Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Api Bawah Laut di Antartika Berpotensi Memicu 85.000 Gempa Bumi, Ahli Jelaskan

Kompas.com - 29/04/2022, 10:36 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ahli menyebut gunung api bawah laut di dekat Antartika yang sudah lama tidak aktif, dikabarkan kembali aktif. Dampaknya, gunung berapi tersebut berpotensi memicu sedikitnya 85.000 gempa bumi.

Seperti dilansir dari Live Science, Kamis (28/4/2022) tercata serangkaian gempa bumi dimulai pada Agustus 2020, dan mereda di bulan November di tahun yang sama. Peristiwa itu disebut sebagai aktivitas gempa bumi terkuat, yang pernah tercatat di wilayah tersebut.

Adapun gempa bumi terjadi di sekitar Orca Seamount, Antartika yang merupakan gunung api tidak aktif, dengan tinggi sekitar 900 meter, berada di dasar laut Selat Bransfield. Selat itu berada di antara Kepulauan Shetland Selatan dan ujung barat laut Antartika.

Berdasarkan studi tahun 2018 yang dipublikasikan di jurnal Polar Science, wilayah ini memiliki lempeng tektonik Phoenix di bawah lempeng Antartika. Sehingga dapat menciptakan sebuah jaringan zona patahan, meregangkan beberapa bagian kerak dan membuka celah di tempat lainnya.

Para peneliti mengatakan bahwa ribuan gempa bumi mungkin disebabkan oleh "jari" magma panas yang menonjol ke dalam kerak Bumi.

Baca juga: NASA Sebut Letusan Gunung Api Bawah Laut Tonga 500 Kali Lebih Kuat dari Bom Hiroshima

"Ada intrusi serupa di tempat lain di Bumi, tetapi ini adalah pertama kalinya kami mengamatinya di sana (Antartika)," ujar ahli seismologi di GFZ German Research Centre for Geosciences di Potsdam, Jerman, Simone Cesca yang meneliti gempa bumi yang dipicu oleh gunung api bawah laut di Antartika. 

Sejumlah ilmuwan yang pada saat itu berada di stasiun penelitian di Pulau King George, adalah orang yang yang pertama merasakan gemuruh gempa kecil. Setelahnya, Cesca beserta tim peneliti dari berbagai negara berkolaborasi untuk meneliti pulau tersebut.

Cesca mengungkapkan, tim peneliti ingin mendalami gempa bumi yang terjadi di Pulau King George.

Lantaran pulau ini hanya memiliki dua stasiun seismik, peneliti menggunakan data dari stasiun lainnya untuk sistem navigasi satelit global. Data ini, kata Cesca, dipakai untuk mengukur perpindahan tanah.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment pada 11 April 2022, peneliti juga menganalisis data stasiun seismik dengan jarak yang lebih jauhjauh,  di mana gempa bumi itu terjadi dari aktivitas gunung api bawah laut di Antartika.

Baca juga: BMKG Tegaskan Erupsi Gunung Api Bawah Laut di Tonga Tidak Berdampak Ke Indonesia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com