Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Urgensi Meneropong Bahan Baku Obat Alternatif di Indonesia

Kompas.com - 14/11/2021, 20:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Okta Nama Putra, S.Farm

Pandemi Covid-19 harusnya mampu menyadarkan kita, terutama dalam bidang Farmasi dan alat Kesehatan.

Bagaimana saat ini kebutuhan obat-obatan terus mengalami peningkatan selama pandemi.

Hal ini sayangnya tidak diimbangi oleh proses produksi Obat – obatan dan alat kesehatan dalam negeri, yang masih sedikit dan minim.

Berbagai permasalahan muncul terkait dengan ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan produksi dalam negeri. Mulai dari distribusi, proses produksi, bahkan hingga ketersediaan bahan baku obat.

Baca juga: Bahan Baku Obat di Indonesia Masih Bergantung pada China

Dikutip dari Tempo.co edisi Kamis, 23 September 2021, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan industri farmasi di Indonesia tidak sehat.

Menurutnya, permasalahan mendasarnya yaitu lebih dari 90% bahan baku pembuatan obat masih impor dari negara lain. Padahal, keanekaragaman hayati atau biodiversitas Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, tambahnya.

Dalam hal mewujudkan kemandirian kesehatan khusunya Industri Farmasi dan alat kesehatan, perlu dilakukan perbaikan dalam banyak hal.

Pembentukan holding farmasi dari seluruh instansi pemerintah dan swasta yang ada di Indonesia, diharapkan mampu bersama-sama menekan permasalahan yang berkaitan dengan industri farmasi dan alat kesehatan.

Salah satu tujuan utama didirikannya holding farmasi tersebut adalah agar Indonesia tidak tergantung pada bahan baku impor, sehingga perekayasa dan peneliti mampu memproduksi dari hulu hingga hilir.

Menurunkan impor bahan baku obat atau BBO memang tidak bisa dilakukan sehari semalam.

Meskipun kebutuhan obat dalam negeri sudah mencapai 90% sesuai kebutuhan, bahan baku obat hingga kini masih diimpor yang nilainya juga mencapai 90-95%.

Keluhan ketersediaan bahan baku obat dirasakan ketika pandemi covid-19, di mana banyak industri farmasi yang mengeluhkan adanya proses keterlambatan, bahkan penundaan produksi dikarenakan BBO yang kosong.

Hal tersebut disebabkan karena masing-masing negara yang mengimpor bahan baku obat mengamankan kebutuhan bahan baku mereka sendiri, untuk menjamin penangan pandemi di negara masing-masing.

Kondisi tersebut menekankan, bahwa wacana pembentukan holding farmasi mempunyai pekerjaan rumah yang tidak mudah.

Impor BBO dilakukan karena Indonesia tidak mampu bersaing. Harga bahan baku impor jauh lebih murah dari pada investasi sendiri, Kata Honesti Basyir saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI.

Sudah saatnya Indonesia membangun kompetesi agar tidak bergantung bahan baku obat secara impor.

Penelitian Raharni dkk (2018) dari Balitbang Kemenkes RI, dengan judul Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN): Kebijakan, Harga, dan Produksi Obat, mengatakan bahwa Indonesia belum mendiri dalam penyediaan obat-obatan.

Masalah mendasar kemandirian tersebut dikarenakan Indonesia masih ketergantungan bahan baku obat impor.

Selajutnya, Raharni dkk (2018) menyebutkan jika permasalahan kemandirian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan tenaga ahli yang mampu memproduksi bahan baku obat, infrastruktur teknologi farmasi masih minim, dan belum ada kebijakan sistematis yang mampu mengarahkan pelaku industri farmasi.

Baca juga: LIPI Gali Kekayaan Laut Indonesia untuk Dijadikan Bahan Baku Obat

 

Pemanfaatan sumber daya alam sebagai pati farmasi

Jika berbicara biodiversitas di Indonesia yang besar, sebetulnya ada bahan baku obat untuk diproduksi dalam bidang farmasi.

Hanya saja memang kontinuitas dalam segi standarisasi masih menjadi perhatian bersama dari berbagai lembaga dan pengembang.

Sumber daya alam seperti tanaman ubi kayu, sagu, jagung dapat digunakan sebagai pati farmasi yang nantinya dijadikan sebagai bahan baku obat.

Namun, belum ada satu pun produsen pati farmasi yang berdiri. Sedangkan, kebutuhan akan pati farmasi masih tergantung impor dari berbagai negara.

Pengolahan bahan baku obat yang berasal dari biodiservitas Indonesia terutama ubi kayu, bisa menjadi alternatif cara untuk mewujudkan kemandirian kesehatan dalam bidang farmasi.

Komoditi singkong atau ubi dapat dipilih untuk dijadikan bahan baku obat yang nantinya diolah menjadi pati singkong, karena tanaman singkong mempunyai daya adaptasi lingkungan yang tinggi.

Baca juga: Hewan Tembiluk, Cacing Papua yang Dipercayai Menjadi Obat Malaria

Diikuti dari kolom detik.com edisi Selasa 21 September 2021, produksi nasional singkong mencapai 19 juta ton (2018), Indonesia menduduki ranking ke-4 produsen singkong dunia.

Ini menunjukan, bahwa produksi singkong juga seharusnya mampu menopang industri farmasi dalam pembuatan pati singkong.

Menurut Global Cassava Starch Market, 2018. Industri pati alami (native starch) di Indonesia terus berkembang seiring dengan kebutuhan konsumsi domestik yang besar pula, saat ini telah mencapai 2,5—3,7 juta ton per tahun.

Bahan baku industri pati nasional sebagian besar masih bertumpu pada satu komoditi, yaitu ubikayu (tapioka), namun daya saingnya masih rendah karena pola pengelolaan sumber daya pati tersebut masih konvensional.

Jumlah native starch yang dihasilkan sering kali belum mencukupi kebutuhan nasional sehingga pada tahun 2016—2018 perlu impor tapioka lebih dari 1.000.000 ton.

Adapun jumlah tapioka yang diperdagangkan di pasar global berkisar 6.000.000—8.000.000 ton, kira kira 6—7 % dari jumlah seluruh native starch yang diperdagangkan.

Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara luas.

Pati yang dasar misalnya tepung tapioka. Pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan.

Jika dimasak, pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga pasta yang terbentuk keras dan tidak bening.

Di samping itu, sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam.

Di lain pihak, industri membutuhkan pati dengan sifat-sifat yang sesuai dengan peruntukan tertentu, belum dimodifikasi atau pati alami adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan

Baca juga: Nuklir Akselerasi Pengembangan Obat Baru

Pragelatinasi pati merupakan modifikasi pati secara fisika yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air, sehingga tergelatinasi sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan menggunakan spray dryer atau drum dryer.

Karena sudah mengalami gelatinasi, maka pati pragelatinasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Pati pragelatinasi bersifat instan, yang mana dapat larut dalam air dingin.

Proses modifikasi pati yang lain adalah memanfaatkan extruder. Teknologi ini mengombinasikan proses conveying, blending, penaikan temperature, shearing dan lain-lain yang terjadi dalam ekstruder yang menyebabkan terjadinya denaturasi pati secara termokimia.

Program inovasi pati singkong sebagai bahan baku obat ini telah dilaksanakan, maka perlu dilanjutkan program inovasi tersebut agar mampu menekan laju impor bahan baku obat dari berbagai negara.

Dengan tersedianya bahan baku obat dari pati singkong yang berkelanjutan, jumlah besar dan harga yang kompetitif, akan menyediakan bahan baku dari salah satu dampak bioindustri senilai 26 triliun rupiah/tahun.

Baca juga: Teluk Jakarta Tercemar Paracetamol, Obat Apa Itu?

Program untuk menjadikan singkong sebagai bahan baku obat juga akan memicu munculnya pertumbuhan ekonomi di lahan-lahan marginal, sehingga juga mendukung pemerataan pembangunan.

Selain itu, penguasaan ilmu dan teknologi dalam menciptakan bahan baku obat dari pati singkong yang berbasis amilum juga akan menjadi dampak penting lainnya, mengingat pada tataran Internasional teknologi pengelolaan bahan baku obat dari pati singkong belum berkembang.

Sehingga, hal tersebut menjadi peluang Indonesia untuk menekan jumlah impor bahan baku obat dari berbagai negara.

Secara umum, industri farmasi Indonesia masih mengimpor 95 persen bahan baku obat (BBO).

Baik untuk BBO aktif atau active pharmaceutical ingredients/API, ada sekitar 851 jenis, maupun bahan pembantu (excipient).

Sejumlah 441 bahan mayoritas industri farmasi di Indonesia bergerak pada industri formulasi atau industri pembuatan obat.

Industri obat itu sendiri masih sangat tergantung pada impor BBO yang terdiri dari bahan baku obat aktif (Active Pharmaceutical Ingredient/API) dan bahan baku penunjang/eksipien (excipient) terutama dari China, India, Jepang dan Eropa.

Dengan adanya inovasi produksi bahan baku obat dari pati singkong salah satunya di Balai Besar Teknologi Pati - Lampung, diharapkan industri farmasi dalam negeri tidak perlu lagi dan menekan untuk mengimpor bahan baku obat dari luar negeri.

Jika hal tersebut didukung oleh beberapa aspek seperti SDM Unggul, kebijakan farmasi dan proses produksi, maka keterlambatan dan penundaan produksi obat-obatan bisa diminimalisir terjadi lagi dan sejalan dengan RPJMN Pembangunan Kesehatan 2022, bahwa Kegiatan Riset dan Pengembangan BBO merupakan kegiatan prioritas.

Kegiatan difokuskan pada upaya untuk mendorong dan mewujudkan kemandirian industri farmasi dalam memproduksi Bahan Baku Obat.

 

Okta Nama Putra, S.Farm
Perekayasa Pertama di Balai Besar Teknologi Pati – BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com