Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Anggap Sepele, Diet Yoyo Tingkatkan Risiko Penyakit Kardiometabolik

Kompas.com - 11/04/2022, 09:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Memiliki berat badan yang ideal adalah impian banyak orang, agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit.

Pasalnya, obesitas atau kelebihan berat badan bisa menyebabkan sejumlah masalah pada kesehatan termasuk:

  • Penyakit diabetes tipe 2
  • Penyakit jantung koroner
  • Penyakit kandung empedu
  • Osteoartritis
  • Sleep apnea atau gangguan tidur

Sehingga, diet menjadi salah satu cara yang dipilih untuk menurunkan berat badan.

Akan tetapi, cara diet yang salah bisa menyebabkan diet yoyo atau yoyo dieting.

Untuk diketahui, diet yoyo adalah kondisi di mana Anda dapat mengalami penurunan berat badan, tetapi berat badan kembali naik dengan cepat.

Baca juga: 6 Ciri-ciri Diet Tidak Sehat, Salah Satunya Rambut Jadi Mudah Rontok

Biasanya, diet ini terjadi pada orang yang telah melakukan program menurunkan berat badan.

Ketika sudah mendapatkan berat badan yang diinginkan, sebagian orang akan kembali pada gaya hidup sebelum diet dan membuat berat badan kembali naik.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan di National Center for Biotechnology Information pada tahun 2017, diet yoyo berdampak negatif terhadap kesehatan jantung. Hal ini dikarenakan diet tersebut bisa memicu tekanan darah, dan memengaruhi kadar glukosa dalam tubuh.

Sementara itu, menurut studi yang dipresentasikan oleh peneliti American Physiological Society di Experimental Biology Conference, diet yoyo memengaruhi pola makan tikus.

Studi itu menunjukkan bahwa tikus yang menjalani diet yoyo mengalami penurunan fungsi jantung dan ginjal setelah tiga siklus diet, meskipun tampak sehat. Tikus pun mengalami pembatasan asupan makanan yang parah.

Dalam studinya, para peneliti membagi 16 tikus menjadi dua kelompok. Kelompok satu adalah tikus yang diberi diet rendah kalori hingga 60 persen selama 2 pekan, sementara tikus lainnya sebagai kelompok kontrol.

Selama penelitian, para peneliti juga menilai fungsi jantung dan ginjal tikus melalui ultrasound, serta memeriksa insulinnya melalui tes darah. Hasilnya ditemukan bahwa berat badan tikus turun, dan kembali naik setelah menjalani diet yoyo.

Setelah periode pengurangan kalori pertama, tikus kehilangan 20 persen dari berat badannya, namun berat badan naik kembali setelah diberikan asupan makanan 3 pekan berikutnya.

Di akhir penelitiannya, tim mencatat tikus dengan diet rendah kalori mengalami penurunan aliran darah ke ginjal dan jantung sekitar 20 hingga 40 persen.

“Kami melihat bahwa setelah tiga siklus diet yang sangat ketat, jantung mengeluarkan lebih sedikit darah, ini berarti lebih sedikit darah yang mengalir ke ginjal," ujar penulis studi di Georgetown University Medical Center, Aline M A de Souza, Ph.D., dilansir dari Medical News Today, (6/4/2022).

Baca juga: 4 Cara Menurunkan Berat Badan Tanpa Kembali Naik

 

Tikus dalam penelitian itu juga lebih resisten terhadap insulin, yang merupakan faktor risiko diabetes.

Di sisi lain, peneliti tidak menemukan adanya perubahan pada tekanan darah ataupun detak jantung tikus.

"Tubuh sangat fleksibel dan cenderung untuk menyesuaikan, tetapi jika itu adalah situasi kronis beberapa organ dapat kehilangan kemampuan penyesuaian," imbuhnya.

Para peneliti menyimpulkan, bahwa orang yang sengaja atau tidak sengaja melakukan diet yo-yo, mungkin berisiko lebih tinggi terkena penyakit kardiometabolik seperti diabetes mellitus, hipertensi, gagal ginjal, dan sebagainya.

Profesor Kedokteran di University of Washington yang tidak terlibat dalam penelitian, Prof Michael W. Schwartz, M.D, mengatakan salah satu faktor yang memungkinkan terganggunya aliran darah adalah usia hewan.

"Masalahnya adalah pembatasan kalori (sebanyak) 60 persen selama 3 pekan merupakan penyebab stres, terutama untuk hewan muda, dengan potensi untuk membatasi pengendapan massa tubuh tanpa lemak selama periode tertentu," papar Schwartz.

Diakui de Souza, studi yang dilakukannya masih sangat terbatas karena ukuran sampelnya kecil. Namun, para peneliti juga menggunakan sampel yang sangat spesifik, yakni tikus betina muda dengan berat badan normal.

Dia mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan pada ukuran sampel yang lebih besar, tentu saja pada manusia dan dalam demografi yang lebih luas.

Baca juga: Meski Cepat Menurunkan Berat Badan, 4 Diet Ini Bisa Sebabkan Penyakit Jantung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com