Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Ungkap Nenek Moyang Gajah, Ada yang Bertubuh Kecil

Kompas.com - 12/03/2022, 19:30 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Gajah (famili Elephantidae) adalah hewan darat terbesar yang masih hidup. 

Ciri khas gajah selain tubuhnya yang besar adalah belalai yang panjang, memiliki gading, dan telinga yang lebar.

Gajah berwarna keabu-abuan hingga coklat dengan bulu yang jarang dan kasar di tubuh mereka.

Gajah paling sering ditemukan di sabana, padang rumput, dan hutan. Tetapi, mereka juga menempati berbagai habitat, termasuk gurun, rawa, dan dataran tinggi di daerah tropis dan subtropis di Afrika dan Asia.

Nenek moyang gajah

Selama 60 juta tahun terakhir, proboscidean, urutan hewan termasuk gajah, berubah secara dramatis ketika mereka berkembang secara geografis dan menyesuaikan dengan perubahan iklim.

Baca juga: Langka, Bayi Gajah Kembar Lahir di Kenya

Dilansir dari National History Museum (NHM), gajah adalah satu-satunya spesies yang tersisa dari keluarga Elephantidae, yang termasuk dalam ordo Proboscidea kuno.

Proboscidea adalah kelompok herbivora yang beragam dan tersebar luas yang pertama kali muncul di Afrika sekitar 60 juta tahun yang lalu.

Tidak seperti tiga spesies gajah yang terancam punah yang kenal sekarang, tidak semua Proboscidea adalah raksasa dan mereka pun tidak mirip sepupu mereka.

Faktanya, beberapa spesies sebelumnya, seperti Eritherium yang hidup di Maroko, berukuran sekecil rubah dan tidak memiliki belalai.

Steven Zhang, peneliri di University of Bristol, mengatakan, hanya dua kelompok Proboscidea yang berevolusi selama paruh pertama evolusi Proboscidea, yang berlangsung sekitar 30 juta tahun.

Baca juga: Studi: Belalai Gajah Termasuk Bagian Tubuh Hewan Paling Sensitif

"Kebanyakan proboscidean selama ini adalah herbivora yang berukuran seperti anjing pesek hingga babi hutan. Beberapa spesies menjadi sebesar kuda nil, namun garis keturunan ini adalah jalan buntu evolusioner. Mereka semua memiliki sedikit kemiripan dengan gajah," jelas Zhang.

Zhang, bersama dengan tim ahli paleobiologi internasional mengeksplorasi penyebab dan proses perubahan belalai selama jutaan tahun.

Dengan menggunakan koleksi fosil dari museum di seluruh dunia, mereka mempelajari adaptasi evolusioner dari 185 spesies selama 60 juta tahun.

Penelitian pun terus berkembang menjadi analisis yang rinci tentang keturunan gajah.

Bagaimana dan mengapa belalai berevolusi begitu cepat?

Proboscidea awal yang hidup di Afrika berevolusi secara lambat dengan sedikit diversifikasi.

Baca juga: Miris, Gajah di Sri Lanka Mati Usai Makan Sampah Plastik

Setelah Lempeng Afro-Arab bertabrakan dengan daratan Eurasia yang luas, sebuah koridor migrasi penting pun terbentuk.

Kondisi ini memungkinkan hewan-hewan untuk menjelajahi habitat baru di Eurasia dan kemudian ke Amerika Utara. 

Selama 20 juta tahun terakhir, iklim global selalu berubah secara dramatis. 

Dengan tantangan iklim dan habitat baru, proboscidean yang berkembang dari jangkauan mereka di Afrika berevolusi 25 kali lebih cepat daripada sepupu yang mereka tinggalkan. 

Evolusi ini menghasilkan berbagai bentuk, dengan tiga hingga empat spesies belalai yang berbeda hidup berdampingan dalam satu ruang.

Baca juga: 5 Hewan yang Memiliki Gading Selain Gajah

Namun, sejak sekitar enam juta tahun yang lalu, keragaman proboscidean mulai berkurang setelah pendinginan yang ekstrem di Bumi. 

Hanya belalai yang paling serbaguna secara ekologis yang dapat bertahan.

Contoh paling ekstrem adalah mammoth berbulu, yang memiliki rambut lebat, berbulu lebat, dan taring besar untuk mengambil tumbuh-tumbuhan yang tersembunyi di bawah salju tebal.

Apakah manusia berkontribusi terhadap kepunahan proboscidean?

Apakah manusia atau perubahan iklim yang menyebabkan kepunahan hewan besar, termasuk proboscidean, masih menjadi perdebatan.

Manusia purba menjadi pemburu aktif hewan besar sekitar 1,5 juta tahun yang lalu. 

Baca juga: Benarkah Gajah Takut pada Tikus?

Sementara itu, analisis tim peneliti menunjukkan kepunahan proboscidean terakhir mencapai puncaknya jauh lebih awal, yakni sekitar 2,4 juta tahun yang lalu.

"Temuan ini adalah sesuatu yang tidak kami antisipasi. Tampaknya pola global luas kepunahan proboscidean dapat direproduksi tanpa mempertimbangkan dampak migrasi manusia purba. Ini bertentangan dengan klaim bahwa manusia purba mulai memusnahkan gajah prasejarah," kata Zhang.

Penelitian Zhang dan timnya pun menunjukkan manusia modern menetap di setiap daratan setelah proboscidean mulai punah.

Namun, menurut Zhang, temuan ini tidak berarti peneliti secara meyakinkan menyangkal kontribusi manusia terhadap kepunahan proboscidean.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com