Sebaliknya, pada masyarakat perkotaan praktik perkawinan anak cenderung lebih rendah, dan jika pun terjadi, penyebabnya mayoritas adalah kehamilan remaja, gaya berpacaran anak yang berisiko terhadap kehamilan, serta pengaruh informasi atau role model di media sosial mempromosikan perkawinan.
2. Kesehatan
Faktor kedua yang paling banyak menjadi pendorong meningkatnya kasus perkawinan anak ini adalah faktor kesehatan.
Faktor kesehatan ini dipicu oleh kehamilan remaja, kondisi emosional dan mental remaja yang belum stabil, pengetahuan yang terbatas tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, serta pola berpacaran remaja yang berisiko.
Semua ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkawinan anak.
Baca juga: Perkawinan Usia Anak Memperbesar Risiko Kematian Ibu Muda
Para peneliti juga menemukan bahwa sebagian besar informan, terutama di SulawesiTengah, Jawa Barat dan Jawa Tengah berpendapat, penyebab praktik perkawinan anak mayoritas akibat kehamilan remaja, rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan gaya berpacaran yang berisiko.
Apalagi, orang tua yang mengetahui anaknya mengalami kehamilan remaja, biasanya segera mengawinkan anaknya segera mengawinkan anaknya.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk permintaan atau pertanggungjawaban moral dari pasangan anak tersebut, sekaligus menyelamatkan martabat dan harga diri keluarga.
Baca juga: HUT Ke-493 Jakarta: Mendalami Pola Perkawinan Antarsuku di Ibu Kota
3. Pola asuh keluarga
Faktor berikutnya yang mendorong kasus perkawinan anak adalah pola asuh keluarga.
Pola asuh dalam keluarga erat kaitannya dengan kejiwaan anak yang dapat berdampaknya pada keputusan anak terhadap hidupnya.
Baca juga: Jangan Salah, Manusia Prasejarah Sudah Paham Bahaya Perkawinan Sedarah