Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Resepsi Pernikahan Mahal? Ini Faktor Pemicunya

Kompas.com - 31/05/2022, 18:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tidak lagi hanya mengutamakan kesucian janji saat akad, resepsi atau upacara pernikahan kini justru sering kali diselenggarakan dengan berlomba-lomba menampilkan kemewahan dan kemegahan yang menghabiskan biaya mahal.

Hal ini dianggap keluar atau bergeser dari esensi utama pernikahan, serta menimbulkan banyak dampak yang negatif dari penyelenggaran pernikahan mahal.

Hakikat dasar pernikahan

Kepala Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia, Dr Irwan Hidayana mengatakan, sebenarnya pada awalnya sebuah acara atau upacara pernikahan dianggap sesuatu yang sakral dan suci, yang kemudian lambat laun bergeser esensinya.

Menurut istilah, pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim.

Selain itu, pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Tujuan menikah yaitu untuk membina rumah tangga yang bahagia, berdasarkan tuntunan dari Tuhan yang Maha Esa.

Baca juga: Bagimana Budaya Memandang Sebuah Pernikahan? Ini Kata Ahli

Menurut Irwan, sebagian orang memang menganggap pernikahan merupakan suatu hal yang suci dan sakral, karena pada saat upacara diselenggarakan akan ada ucapan janji antar pasangan pengantin, bahkan tidak sedikit yang berjanji dalam ikatan suci sehidup-semati.

“Walaupun relatif, jadi pandangan seperti sakral itu bisa dianggap seperti itu, karena memang pernikahan sering dilihat sebagai satu tahap penting di dalam siklus hidup manusia,” kata Irwan kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2022).

Berikut beberapa hal yang diduga memicu terjadinya perubahan esensi atau hakikat resepsi pernikahan menjadi sesuatu yang kerap membutuhkan biaya pernikahan yang mahal.

1. Masuknya ekonomi pasar

Biaya pernikahan mahal, Irwan mencoba menelaah kategori mahal atau seolah-olah orang berlomba-lomba merayakan resepsi pernikahan dengan biaya tinggi bahkan ada yang rela berhutang, ini paling besar terjadi pergeseran ini sejak masyarakat Indonesia mengenal ekonomi pasar.

“Saya pikir mungkin ini terjadi (resepsi pernikahan mahal) ketika ekonomi pasar ya, ekonomi uang itu berkembang di masyarakat di seluruh dunia. Saya pikir itu yang mempengaruhi ya,” kata dia.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, ekonomi pasar jelas berpengaruh besar terhadap bagaimana upacara perkawinan atau resepsi pernikahan itu kemudian memang banyak dinilai secara ekonomi, yang dinilai dengan uang.

Baca juga: Pernikahan Dini Siswi SMP di Buru Selatan, Begini Situasi Perkawinan Anak di Indonesia

Ilustrasi pernikahan, pengantin. PEXELS/PIXABAY Ilustrasi pernikahan, pengantin.

Sejak adanya pengaruh ekonomi pasar, di mana nilai mata uang telah dikenal, maka budaya gotong-royong dalam sumbangan beras, lauk-pauk, bumbu dapur, tenaga, hingga peralatan berumah tangga perlahan tergeser.

Selain itu, budaya persyaratan yang susah dalam sebuah pernikahan untuk mempersunting anak bangsawan atau tokoh terpandang di sebuah daerah.

Dahulu syaratnya atau maharnya seperti tanduk hewan, gading gajah, ratusan atau ribuan kerbau dan ladang sawah menjadi tergantikan dengan nominal uang.

2. Mengistimewakan selebrasi

“Seringkali pernikahan itu dilihat sebagai satu ritual yang penting,” kata Irwan.

Namun, dalam pelaksanaan upacara pernikahan tersebut, pasti disertai dengan adanya selebrasi atau perayaan bagi kedua pasangan dan keluarga besar pasangan tersebut.

Dalam perkara merayakan janji suci pernikahan tersebut, kata Irwan, banyak di antara masyarakat yang melupakan esensi dasar tersebut dan lebih memikirkan bagaimana selebrasi pernikahan tersebut bisa dilakukan dengan seistimewa mungkin.

Baca juga: Soal Acara Pernikahan Leslar, Ahli Media Benarkan Adanya Kebohongan Publik

“Saya pikir persoalannya ya, karena masyarakat menjadi semakin berkembang modern dan kosmopolitan seringkali kemudian perkawinan itu dianggap juga untuk dilihat sebagai satu sarana menunjukkan status sosial, prestise gitu ya,” ujarnya.

3. Pertunjukkan status sosial

Dengan adanya perkembangan masa tersebut, juga diduga mendorong terjadinya pertunjukan status sosial yang lebih mendominasi disaat sebuah acara pernikahan digelar.

Dorongan pertunjukan status sosial ini membuat orang-orang tersebut menginginkan semua undangan yang hadir dalam pergelaran upacara pernikahan itu tahu mengenai seperti apa dan sebagai apa, terlebih soal jabatan dan kekayaan keluarga besar itu di lingkungannya.

Irwan mencontohkan, saat ini banyak orang yang disebut sebagai orang yang mampu yang memiliki status sosial tinggi, berlomba-lomba mengadakan upacara pernikahan di gedung-gedung besar, dengan konsep yang megah, makanan yang mewah dan lain sebagainya.

Baca juga: Pernikahan Lesti Kejora dan Rizky Billar, Mengapa Acara Pribadi Selebriti Masih Marak Disiarkan Langsung?

Ilustrasi pernikahan.PEXELS/TRUNG NGUYEN Ilustrasi pernikahan.

“Nah mungkin mahalnya itu tadi ya. Ada faktor-faktor lainn ya bukan sekedar orang menikah gitu ya, tapi kemudian bagaimana status sosial itu terlihat,” ucapnya.

“Apalagi kalau yang menikah itu berasal dari keluarga yang punya status sosial (jabatan dan kekayaan) di masyarakat nggak mungkin (upacara) pernikahan anaknya dibuat sederhana kan gitu,” tambahnya.

4. Tren di media sosial

Seperti yang diketahui, saat ini budaya melangsungkan resepsi pernikahan mewah sudah ramai sekali dipertontonkan di berbagai platform media sosial.

Menurut Irwan, tren menikah dengan biaya mahal ini juga sangat besar kemungkinannya merupakan dampak secara tidak langsung dari tren pamer acara pernikahan yang megah, mewah dan mahal oleh banyak kalangan selebritis, pengusaha, pejabat, maupun influencer yang ramai di media sosial.

Baca juga: Pernikahan Sedarah, dari Tabu hingga Catatan Sejarah Anak yang Jadi Korban

Masyarakat pun yang tidak memiliki kemampuan ekonomi yang berlebihan, justru harus memaksakan diri berhutang, untuk meniru hal itu dan agar resepsi pernikahan yang dilakukannya bisa terlihat mewah dan megah, di mana tentunya pasti akan membutuhkan banyak sekali uang untuk itu.

Padahal, daya kemampuan ekonomi kalangan selebritis, pengusaha, pejabat, maupun influencer tersebut bisa jadi sangat berbeda dengan kemampuan individu yang meniru itu.

Kalaupun, tidak jauh berbeda kemampuan ekonominya, Irwan mengingatkan, pentingnya memahami esensi utama pernikahan itu adalah perjalanan panjang setelah menyampaikan ikatan janji suci, dan bukanlah tentang nilai mata uang yang dihabiskan saat menggelar acara resepsi saja.

Untuk itu, Irwan menegaskan, meski ada pergesaran dalam pola pikir perayaan resepsi pernikahan yang seolah harus mahal ini, ada baiknya untuk tidak pernah memaksakan menyelenggarakan upacara pernikahan dengan biaya yang mahal, terlebih sampai berhutang.

Baca juga: Menyoal Sertifikat Pernikahan, Ini Tanggapan Psikolog Keluarga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com