Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Hal Ini Bantu Optimalkan PSBB Jawa-Bali, dari Klinik Demam hingga 5M

Kompas.com - 08/01/2021, 18:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ahli menyebutkan bahwa pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jawa-Bali saja belum cukup untuk melandaikan kurva atau menekan laju penyebaran infeksi Covid-19 secara signifikan.

Hal ini disampaikan oleh Pakar Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman.

Menurut Dicky, PSBB hanyalah strategi tambahan dan masih memerlukan strategi utama agar dapat terlaksana dengan optimal untuk mencapai target memutuskan rantai penularan infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dan menekan tren kasus konfirmasi hingga kematian.

Baca juga: Epidemiolog: PSBB Jawa-Bali Saja Tak Cukup Landaikan Kasus Covid-19

Berikut 8 hal yang bisa dilakukan bersamaan dengan kebijakan PSBB, agar dapat menekan laju penyebaran Covid-19 secara optimal.

1. Tingkatkan kapasitas 3T

Dikatakan Dicky, PSBB hanyalah strategi tambahan, pemerintah juga harus dan terus menegakkan strategi utama dalam mengatasi persoalan mingkatnya kasus infeksi Covid-19 di Indonesia.

"Artinya harus ada strategi utama yang harus dilakukan oleh pemerintah di setiap tingkatan, yaitu tidak ada yang lain selain peningkatan deteksi dini kasus (tracing), skrining, tes," kata dia.

Untuk lebih memperkuat-menekan laju kasus infeksi Covid-19 ini, tentunya harus diperkuat dari aspek fundamentalnya berupa 3T yaitu Tes, Tracing (Penelusuran), dan Treatment (Isolasi/pengobatan), serta pelaksanaan 5M.

2. Klinik demam 

Peningkatan deteksi dini kasus, dengan skrining dan tes juga bisa dilakukan dengan membuat atau memfasilitasi adanya klinik demam.

Namun sebaiknya, klinik demam terletak di luar puskesmas atau rumah sakit, sehingga asien tidak menumpuk di rumah sakit.

Selain itu, kapasitas testing-tracing, isolasi serta karantina juga harus diperhatikan dan ditambah lagi.

Baca juga: Video Viral IGD Penuh, Epidemiolog Sarankan Klinik Demam untuk Skrining Covid-19

 

3. Optimalkan pelaksanaan 5M

Disebutkan dari berbagai studi-riset epidemiologi menunjukkan, bahwa faktor mobilitas, interaksi, kemudian adanya keramaian-kerumunan menjadi faktor penyebab yang dapat meningkatkan kasus infeksi Covid-19 secara signifikan.

Tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh wilayah di dunia saat ini.

"Sangat signifikan dalam memperburuk kondisi pandemi," ujar dia.

Sehingga, gerakan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan rutin, dan menjaga jarak aman, juga harus ditambah menjadi 5M yakni membatasi mobilitas dan interaksi, serta menghindari kerumunan dan keramaian.

4. Evaluasi PSBB

Dicky mengingatkan, PSBB yang akan diberlakukan nanti tidak cukup hanya diberlakukan dengan imbaun dan sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada masyarakat yang melanggar.

Tetapi, poin penting yang tidak boleh dilupakan adalah PSBB yang diberlakukan nanti harus dievaluasi.

"Dan juga ini harus dievaluasi, pengetatan pembatasan sosial ini pada saat ini kan belum dalam kategori ideal dalam arti menyeluruh, baru pada lokasi dan kota-kota besar, atau kota satelit dan sekitarnya," ucap dia.

Baca juga: Jakarta Zona Merah Pandemi, Berapa Lama Durasi Ideal untuk PSBB Total?

5. PSBB tidak cukup 2 minggu

Terkait PSBB Jawa-Bali yang akan diberlakukan mulai 11-25 Januari 2021 mendatang, menurut Dicky, jika melihat kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini, maka waktu 2 minggu untuk pelaksanaan PSBB tidaklah cukup.

"Nah, ini kita harus lihat dampaknya dalam dua minggu. Yang jelas, umumnya namanya lockdown atau PSBB itu efektif minimal 1 bulan, enggak akan cukup 2 minggu," tuturnya.

6. Pemahaman bersama

Agar implementasi kegiatan pembatasan Jawa-Bali ini dapat diambil manfaatnya dengan optimal dan maksimal, maka yang harus dilakukan adalah membangun pemahaman bersama.

"Awareness, kewaspadaan, persepsi risiko yang sama, ini adalah lehernya komunikasi risiko, ini PR-nya kita (dalam mengatasi pandemi)," kata dia.

Sebab, berdasarkan yang terjadi, kata dia, selama ini ada perbedaan pemahaman menghadapi pandemi Covid-19; pemerintah merasa biasa saja, masyarakat juga cuek-cuek saja merasa tidak ada situasi serius.

Menurutnya, hanya sebagian masyarakat yang menganggap pandemi Covid-19 serius.

Meski, para akademisi sudah mengingatkan, tampaknya masih belum ditemukan titik tengah dalam menangani pandemi Covid-19 ini.

"Nah ini artinya, komunikasi risikonya tidak pas dan dalam hal ini harus kita samakan," ucap dia.

Baca juga: Jakarta Terapkan PSBB Total, Epidemiolog Minta Jangan Main-main Lagi

7. Sinergi bersama 

Walaupun aspek kesehatan yang menjadi leading sektor permasalahan pandemi Covid-19 saat ini, sinergi mengatasinya juga harus ditunjang dengan sektor lain.

"Artinya, ketika (seluruh sektor dan lapisan masyarakat) ini sudah berkolaborasi, bersinergi, maka ini akan lebih jauh peluang keberhasilan (mengatasi pandemi Covid-19)," tegasnya.

Ia mengingatkan, kepada para pengambil kebijakan, agar dapat merujuk pada bukti-bukti saintis dan pakar-pakar yang terkait atau releban-mumpuni dan memahami titik persoalan pandemi Covid-19 ini.

"Tidak harus di level internasional-nasional, di level lokal pun ada (pakar-pakar), jadikan rujukan, jadikan juga terlibat (dalam memutuskan kebijakan)," tuturnya.

Pakar-pakar relevan yang dimaksudkan tidak hanya ahli kesehatan, melainkan juga bisa ahli sosial, sosiologi, psikolgi, ekonomi, dan lain sebagainya, karena persoalaan pembatasan, akan banyak aspek yang terlibat selain aspek kesehatan saja.

8. Patuhi intervensi yang baik

Masyarakat secara luas, dalam mengatasi pandemi Covid-19 juga harus diberikan pemahaman, bahwa intervensi yang dikeluarkan oleh pemangku kebijakan merupakan intervensi yang begitu penting untuk keberlangsungan kehidupan bersama.

Perlu diingat, intervensi yang diberlakukan seperti PSBB dan 5 M itu bertujuan untuk mengendalikan pandemi Covid-19, dan menurunkan angka kematian.

Sebab, jika pandemi Covid-19 ini semakin tidak terkendali, maka sangat mungkin bisa terciptanya strain-strain virus yang baru dan akan merugikan seluruh pihak, bahkan personal-individu.

"Kalau pandemi makin tidak terkendali, terciptanya strain-strain baru yang akan merugikan itu besar kemungkinan bisa terjadi," jelas dia.

Baca juga: Ilmuwan Ingatkan Mutasi Virus Perburuk Gelombang Covid-19, Kenapa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com