Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lama Tinggal di Luar Angkasa Bisa Sebabkan Gangguan Penglihatan

Kompas.com - 07/01/2022, 12:05 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjelajah luar angkasa bukan lagi sebatas angan-angan belaka. Badan antariksa serta perusahaan privat, sekarang bahkan berlomba untuk mencapainya.

Tapi di balik mimpi manusia untuk menaklukan dunia lain, ada sejumlah konsekuensi yang harus dilakoni jika manusia berencana tinggal di luar angkasa dalam jangka panjang.

Beberapa konsekunsi itu antara lain pengeroposan tulang, radiasi kosmik, dan pelemahan otot.

Namun kini, mengutip Medical Xpress, Kamis (6/1/2022) peneliti di MUSC Health menemukan efek lain jika manusia tinggal dalam jangka waktu lama di luar angkasa.

Baca juga: Astronot Rayakan Panen Cabai Pertama di Stasiun Luar Angkasa Internasional

Dalam studi yang dipublikasikan di JAMA Network Open, peneliti melakukan analisis terhadap astronot dengan Spaceflight-Associated Neuro-Ocular Syndrome (SANS) dan membandingkan pemindaian otak sebelum dan sesudah melakukan perjalanan luar angkasa.

SANS sendiri menurut Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) adalah kondisi perubahan struktur mata dan otak selama perjalanan luar angkasa dalam waktu yang panjang.

Nah, berdasarkan studi tersebut, makin lama astronot tinggal di luar angkasa, semakin mereka mengalami keluhan penglihatan kabur dan masalah penglihatan ketika kembali ke Bumi.

"Itu sampai pada titik di mana astronot benar-benar membawa kacamata ekstra ketika mereka pergi ke luar angkasa. Mereka tahu bahwa pengelihatan akan memburuk di atas sana. Gangguan ini memengaruhi sekitar 70 persen astronot," kata Mark Rosenberg, peneliti studi ini.

Astronot dengan SANS kembali ke Bumi dengan ketajaman visual yang berubah. Bola mata mereka rata, bagian retina mereka menunjukkan cedera dan cakram optik mereka membengkak.

Beberapa astronot pulih dari perubahan ini dalam beberapa minggu, sementara yang lain bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Ada juga yang tak pernah sembuh total.

Selain mempersiapkan kolonisasi luar angkasa, Donna Roberts, ahli radiologi saraf MUSC Health dan peneliti utama studi mengatakan penelitian semacam ini juga dapat membantu dokter mempelajari lebih lanjut tentang kondisi yang memengaruhi manusia di Bumi secara umum.

"Kita bisa belajar lebih banyak tentang peran gravitasi pada cairan di sekitar otak, misalnya. Dan itu memberi kita wawasan tentang bagaimana gangguan sirkulasi cairan serebrospinal memengaruhi pasien tidak hanya di luar angkasa tetapi juga di bumi," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com