Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Banyak Orang Buang Sampah Plastik Sembarangan? Ilmu Sosial Jelaskan

Kompas.com - 20/11/2021, 18:30 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Masalah sampah plastik telah menjadi perhatian di seluruh dunia, khususnya Indonesia.

Pasalnya, Indonesia menghasilkan timbunan sampah yang mencapai 67,8 juta ton pada 2020, dengan 15 persen di antaranya adalah sampah plastik. Di saat yang sama, 88,17 persen sampah plastik di Pulau Jawa masih diangkut ke tempat pembuangan akhir atau berserakan di lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran.

Padahal, berbagai regulasi dan gerakan, termasuk #GenerasiPilahPlastik dari Unilever Indonesia, telah dicanangkan untuk mengajak semua orang menjadi lebih bertanggung jawab terhadap sampah plastik.

Dalam diskusi Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia yang diadakan oleh Unilever Indonesia, Selasa (16/11/2021); para pakar di bidang ilmu sosial menjelaskan mengapa masih ada banyak orang Indonesia yang belum mengelola sampah plastiknya dengan baik.

Baca juga: Sampah Plastik Bikin Pantai Lebih Panas di Siang Hari, Makin Dingin saat Malam

Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si., Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI berkata bahwa perilaku masyarakat terhadap sampah dapat dipahami melalui pendekatan materialisme budaya dari Marvin Harris.

Pendekatan ini memandang bahwa kebudayaan merupakan produk hubungan antara benda-benda, dimana manusia menciptakan kebudayaan tertentu karena dianggap sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya.

Dalam prosesnya, setiap kelompok masyarakat memiliki siasat untuk menghadapi berbagai tekanan geografis dan ancaman lingkungan (environment determinism) sebagai bentuk strategi adaptasi.

"Berdasarkan pendekatan ini, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu Infrastruktur, Suprastruktur dan Struktur," ujarnya.

Baca juga: Tanpa Disadari, Partikel Plastik Ada di Udara yang Kita Hirup

Untuk diketahui, infrastruktur adalah teknologi yang digunakan oleh industri, apakah sudah mendukung kelestarian kelestarian ekologi dan populasi manusia.

Sementara suprastruktur mencakup beragam ide, gagasan atau cara pandang ketika manusia harus hidup berdampingan dengan sampah sebagai konsekuensi dari industri. Masyarakat dapat menentukan apakah sampah akan terus diposisikan sebagai lawan dan ancaman, atau justru melihat sampah sebagai sahabat karena memberikan manfaat, misalnya dengan menciptakan nilai ekonomi dari sampah.

Terakhir, struktur yakni organisasi yang ada dalam struktur masyarakat untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari.

"Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan industri. Pada tahapan perkembangan masyarakat saat ini, industri merupakan kunci perekonomian masyarakat, namun di sisi lain industri menghasilkan sampah yang jika tidak dikelola dengan bijak akan mengganggu kelestarian ekologi dan populasi manusia," imbuh Yosefina.

Sementara itu, Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si., Sosiolog dan Pengajar FISIPOL Universitas Gadjah Mada melihat perilaku orang Indonesia terhadap sampah sebagai akibat dari perubahan dinamika masyarakat, dari tradisional ke modern, dan kebutuhan manusia yang makin kompleks.

Baca juga: Ahli Uji Coba Berburu Plastik Pakai Satelit, Untuk Apa?

Kebutuhan manusia yang semakin kompleks mendorong manusia untuk semakin kreatif. Permasalahannya adalah ketika kebutuhan banyak orang, misalnya dalam kasus ini adalah kepraktisan plastik, saling berinteraksi; maka akan akan timbul dampak-dampak yang harus diantisipasi atau dikelola dengan baik.

Tara de Thouars, BA, M. Psi., Psikolog Klinis yang hadir dalam acara yang sama turut menambahkan bahwa mereka yang masih tidak memiliki kepedulian terhadap sampah umumnya kurang memiliki empati atau apatis, akibat rasa denial dan ketidaknyamanan untuk mengakui bahwa permasalahan sampah adalah hal yang nyata dan mengancam kehidupan mereka.

Selain itu, ada juga pengaruh internal dan eksternal yang membentuk perilaku seseorang terhadap sampah. Eksternal yang dimaksud oleh Tara di sini adalah lingkungan, khususnya lingkungan keluarga.

Tara mengatakan, mereka yang diajari untuk tidak menjaga lingkungan ya enggak akan mencoba menjaga lingkungan. Yang terbiasa menggunakan plastik dan enggak memilah-milah, ya akan terus mempertahankan kebiasaannya.

"Makanya mengubah perilaku butuh bantuan luas, enggak cuma diri sendiri tapi juga keluarga," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com