Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Sampah Plastik di Indonesia Perlu Evolusi Perilaku, Apa Maksudnya?

Kompas.com - 22/11/2021, 13:00 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Salah satu masalah lingkungan terbesar di Indonesia adalah sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik.

Bagaimana tidak, pada 2020 Indonesia menghasilkan timbunan sampah yang mencapai 67,8 juta ton setiap tahunnya. Sebanyak 15 persen di antaranya adalah sampah plastik.

Tidak hanya itu, hampir seluruh atau 88,17 persen sampah plastik di Pulau Jawa masih diangkut ke tempat pembuangan akhir atau berserakan di lingkungan.

Baca juga: Mengapa Banyak Orang Buang Sampah Plastik Sembarangan? Ilmu Sosial Jelaskan

Evolusi perilaku

Dalam diskusi Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia yang diadakan oleh Unilever Indonesia, Selasa (16/11/2021); para pakar ilmu sosial menjelaskan bahwa dibutuhkan evolusi perilaku agar pengelolaan sampah plastik di negara ini menjadi lebih bijak.

Menurut Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si., antropolog dan pengajar LPEM FEB UI, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu Infrastruktur, Suprastruktur dan Struktur.

Dalam komponen infrastruktur, industri harus menggunakan teknologi yang mendukung kelestarian ekologi dan populasi manusia.

Sementara itu dalam komponen suprastruktur, masyarakat harus menentukan bagaimana hidup berdampingan dengan plastik, apakah akan menjadi lawan atau kawan.

Lalu, diperlukan pula dukungan dari struktur, yaitu organisasi yang ada dalam struktur masyarakat, untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Sampah Plastik Ancam Keberadaan Hutan Mangrove Jawa

Dari kacamata sosiologi, Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si. berkata bahwa penanaman kesadaran kolektif untuk bijak sampah plastik sebenarnya dapat dilakukan melalui banyak pendekatan, seperti regulatif, insentif, dan lainnya.

Namun semuanya harus diawali dengan membangun kultur bijak sampah plastik, yaitu kesadaran individual untuk mengubah persepsi mengenai sampah plastik, serta peranan mereka dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Sosiolog dan pengajar FISIPOL Universitas Gadjah Mada ini mengatakan, masyarakat harus terlebih dahulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang.

"Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup,” imbuhnya.

Untuk mengubah persepsi tersebut, Arie menyarankan untuk tidak serta merta melarang pemakaian plastik, namun mensosialisasikan bagaimana cara menggunakan plastik yang bijak dan bertanggung jawab dalam konteks yang bisa dipahami oleh masyarakat, misalnya dikaitkan dengan kesehatan.

"Mimpi dan imajinasi ini harus terus-terusan disampaikan ke masyarakat agar ruang publik makin aware," katanya.

Baca juga: Tanpa Disadari, Partikel Plastik Ada di Udara yang Kita Hirup

Senada dengan Arie, psikolog klinis Tara de Thouars, BA, M. Psi. berkata bahwa kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sampah umumnya dikarenakan oleh kurangnya empati atau apatis, akibat rasa denial dan ketidaknyamanan untuk mengakui bahwa permasalahan sampah adalah hal yang nyata dan mengancam kehidupan mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com