corak kulit yang seharusnya menjadi penyebab penyakit ini,” sambungnya.

Baca juga: Apa Bedanya Cacar dan Cacar Monyet?

 

Cacar monyet penyakit endemik di Afrika

Dilansir dari Bloomberg, Senin (13/6/2022); cacar monyet adalah penyakit endemik di Afrika Barat dan Afrika Tengah selama beberapa dekade terakhir. Transmisi penyakit itu lebih banyak terjadi dari hewan ke manusia, dibandingkan penularan antarmanusia.

Berdasarkan catatan di tahun 2003 silam, negara-negara di luar Afrika seperti di Amerika Serikat juga pernah melaporkan kasus yang terkait kontak, dengan hewan pembawa virus atau riwayat perjalanan ke daerah endemik.

Kendati masih belum jelas bagaimana cacar monyet menginfeksi manusia pada wabah yang saat ini terjadi, virus telah menyebar melalui kontak fisik dekat. Sejauh ini sudah ada 1.300 kasus cacar monyet yang dilaporkan beberapa negara non-endemik. 

Di sisi lain, para ilmuwan di WHO dan lembaga lain menunjukkan, bahwa hanya ada sedikit perhatian internasional terhadap virus sampai menyebar ke negara-negara di luar Afrika.

Padahal, kata WHO, setiap kasus cacar monyet harus diperlakukan dengan tindakan yang sama seperti yang saat ini terjadi di negara-negara Eropa maupun Amerika Utara.

Baca juga: Cacar Monyet di Inggris Mungkin Telah Menyebar Bertahun-tahun, Ahli Jelaskan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com