Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relawan Kena Covid-19, Apakah Vaksin Corona Sinovac Gagal? Ini Kata Ahli

Kompas.com - 13/09/2020, 17:41 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu dilaporkan seorang relawan uji coba vaksin corona Sinovac terinfeksi Covid-19.

Kabar ini lantas menggemparkan masyarakat dan menyebabkan keraguan terhadap efektivitas vaksin yang dikembangkan perusahaan asal China tersebut.

Menanggapi hal tersebut Ahli Biologi Molekuler Indonesia Ahmad Utomo mengungkapkan bahwa peristiwa ini tidak berarti bahwa vaksin gagal memproteksi dari infeksi virus corona.

"Ini bukan gagal proteksi, karena kita masih melakukan uji klinis. Sebab, uji klinis masih akan berlangsung hingga Desember 2020 atau Januari 2021," kata Ahmad kepada Kompas.com, Minggu (13/9/2020).

Kendati demikian, hal yang perlu ditekankan dalam kasus ini, kata Ahmad, yakni status relawan pada pasien tersebut.

Baca juga: Tak Hanya di Indonesia, Vaksin Corona Sinovac Juga Diuji Klinis di Bangladesh dan Brasil

 

Sebab, menurut dia, status tersebut tidak perlu dibuka, namun memang statusnya sebagai penyintas Covid-19 perlu dipublikasikan.

Tujuannya, untuk keperluan tracing atau kontak telusur sebagai upaya mengendalikan potensi penularan virus.

Menjelaskan perihal kasus relawan vaksin corona terinfeksi Covid-19 tersebut, Ahmad menyampaikannya dalam video yang diunggahnya di situs YouTube.

Baca juga: Uji Klinis Vaksin Covid-19 Sinovac Disetujui, Apa Syarat Jadi Relawan?

 

Namun, terkait klaim masyarakat bahwa vaksin Sinovac yang sedang diuji klinis itu gagal, Ahmad menduga ada pemahaman yang tidak tersampaikan.

Uji klinis vaksin corona buatan Sinovac, perusahaan bioteknologi asal China itu, saat ini sedang dalam uji fase 3 yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran, Bandung.

"Dalam bayangan masyarakat, sebanyak 1.600 relawan itu, kesemuanya diberikan vaksin. Kalau menganggapnya demikian, maka wajar jika mereka gagal, kok, sudah divaksinasi masih terkena Covid-19," ungkap Ahmad.

Padahal, penting memahami bahwa dalam uji klinis vaksin Sinovac, ribuan relawan yang menjadi sampel tidak semuanya akan disuntik dengan vaksin.

Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Simulasi tersebut dilakukan untuk melihat kesiapan tenaga medis dalam penanganan dan pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada 1.620 relawan. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz *** Local Caption *** 
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Simulasi tersebut dilakukan untuk melihat kesiapan tenaga medis dalam penanganan dan pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada 1.620 relawan. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz *** Local Caption ***

 

Kelompok plasebo dan vaksin

Ahmad menjelaskan dari 1.600 orang, terbagi dua kelompok relawan, satu kelompok diberikan vaksin Sinovac, sedangkan kelompok kedua hanya diberikan plasebo.

Hal yang perlu diketahui oleh masyarakat adalah, kata Ahmad, uji klinis untuk melihat efektivitas vaksin yakni dilakukan secara acak atau randomisasi yang sifatnya "double blind".

"Artinya, baik yang divaksinasi maupun yang memberi vaksinasi, sama-sama tidak tahu, apakah yang disuntikkan tersebut vaksin atau plasebo," jelas Ahmad.

Demikian juga pada kasus relawan vaksin terinfeksi Covid-19, dia juga tidak mengetahui apakah dirinya mendapatkan vaksin virus corona atau hanya plasebo.

"Jadi ini bukan satu bukti bahwa vaksin itu telah gagal. Kita akan lihat sekitar bulan Desember 2020 atau Januari 2021, akan dibuka datanya. Lalu dianalisa dan dibandingkan," ungkap Ahmad.

 

Baca juga: Vaksin Corona Oxford-AstraZeneca, Negara Ini Siap Lanjutkan Uji Coba

 

Data tersebut akan menunjukkan perbandingan dari kelompok yang diberikan vaksin dan yang diberikan plasebo, mana yang lebih banyak terinfeksi Covid-19.

Perbandingan ideal efektivitas vaksin

Lebih lanjut Ahmad menjelaskan bahwa nantinya pada akhir tahun 2020 atau awal 2021, data uji klinis akan sedikit menunjukkan hasil perbandingan dari dua kelompok relawan yang telah diberikan vaksin dan plasebo.

Ahmad mengungkapkan apabila hasilnya menunjukkan bahwa lebih banyak relawan yang divaksin terkena Covid-19, maka secara etika uji klinis tersebut harus dihentikan.

"Tetapi kalau misalnya sama-sama tidak terjadi Covid-19 itu hingga Desember maupun Januari, maka itu juga dianggap gagal," ungkap Ahmad.

Kenapa hal ini bisa mungkin terjadi, Ahmad menjelaskan pemerintah Jawa Barat sangat agresif dalam mengkampanyekan 3T (test, tracing, treatment) dan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak).

Baca juga: Vaksin Corona dari Raksasa Farmasi China Ini Tetapkan Harga Termahal di Dunia

 

Akibatnya, bisa saja perilaku dan penerapan protokol kesehatan ini membuat masyarakat menjadi terhindar dari infeksi.

"Tapi sebenarnya targetnya di bulan Juli. Kalau Desember atau Januari nanti tidak ada kasus Covid-19 yang ditunjukkan pada relawan, maka uji klinis akan diperpanjang sampai Juli," imbuh Ahmad.

Idealnya uji klinis vaksin Sinovac ini efektif jika terdapat 0 kasus Covid-19 per 800 orang (relawan disuntik vaksin). Dan 80 kasus Covid-19 per 800 orang (disuntik plasebo).

"Artinya, berarti vaksin corona ini memberikan proteksi 100 persen terhadap infeksi virus corona baru, SARS-CoV-2," jelas Ahmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com