Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

3 Alasan Data Covid-19 Indonesia Tak Sinkron dan Solusinya

Kompas.com - 06/08/2021, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketiadaan sebuah sistem terintegrasi yang mencakup level nasional dan lokal telah menghalangi daerah untuk menyediakan satu set data yang valid.

Kami menemukan sembilan contoh aplikasi pengumpulan dan analisis data Covid-19 antara otoritas kabupaten, provinsi dan pusat serta fasilitas layanan kesehatan. Ini mencakup deteksi kasus, pelacakan kontak, konfirmasi laboratorium, pemeriksaan mandiri, logistik dan sumber daya perawatan kesehatan.

Secara umum, fasilitas kesehatan memiliki sistem informasi internal di masing-masing rumah sakit atau puskesmas lokal.

Pada level kabupaten, pemerintah daerah telah membuat sebuah aplikasi Covid-19 lokal. Gugus Tugas Pengendalian Covid-19 di level provinsi juga mengembangkan sebuah aplikasi untuk mengintegrasikan data dari kabupaten-kabupaten yang disebut Sistem Monitoring Covid-19.

Di level nasional, sistem pengumpulan data berfokus pada dua tugas utama: mengumpulkan hasil tes Covid-19 dan menyediakan data terbaru terkait sumber daya manusia, logistik dan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.

Baca juga: Studi: Vaksinasi Saja Tidak Cukup untuk Menghentikan Pandemi Covid-19

Sayangnya, pada level daerah dan nasional, berbagai aplikasi ini tidak terintegrasi. Ini berarti staf layanan kesehatan harus memasukkan data yang sama beberapa kali di aplikasi yang berbeda, sehingga meningkatkan beban kerja dan kemungkinan membuat kesalahan.

3. Kekurangan sumber daya manusia

Melakukan semua kegiatan penanggulangan Covid-19 membebani fasilitas kesehatan. Mereka juga mengalami kekurangan sumber daya manusia dalam hal pencatatan dan pemantauan data.

Petugas kesehatan tetap perlu memberikan pelayanan kepada pasien. Jadi, mereka memasukkan data setelah jam layanan, sehingga data tidak lengkap dan pengiriman data tertunda. Hal ini menyebabkan perbedaan antara data dalam sistem dan laporan manual.

Misalnya, laboratorium memberikan data, seperti hasil tes Covid-19, ke fasilitas kesehatan dalam berbagai format dan metode, seperti PDF, file Excel, surel, dan Google Drive.

Petugas kesehatan kemudian perlu menggabungkan data ini dalam satu format di kantor provinsi sebelum mengirimkannya ke pemerintah kabupaten dan pusat.

Selain itu, karena masalah aksesibilitas dengan aplikasi dan kebutuhan mendesak untuk melaporkan data dengan cepat, kami menemukan petugas kesehatan dan pejabat menggunakan saluran komunikasi informal seperti WhatsApp untuk memberikan pembaruan tentang jumlah tes, kasus baru, dan kematian setiap hari.

Ini sekali lagi meningkatkan kemungkinan membuat kesalahan. Ini juga memunculkan masalah privasi data untuk informasi medis pasien.

Lalu apa solusinya?

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan instruksi presiden untuk mengintegrasikan banyak sumber data untuk meningkatkan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Tapi regulasi ini masih kurang diimplementasikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com