Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok Ekowisata di Wakatobi Manfaatkan Sampah Plastik untuk Paving Block Rumah, Seperti Apa?

Kompas.com - 24/04/2022, 15:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penumpukan sampah plastik terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Sebagai langkah untuk mengelola sampah di wilayahnya, Kelompok Ekowisata Poassa Nuhada Desa Kulati, Wakatobi turut berkontribusi untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi paving block rumah -- salah satu produk konstruksi untuk perkerasan jalan.

Ketua Kelompok Ekowisata Poassa Nuhada Desa Kulati, Nyong Tomia, menyampaikan salah satu upaya untuk pengelolaan sampah itu adalah dengan membuat produk berbasis sampah plastik.

Baca juga: Jenis Sampah yang Paling Lama Diuraikan dan Cara Menguranginya

Dijelaskan Nyong, kelompok yang dipimpinnya mulai mengelola sampah plastik dengan metode pirolisis. Mesin pirolisis akan mengolah jenis sampah plastik tertentu, lalu mengubahnya menjadi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.

Sebab, kata dia, penggunaan plastik secara berlebihan bukan hanya berbahaya bagi kesehatan saja tetapi terhadap lingkungan.

Metode pirolisis yang tengah diterapkan sebagai salah satu cara mengelola sampah ini, menyisakan bagian kecil dari plastik yang digunakan. Sisa-sisa sampah itulah yang kemudian digunakan masyarakat untuk membuat paving block.

"Ada sampah lain (sisa dari pirolisis) diolah menjadi paving block. Jadi teman-teman karang taruna sudah melakukan uji coba pembuatan paving block dari sampah plastik itu sendiri," ujar Nyong, Kamis (21/4/2022).

Nyong menjelaskan, nantinya paving block dari sampah plastik, bisa digunakan masyarakat untuk area di halaman rumahnya.

Kendati paving block yang dihasilkan masih berbentuk sampel, Nyong meyakini bahwa ke depannya pemanfaatan limbah plastik di wilayahnya bisa lebih berkembang.

Dengan demikian, mereka dapat menggunakan paving block dengan harga murah, sekaligus mengurangi jumlah sampah plastik yang ada di desa. 

Selain pembuatan paving block, kelompok ekowisata ini juga mengajak anak-anak untuk belajar mengelola sampah plastik menjadi ecobrick.

Dikutip dari laman KKP.go.id, Jumat (22/4/2022) ecobrick adalah istilah yang digunakan untuk menamai hasil pengelolaan sampah plastik. Ecobrick dapat diisi dengan limbah non biologis, untuk membuat blok bangunan.

Baca juga: Bahaya Sampah Plastik bagi Lingkungan

 

Paving block yang measih berbentuk sampel ini nantinya digunakan untuk masyarakat di Desa Kulati, Wakatobi. Zintan Prihatini Paving block yang measih berbentuk sampel ini nantinya digunakan untuk masyarakat di Desa Kulati, Wakatobi.

Khusus di Desa Kulati, ecobrick dijadikan oleh para anggota kelompok ekowisata menjadi instalasi yang bernilai seni. Hal ini yang mereka ajarkan kepada anak-anak sejak dini. 

"Kegiatan pirolisis adalah bagian dari adanya sampah-sampah yang tidak bisa diolah seperti botol mineral. Itu yang kemudian kita coba buat ecobrick. Tetapi yang kita coba libatkan anak-anak untuk sampah ini, setelah itu dimodifikasi sesuai dengan keinginan mereka," imbuhnya.

Adapun sampah yang diperoleh oleh Nyong dan timnya berasal dari kolektif warga sekitar.

Apabila ada sampah rumah tangga yang dihasilkan, warga akan memisahkannya dari jenis sampah organik lalu mengirimkannya ke pusat pengelolaan sampah.

Sementara itu, pemanfaatan sampah menjadi ecobrick itu dimulai sejak tahun 2018 yang bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Baca juga: Mengapa Banyak Orang Buang Sampah Plastik Sembarangan? Ilmu Sosial Jelaskan

Para anggota yang tergabung dalam kelompoknya pun diberikan pelatihan, terkait dengan upaya pengelolaan maupun pemanfaatan sampah plastik berkelanjutan.

"Bahan yang dibutuhkan (untuk ecobrick) botol air mineral, diisi oleh sampah yang tidak bisa didaur pada metode pirolisis seperti kemasan makanan yang mengandung alumunium," ungkap Nyong.

Di sisi lain, sampah plastik telah diketahui merupakan isu lingkungan yang masih menjadi tantangan utama terkait pengelolaannya secara global.

Di Indonesia, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2020 total produksi sampah nasional mencapai 67,8 juta ton.

Pengelolaan sampah plastik yang tengah dilakukan di Desa Kulati, Kabupaten Wakatobi ini juga disebut dapat mengurangi tumpukan sampah di lingkungan sekitar. Terlebih, Wakatobi dikenal sebagai tempat wisata dengan keindahan alamnya.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Desa Kulati, La Ode Burhanuddin. Menurut dia, upaya pengelolaan sampah yang telah dilakukan oleh masyarakat, dengan dukungan dari berbagai pihak menunjukkan penurunan volume sampah hingga 30 persen di desanya.

"Untuk penurunan (volume sampah) lumayan, karena setiap jenis sampah yang bisa digunakan untuk diolah langsung dipisahkan. Kita tidak berbicara nilai ekonomi, tetapi bagaimana cara mengurangi sampah," paparnya.

Baca juga: Sampah Plastik di Laut Bikin Kelomang Tak Bisa Kenali Makanannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com