Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM: Stop Kosmetik Bermerkuri, Bisa Berdampak Kanker hingga Gangguan Ginjal

Kompas.com - 17/09/2020, 09:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Umumnya, logam merkuri ini terdapat dipertambangan, bebatuan, polusi udara, yang saat ini sering disalahgunakan sebagai salah satu bahan tambahan untuk produk kosmetik, terutama dengan tujuan supaya penggunaan produk itu bisa membuat kulit cepat putih.

Maya menjelaskan, penambahan merkuri pada produk kosmetik itu tidak lepas dari persepsi yang ada di masyarakat sendiri tentang kulit putih dianggap menjadi tolak ukur cantik.

"Ini persepsi yang salah di masyarakat Indonesia," ujarnya.

Padahal seharusnya, kata dia, kita sebagai orang Indonesia dengan warna kulit yang beragam dapat menerima itu sebagai sesuatu yang harus disyukuri.

"Warna kulit yang gelap, kuning langsat, kecokelatan itu warna kulit yang cantik, yang eksotik, dan orang di Eropa malah pengen (warna) kulit kayak kita orang Indonesia," tuturnya.

Baca juga: Kosmetik Bermerkuri Dilarang, Kok Masih Banyak Beredar di Pasaran?

Namun, persepsi itulah yang dipergunakan oleh para pedagang untuk memasarkan dan menjual produknya agar laku.

Maya mengingatkan bahwa kosmetik itu pada dasarnya adalah suatu produk yang dipergunakan di luar tubuh manusia, dengan tujuan sebagai berikut.

  • Membantu membersihkan
  • Mewangikan
  • Mengubah penampilan sesaat saja saat pemakaian kosmetik, tetapi bukan operasi yang mengubah permanen
  • Memperbaiki bau badan
  • Melindungi
  • Memelihara tubuh pada kondisi baik

Jadi, kata Maya, kalau ada kosmetik yang dapat menyembuhkan bekas luka, itu bukan kosmetik. Kosmetik hanya membantu saja bukan untuk mengobati.

"Dan merkuri sendiri bahan yang dilarang untuk ditambahkan di dalam kosmetik, dalam bentuk apapun dilarang. Berarti kalau ada kosmetik yang mengandung merkuri itu berarti ilegal," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com