Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Hujan Berlian" di Neptunus dan Uranus, Apa Itu?

Kompas.com - 23/03/2022, 20:32 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Planet Neptunus dan Uranus diketahui memiliki fenomena hujan berlian, sebagaimana dugaan para astronom dan fisikawan selama hampir 40 tahun. 

Namun, planet terluar Tata Surya itu sulit dipelajari. Hanya satu misi luar angkasa, yakni Voyager 2, yang dapat terbang untuk mengungkap beberapa rahasia planet-planet tersebut.

Oleh sebab itu, hujan berlian tetap menjadi hipotesis di antara para ilmuwan, sebagaimana dilansir dari American Scientist.

Planet es berukuran raksasa

Planet Neptunus dan Uranus disebut “raksasa es” karena dua lapisan terluarnya terdiri dari senyawa yang mencakup hidrogen dan helium. 

Dalam istilah astronomi, es mengacu pada semua senyawa unsur ringan yang mengandung hidrogen, sehingga air di planet (H2O), amonia (NH3), dan metana (CH4) menjadikannya “dingin”.

Baca juga: NASA Sebut Ada Lebih dari 5.000 Planet di Luar Tata Surya

Adapun rona kebiruan yang indah dari kedua planet ini adalah hasil dari jejak metana di atmosfer mereka.

Namun, itu adalah "es" di lapisan tengah yang dalam, yang benar-benar membentuk sifat mereka.

Di Neptunus, misalnya, di bawah atmosfer hidrogen-helium setebal 3.000 kilometer terdapat lapisan es setebal 17.500 kilometer. 

Simulasi menunjukkan, gravitasi memampatkan "es" di lapisan tengah, menjadi kepadatan tinggi, dan panas internal meningkatkan suhu internal hingga beberapa ribu kelvin.

Meskipun suhunya tinggi, tekanan lebih dari satu juta kali lebih besar dari tekanan atmosfer di Bumi memampatkan "es" menjadi cairan panas dan padat.

Baca juga: Misteri Planet Sembilan, Pencarian yang Belum Membuahkan Hasil

Di bawah panas dan tekanan seperti itu, amonia dan metana secara kimiawi reaktif. 

Para ilmuwan telah memodelkan proses-proses eksotis, termasuk pembentukan berlian, yang terjadi di antara senyawa-senyawa yang berada jauh di dalam lapisan es. 

Marvin Ross dari Lawrence Livermore National Laboratory pertama kali memperkenalkan gagasan hujan berlian dalam artikel tahun 1981 di Nature. 

Mereka menyarankan, atom karbon dan hidrogen dari hidrokarbon seperti metana terpisah pada tekanan tinggi dan suhu tinggi di dalam planet raksasa es. 

Gugusan atom karbon yang terisolasi kemudian akan diperas menjadi struktur berlian, yang merupakan bentuk karbon paling stabil dalam kondisi seperti itu.

Baca juga: Planet yang Tidak Memiliki Satelit Alami

Berlian lebih padat daripada metana, amonia, dan air yang tersisa di lapisan es, sehingga kristal karbon akan mulai tenggelam menuju inti planet. 

Itu akan mengakumulasi lapisan baru saat jatuh ketika menyentuh atom karbon atau berlian terisolasi lainnya.

Sebagai hasilnya, lapisan karbon tebal mengelilingi inti berbatu Uranus dan Neptunus. 

Lapisan karbon ini dapat terdiri dari blok berlian padat atau, jika suhunya sangat tinggi, lapisan ini dapat berubah menjadi karbon cair atau campuran karbon padat dan karbon cair.

Jika lapisannya adalah campuran karbon padat dan cair, karbon padat akan memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada cairan sehingga "berlian" besar akan mengapung di atas lautan karbon cair. 

Baca juga: Mengenal Titan, Bulan Terbesar Milik Planet Saturnus

Setiap kemungkinan komposisi lapisan karbon, padat, cair, atau campuran, akan memengaruhi inti planet secara berbeda. 

Berlian padat, misalnya, bersifat penyekat listrik dan memiliki kisi kristal yang kaku, sedangkan karbon cair merupakan konduktor logam dan fleksibel. 

Menentukan sifat-sifat lapisan karbon dapat mengungkapkan apakah Neptunus dan Uranus terbentuk dari inti protoplanet berbatu miliaran tahun lalu atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com