Walau begitu ditunjukkan, terdapat korelasi antara masing-masing kelompok yang berbeda dengan parameter kekebalan konkrit.
Misalnya proses sakit dengan demam tinggi pada pasien Covid-19, berkorelasi dengan memori kekebalan tubuh, dan ini menjadi indikasi tegas adanya sebuah imunitas jangka panjang.
Sebaliknya, kehilangan indera penciuman dan pengecap pada pasien Covid-19 dikaitkan dengan tingginya kadar T-Lymphocite.
Pada peneliti juga bisa membuat sejumlah biomarker penting Covid-19 dari sampel darah pasien.
Mereka menemukan, infeksi Covid-19 setelah 10 minggu meninggalkan perubahan tegas pada sistem kekebalan tubuh pasien. Ini menjadi semacam sidik jari di dalam darah bekas pasien.
Baca juga: Mengenal Long Covid dari Gejala, Deteksi hingga Dinyatakan Sembuh
Jumlah granulocyt yang biasanya dalam sistem kekebalan tubuh berfungsi memerangi bakteri patogen pada kelompok Covid-19 yang secara signifikan lebih rendah dibanding normal.
“Ini hal yang mencegangkan dan sama sekali baru,“ ujar pakar imunologi itu dalam wawancara dengan DW.
“Untuk itu, sel kekebalan tubuh terus mengembangkan memori dan sel-T dalam kondisi sangat aktif. Hal tersebut menunjukkan, sistem kekebalan tubuh bahkan beberapa minggu setelah infeksi pertama, tetap melawan penyakit secara intensif,“ tambah Winfried Pickl.
Rincian ini bisa menjelaskan mengapa banyak mantan pasien Covid-19 yang sembuh tetap merasa lemah dalam jangka panjang.
Di sisi lain, dalam waktu bersamaan sel-sel T peregulasi menurun tajam. Sebuah kombinasi sangat berbahaya, yang dapat mengarah pada penyakit autoimun.
Selain itu, juga bisa dibuktikan, sel-sel imunitas yang memproduksi antibodi, berkembang biak dalam darah pasien Covid-19 yang sembuh. Semakin hebat demam yang diderita pasien dengan gejala sedang, makin tinggi pula tingkat kekebalan terhadap virus corona.
"Temuan kami bisa menjadi kontribusi untuk memahami lebih baik penyakit ini. Juga membantu dalam pengembangan kandidat vaksin, karena kami sekarang bisa melacak biomarker yang potensial dan dapat melakukan monitoring lebih baik lagi,“ papar tim peneliti dari Universitas Kedokteran Wina itu dalam artikel ilmiahnya.
“Kami sekarang mengetahui bahwa T-Lymphocite merupakan paremeter penting, jika kami menganalisis kandidat vaksin,“ pungkas Pickl.
Baca juga: Rusaknya Paru-paru Korban Virus Corona Jelaskan Misteri Long Covid
Penelitian itu terutama menunjukkan sistem kekebalan tubuh manusia, menangkal sebuah penyakit dengan bantuan sel-sel kekebalan dan antibodi, ibarat pertahanan ganda dalam sepak bola modern.
Sel-sel kekebalan tubuh bisa megenali pola serangan virus dari memori yang dimiliki, dan bereaksi terhadap serangan.
Kini masalahnya adalah bagaimana menerapkan semua pengetahuan ini dalam praktik, terutama dalam terapi pengobatan pasien Covid-19, serta dalam pengembangan vaksin yang ampuh, aman, dan efektif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.