Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual Pesugihan Kembali Makan Korban, Kenapa Masih Ada yang Percaya?

Kompas.com - 28/09/2021, 16:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kasus tindak kejahatan dengan dalih ritual pesugihan kembali muncul di Indonesia. Kabar terbaru, seorang ibu di Muna, Sulawesi Tenggara tega menyerahkan anaknya ke dukun.

Korban kemudian diperkosa oleh dukun tersebut dengan dalih menjadi bagian dari ritual pesugihan.

Kemudian di awal bulan ini, kasus dugaan ritual pesugihan yang tumbalkan mata bocah 6 tahun usai pemakaman kakak korban (DS) terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan.

Belakangan diketahui DS meninggal diduga karena pelaku ritual pesugihan mencekokinya dengan dua liter air garam.

Namun kenapa fenomena pesugihan masih banyak terjadi di era modern ini?

Baca juga: Hoaks Babi Ngepet di Depok, Kenapa Masyarakat Masih Percaya?

Peneliti Sastra dan Budayawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Dr Sunu Wasono mengatakan bahwa memang saat ini masih ada orang yang percaya dengan ritual pesugihan untuk membuat kaya dalam waktu singkat.

Menurut dia, hal ini sebenarnya adalah cermin dari tekanan ekonomi yang kuat.

"Orang mencari jalan pintas, ingin mendapatkan kekayaan lewat cara-cara yang tidak halal, cara-cara yang sebetulnya tidak masuk akal," ungkap Sunu kepada Kompas.com, Selasa (28/9/2021).

Lebih lanjut Sunu berkata bahwa cerita-cerita atau kepercayaan tentang pesugihan sebenarnya hidup di dalam benak sebagian masyarakat kita.

Adanya kepercayaan tentang pesugihan inilah yang kemudian, kata Sunu, dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk menipu atau mengelabuhi orang yang sedang menghadapi penderitaan seperti kesulitan ekonomi.

"Kasus-kasus cabul dengan dalih pesugihan selalu kembali berulang kenapa? Karena barang kali masyarakat belum sadar bahwa sesungguhnya praktik-praktik seperti itu sebetulnya tipuan belaka," tegas Sunu.

"Enggak pernah, sesuatu bisa diperoleh dengan cara seperti itu, kemudian orang menjadi kaya tanpa bekerja atau tanpa usaha."

Dia mengatakan, hal seperti ini terus berulang karena masih adanya kepercayaan bahwa segala sesuatu dapat dibantu secara gaib.

 

Kepercayaan ini pun dapat diyakini oleh siapa saja, termasuk orang berpendidikan.

Sunu memberi contoh, kasus penggandaan uang yang sempat heboh beberapa waktu lalu di Jawa Timur juga melibatkan orang-orang terpelajar seperti aktivis politik atau pejabat penting di partai.

"Saya kira, masyarakat kita bukan hanya perlu dicerdaskan tapi memperkuat iman kepada Tuhan. Bagaimana pun juga ajaran agaman mana pun tidak membenarkan hal seperti ini," ungkap Sunu.

Selain itu, Sunu pun berkata, masih adanya praktik pesugihan seperti ini menandakan bahwa keimanan seseorang kurang sehingga mempercayai hal seperti ini.

"Penghayatan keimanannya tidak sampai ke dalam saya kira, hanya di permukaan saja," ujar dia.

Untuk menghindari praktik-praktik seperti ini, Sunu berpesan agar menguatkan iman dan akhlak pribadi masing-masing. Oleh sebab itu, peran tokoh keagamaan dan juga sangat penting.

"Saya kira ini bagian dari akhlak juga. Karena memperoleh sesuatu dengan cara yang tidak benar juga tidak tidak baik," tandasnya.

Baca juga: Bocah di Temanggung Disebut Kerasukan Genderuwo hingga Dirukiah, Begini Mitos Sosok Genderuwo Menurut Ahli

Pesan untuk masyarakat

Kisah-kisah sedih seperti di Gowa dan Muna sudah sering terjadi dan berulang, apa pun bentuknya dengan dalih pesugihan, yang dilakukan oleh orang-orang yang dipandang memiliki ilmu.

Kendati praktik seperti ini ada hingga saat ini, Sunu berkata, yang terpenting adalah jangan percaya dan tetap menggunakan akal sehat.

"Lebih baik berorientasi kepada nalar, melakukan usaha-usaha yang benar dan masuk akal. Jangan menempuh cara-cara sesat yang pada akhirnya merugikan diri sendiri," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com