Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Faktor Meningkatnya Angka Perkawinan Anak di Indonesia

Kompas.com - 28/05/2021, 20:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sebaliknya, pada masyarakat perkotaan praktik perkawinan anak cenderung lebih rendah, dan jika pun terjadi, penyebabnya mayoritas adalah kehamilan remaja, gaya berpacaran anak yang berisiko terhadap kehamilan, serta pengaruh informasi atau role model di media sosial mempromosikan perkawinan.

2. Kesehatan

Faktor kedua yang paling banyak menjadi pendorong meningkatnya kasus perkawinan anak ini adalah faktor kesehatan.

Faktor kesehatan ini dipicu oleh kehamilan remaja, kondisi emosional dan mental remaja yang belum stabil, pengetahuan yang terbatas tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, serta pola berpacaran remaja yang berisiko.

Semua ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkawinan anak.

Baca juga: Perkawinan Usia Anak Memperbesar Risiko Kematian Ibu Muda

 

Para peneliti juga menemukan bahwa sebagian besar informan, terutama di SulawesiTengah, Jawa Barat dan Jawa Tengah berpendapat, penyebab praktik perkawinan anak mayoritas akibat kehamilan remaja, rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan gaya berpacaran yang berisiko.

Apalagi, orang tua yang mengetahui anaknya mengalami kehamilan remaja, biasanya segera mengawinkan anaknya segera mengawinkan anaknya.

Hal itu dilakukan sebagai bentuk permintaan atau pertanggungjawaban moral dari pasangan anak tersebut, sekaligus menyelamatkan martabat dan harga diri keluarga.

Baca juga: HUT Ke-493 Jakarta: Mendalami Pola Perkawinan Antarsuku di Ibu Kota

 

3. Pola asuh keluarga

Faktor berikutnya yang mendorong kasus perkawinan anak adalah pola asuh keluarga. 

Pola asuh dalam keluarga erat kaitannya dengan kejiwaan anak yang dapat berdampaknya pada keputusan anak terhadap hidupnya.

  • Anak korban perceraian orang tuanya berpotensi mengalami gangguan kejiwaan. Dalam situasi seperti ini, anak kemudian mencoba mencari tempat nyaman di luar rumah, seperti di rumah teman, di rumah pacar hingga akhirnya memutuskan menikah.
  • Anak yatim atau yang tidak tinggal dengan keluarga dekat atau walinya sehingga kurang mendapat perhatian dan pengasuhan layak, sehingga rentan melakukan tindakan beresiko termasuk perkawinan anak.
  • Anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, termasuk sikap orang tua yang acuh terhadap perkembangan anaknya sehingga mengakibatkan anak kurang memiliki motivasi untuk melakukan hal-hal yang positif dalam kehidupannya.
  • Anak dengan orang tua yang memiliki pola pikir dan pengasuhan yang terlalu kaku dan mempunyai kekhawatiran yang berlebihan terhadap pergaulan anak. Pola pikir orang tua seperti ini kemudian cenderung mendorong anak melakukan praktik perkawinan anak demi menghindari potensi dampak negatif dari pergaulan anaknya.

Baca juga: Jangan Salah, Manusia Prasejarah Sudah Paham Bahaya Perkawinan Sedarah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com