Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebiasaan Bicara Bahasa Campur Khas Anak Jaksel, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 12/01/2022, 10:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berbicara secara bilingual dengan menggabungkan dua bahasa dalam satu kalimat seperti 'bahasa Jaksel', mungkin dinilai berlebihan bagi sebagian orang.

Tidak jarang, kebiasaan berbicara dengan dua bahasa sekaligus dalam sebuah percakapan dianggap sebagai hal negatif.

Istilah bahasa Jaksel digunakan, karena banyak anak muda yang tinggal di sekitar kawasan Jakarta Selatan (Jaksel), seringkali bicara dengan mengombinasikan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam kesehariannya.

Baca juga: Mengapa Bahasa di Dunia Berbeda-beda?

Oleh sebagian orang, 'bahasa Jaksel' ini disebut juga dengan 'bahasa gaul' dan sebagian lainnya juga menyebutnya dengan 'bahasa gado-gado'.

Lalu, adakah dampak menggunakan bahasa bilingual dalam kehidupan sehari-hari?

Dosen di Departemen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Yogyakarta, Rasman mengatakan, sebenarnya meskipun dicap berbahasa 'gado-gado', tetapi tidak ada efek buruk atau negatif pada penutur bilingual, seperti pemikiran sebagian orang.

Meski, beberapa orang berpendapat bahwa praktik multibahasa semacam itu mencerminkan ketidakmampuan seseorang untuk berpikir secara terstruktur dan sistematis, banyak penelitian lain yang justru telah membuktikan sebaliknya.

"Menurut saya, penggunaan berbagai macam bahasa dalam komunikasi tidak memberikan efek yang negatif," kata Rasman kepada Kompas.com, Selasa (11/1/2022).

"Praktik pencampuran bahasa ini justru menunjukkan kreativitas pengguna bahasa," tambahnya.

Sebenarnya, kata Rasman, bukan hanya mereka yang tinggal atau anak muda Jakarta Selatan yang suka melakukan pencampuran bahasa dalam aktivitas sehari-hari.

Tetapi, hampir semua orang mungkin pernah mencampurkan bahasa saat bercengkrama dengan orang lain, entah itu secara sadar ataupun tidak sadar.

Sebab, pencampuran berbagai macam bahasa dalam komunikasi sehari-hari sebenarnya merupakan sesuatu yang alamiah kita lakukan setiap hari.

Akan tetapi, Rasman mengatakan, dengan adanya status yang berbeda untuk bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, beserta dengan hierarkinya, pencampuran bahasa ini seolah menjadi praktik yang tidak baik.

"Terkadang komunikasi justru bisa lebih bermakna jika menggunakan semua jenis bahasa yang dikuasai baik oleh pihak-pihak yang sedang berkomunikasi, dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu (bahasa) saja," ucap dia.

Baca juga: Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah, Ini Faktor Pemicunya

Ilustrasi percakapan. Penggunaan bahasa campur atau bilingual semakin ramai diperbincangkan di media sosial. Fenomena penggunaan bahasa campur ini banyak terjadi di kalangan anak muda di Jakarta Selatan, tak heran kemudian dikenal dengan istilah bahasa Jaksel, bahasa gaul Jaksel dan lain sebagainya.SHUTTERSTOCK/LIGHTSPRING Ilustrasi percakapan. Penggunaan bahasa campur atau bilingual semakin ramai diperbincangkan di media sosial. Fenomena penggunaan bahasa campur ini banyak terjadi di kalangan anak muda di Jakarta Selatan, tak heran kemudian dikenal dengan istilah bahasa Jaksel, bahasa gaul Jaksel dan lain sebagainya.

Hal ini bahkan juga dilakukan oleh beberapa public figure, termasuk Najwa Shihab dan Sri Mulyani dalam akun YouTube Najwa Shihab dengan judul SMI Buka-bukaan tentang DPR hingga Pilpres.

Ketika Sri Mulyani menyinggung Najwa Shihab yang rehat dari program Mata Najwa ketika itu, Najwa pun langsung menjawab, bahwa dia tidak berhenti, hanya sedang ada jeda dari aktivitas dan kegiatannya di program tersebut.

Lebih lanjut dalam percakapan tersebut, Sri Mulayani menanggapinya dengan menggunakan gabungan dua bahasa.

"Biasanya ada fresh perspective sesudah ada distance," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Mengapa Nama Ilmiah Menggunakan Bahasa Latin?

Dalam percakapan Najwa Shihab dan Sri Mulyani saat itu, ada banyak sekali pencampuran bahasa atau bilingual yang dipraktikkan oleh keduanya, dari awal pertemuan hingga akhir dokumentasi. 

Sehingga, satu-dua kata yang disebutkan dalam bahasa Inggris itu, justru memiliki makna yang lebih pas dengan maksud yang ingin disampaikan masing-masing.

Artinya, komunikasi dengan bilingual tidak seburuk yang dipikirkan, dan tidak berlebihan jika maksud dan penempatan bahasa asing dalam kalimatnya memang sesuai.

Kadang satu atau dua kata asing yang digunakan dalam kalimat, terada lebih pas untuk menekankan inti dari apa yang ingin disampaikan penutur. 

Sebab, bisa jadi jika kalimat yang digunakan adalah bahasa Indonesia dalam kalimat yang ingin disampaikan, makna atau maksudnya akan terdengar kurang pas. 

Selain itu, penggunaan banyak bahasa dalam sekali bicara juga akan membantu daya ingat, kreativitas, dan kepandaian penuturnya.

Baca juga: Ramai Berbicara Bahasa Campur, Kapan Bilingual Mulai Digunakan di Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com