Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti BRIN Kembangkan Radiasi Gamma, Untuk Apa?

Kompas.com - 05/04/2022, 19:02 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan radiasi gamma berbasis skandium-46, untuk menggantikan kobalt-60.

Radiasi dari sinar gamma ini nantinya digunakan untuk menghindari kerusakan pada peralatan agar tidak mengganggu proses produksi.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (10/12/2019) sinar gamma adalah bentuk radiasi elektromagnetik, seperti gelombang radio, radiasi inframerah, radiasi ultraviolet, sinar-X, dan gelombang mikro.

Sinar gamma adalah bentuk energi tertinggi di semesta. Radiasi elektromagnetik ditransmisikan dalam gelombang atau partikel gelombang dan frekuensi yang berbeda.

Di Bumi, sinar gamma dihasilkan dari radiasi nuklir, pateri, maupun aktivitas ringan dari peluruhan bahan radioaktif.

BRIN mengembangkan radiasi gamma untuk mendeteksi kerusakan yang dapat digunakan tanpa harus mengganggu aktivitas produksi. Salah satu teknologi deteksi tersebut adalah dengan menggunakan gamma scanning.

Baca juga: Sistem Bintang Apep Diyakini Bisa Memicu Ledakan Sinar Gamma Dahsyat

Radiasi sinar gamma yang dikembangkan BRIN disebut-sebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan produksi pelaku industri.

Pihaknya menyebut, teknologi gamma scanning ini merupakan alat uji yang tidak merusak, karena pendeteksian dapat dilakukan tanpa harus membongkar atau merusak peralatan.

Dipaparkan Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB) Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) – BRIN, Duyeh Setiawan, gamma scanning umumnya memanfaatkan sinar gamma dari sumber radiasi kobalt-60 (Co-60).

Akan tetapi, dikarenakan reaktor nuklir di Indonesia tidak dapat memproduksi Co-60 maka untuk mendapatkannya harus mengimpor dengan harga yang mahal.

Oleh karena itu, kata Duyeh, fungsi kobalt-60 sebagai sumber radiasi dalam proses tersebut  dapat digantikan dengan sumber lainnya yang berasal dari radioisotop skandium-46 (Sc-46).

Sebab, radioisotop Sc-46 dapat diproduksi dari reaktor riset yang dimiliki di Indonesia, yakni Triga Mark 2000 di Bandung, reaktor Serba Guna GA, Siwabessy di Serpong, dan reaktor Kartini di Yogyakarta.

Dengan memanfaatkan reaktor riset tersebut, maka sumber radiasi Gamma dari radioisotop Sc-46 disebut lebih terjangkau. Selain itu, limbahnya dapat digunakan kembali melalui proses radiasi ulang.

Baca juga: Kini Hadir, Pohon Jati Platinum Hasil Mutasi Sinar Gamma

Ilustrasi radiasi Gamma, radiasi sinar Gamma, radiasi nuklir.SHUTTERSTOCK/Robsonphoto Ilustrasi radiasi Gamma, radiasi sinar Gamma, radiasi nuklir.

Sehingga PRTRRB dapat melakukan pengembangan sumber radioaktif tertutup skandium-46 untuk menguji gamma scanning dengan didukung ketiga fasilitas reaktor itu.

“Pengembangan ini meliputi pembuatan desain sumber radiasi Sc-46 melalui teknik aktivasi netron di Reaktor Triga 2000 Bandung, sebagai upaya untuk menguji keandalan sumber Sc-46 dalam deteksi kerusakan peralatan di industri, terutama pada kolom distilasi atau penyulingan,” jelas Duyeh dilansir dari laman resmi BRIN, Minggu (3/4/2022).

Lebih lanjut, Duyeh berkata bahwa proses scanning kolom distilasi atau penyulingan bejana yang dilakukan menggunakan radioisotop gamma bersegel (sealed) tertutup, serta detektor radiasi.

“Profil kepadatan relatif dari isi kolom akan diperoleh yaitu area yang mengandung bahan dengan kepadatan yang relatif tinggi, seperti cairan dan/atau logam, memberikan intensitas radiasi yang relatif rendah," tutur Duyeh.

"Sedangkan area dengan kepadatan yang relatif rendah, seperti ruang uap di antara baki, menghasilkan tingkat intensitas radiasi yang tinggi,” sambungnya.

Baca juga: Tak Seperti Avenger Hulk, Begini Dampak Paparan Gamma di Dunia Nyata

Melalui proses ini, para peneliti bisa mendapatkan informasi signifikan mengenai kondisi bejana yang digunakan untuk mengidentifikasi malfungsi instalasi dalam kolom distilasi.

Dengan demikian, teknisi dan operator dapat menentukan status kolom tersebut dan membuat pengaturan untuk pemeliharaan serta mencegah penutupan darurat.

“Karena prosesnya tidak melibatkan kotak langsung dengan bagian dalam bejana, proses ini juga menghindari kemungkinan korosi, suhu atau masalah tekanan," ujar Duyeh.

Dia menambahkan, kolom proses adalah komponen penting dalam penyulingan minyak mentah untuk mengubahnya menjadi bahan bakar yang berharga, serta dalam mempertahankan sistem pendingin pabrik. Adapun hasil penelitian ini sedang diuji coba di sejumlah tempat industri.

"Penutupan pabrik untuk pemeliharaan bisa menelan biaya sekitar ribuan dolar per jam, yang berarti jutaan rupiah dalam kerugian setiap hari untuk beroperasi,” pungkasnya.

Baca juga: Jangan Lewatkan, Puncak Hujan Meteor Gamma Normid Mulai Malam Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com