KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan, bahwa suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia saat ini bukanlah fenomena gelombang panas.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan, fenomena suhu udara terik yang terjadi pada siang hari di sejumlah wilayah Indonesia ini dipicu oleh beberapa hal.
Di antaranya yakni posisi semu matahari yang sudah berada di wilayah utara ekuator dan menyebabkan pertumbuhan awan hujan sangat berkurang, serta dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah.
Baca juga: Cuaca Panas Terik di Indonesia Akhir-akhir Ini, Kenapa?
Sehingga, penerimaan sinar matahari ke permukaan Bumi terjadi optimal yang membuat masyarakat merasakan suhu cukup terik pada siang hari.
“Suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia bukan fenomena gelombang panas,” tegas Guswanto dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/5/2022).
Dilansir dari Britannica, gelombang panas adalah periode suhu permukaan tinggi yang abnormal dan berkepanjangan.
Gelombang panas dapat terjadi selama beberapa hari hingga beberapa minggu dan merupakan penyebab signifikan kematian akibat cuaca.
Sebenarnya, tidak ada definisi standar mengenai gelombang panas. The World Meteorological Organization mendefinisikan gelombang panas sebagai kondisi ketika suhu mencapai lebih dari suhu maksimum rata-rata sebesar 5 derajat celcius atau lebih selama lima hari atau lebih berturut-turut.
Suhu yang sangat panas selama beberapa waktu ini dapat berbahaya bagi makhluk hidup.
Misalanya saja Amerika Serikat, yang pernah dilanda gelombang panas dan kekeringan pada tahun 1988 yang menewaskan lebih dari 4.000 orang.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko mengatakan, kondisi suhu panas dan terik tidak bisa selalu dikatakan sebagai atau akibat dari gelombang panas.
Gelombang panas, umumnya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Baca juga: Anak Kelahiran 2020 Terancam Hadapi Gelombang Panas 6,8 Kali Lebih Banyak