Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Asap di Palembang Bukan dari Karhutla, tapi Kabut Adveksi

Kompas.com - 29/09/2021, 12:31 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabut pekat menyelimuti Kota Palembang, Sumatera Selatan pada Selasa (28/9/2021), sempat membuat masyarakat resah, karena kondisinya menutupi jalan raya dan beraroma asap.

Dalam pemberitaan Kompas.com sebelumnya, kabut pekat itu terlihat secara menyeluruh menyelimuti setiap titik Kota Palembang sekitar pukul 06.00 WIB.

Aroma asap yang pekat tercium menusuk hidung meskipun menggunakan masker.

Banyak orang menduga hal itu dikarenakan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (kathutla).

Namun, Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel V, Sinta Andayani mengatakan bahwa kabut tebal di Palembang kemarin bukan kabut asap akibat karhutla.

Baca juga: Kabut Asap dan Dampaknya Bagi Kesehatan

 

"Kabut yang terjadi di Palembang dan sekitarnya kemarin pagi merupakan kabut adveksi yang sesekali biasa terjadi," kata Sinta kepada Kompas.com, Rabu (29/9/2021).

Apa itu kabut adveksi?

Kabut adalah awan yang turun mengenai daratan. Kabut bisa tipis atau tebal. Jika kabut tebal, maka bisa sangat membahayakan bagi manusia.

Sementara, kabut adveksi adalah kabut yang terbentuk saat udara hangat dan lembab melewati permukaan yang dingin, seperti kabut adveksi di Palembang yang terjadi Selasa lalu.

Proses tersebut disebut dengan proses adveksi. Pada proses ini, uap air akan memadat dan membentuk kabut.

Tidak seperti kabut asap, kabut adveksi yang muncul di Palembang ini biasanya terjadi di pantai tropis yang udaranya hangat lalu bertemu dengan air laut.

Baca juga: Kabut Asap Terekstrem di Palembang, Kapan Hujan Mengguyur Wilayah Itu?

Seorang pedagang melintas di atas Jembatan Ampera Palembang, Sumatera Selatan, yang diselimuti kabut tebal, Selasa (28/9/2021). Berdasarkan laporan dari BMKG Sumatera Selatan, kabut ini disebabkan karena adanya perbuahan cuaca atau yang disebut dengan kabut adveksi.KOMPAS.com/AJI YK PUTRA Seorang pedagang melintas di atas Jembatan Ampera Palembang, Sumatera Selatan, yang diselimuti kabut tebal, Selasa (28/9/2021). Berdasarkan laporan dari BMKG Sumatera Selatan, kabut ini disebabkan karena adanya perbuahan cuaca atau yang disebut dengan kabut adveksi.

Pesisir Pasifik di Amerika Serikat, terutama di San Fransisco, sering tertutupi kabut adveksi karena airnya yang dingin namun udaranya hangat.

Sinta menjelaskan, kabut adveksi ini memang biasa terjadi, dan agak sering terjadi jika musim hujan seperti saat ini.

Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian II atau 10 hari kedua di bulan September 2021, sebanyak 6,14 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan dan sebagian besar wilayah masih mengalami musim kemarau.

Pada dasarian II September 2021 ini juga curah hujan berapa pada kriteria Rendah hingga Menengah (0-150 mm/dasarian).

Namun, Sinta juga menegaskan, meskipun kabut adveksi ini semakin kerap terjadi saat musim hujan, tetapi bukan berarti setiap kali ada kabut di suatu tempat menandakan akan terjadi hujan.

"Indikasi kabut adveksi bukan ukuran bahwa akan terjadi hujan di hari itu," jelasnya.

Baca juga: Apa Itu Kabut dan Macam-Macam Kabut yang Belum Anda Ketahui

 

Sedangkan, BMKG juga memprakirakan potensi hujan masih akan ada hampir setiap hari dengan intensitas sedang dan lokal.

Dengan prakiraan ini, Sinta mengingatkan agar masyarakat Palembang dapat lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem, terutama potensi angin kencang pada saat menjelang hujan.

Bencana hidrometeorologi lainnya yang juga harus dihindari yakni banjir, hujan lebat dengan periode singkat, angin puting beliung dan lain sebagainya.

Selain itu, upayakan juga untuk segera melakukan pemeriksaan saran-prasarana dan lingkungan di sekitarnya, sebagai bentuk mitigasi.

Serta, periode musim hujan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah luas tanam, melakukan panen air hujan dan mengisi waduk atau danau yang berguna untuk periode musim kemarau yang akan datang.

Dengan begitu, masyarakat juga diharapkan terus memantau perkembangan iklim dan cuaca terkini sebagai mitigasi agar tahu persiapan seperti apa yang bisa dilakukan.

Baca juga: Kabut Asap Riau, Walhi Minta Pemerintah Terbuka atas Lahan Konsesi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com