Sehingga, steroid ini dapat dimanfaatkan untuk meredam sistem kekebalan tubuh, agar tidak terlalu berlebihan merespon infeksi yang dapat menyebabkan badai sitokin.
Bukti dari penelitian ini menunjukkan saat pasien diberikan kortikosteroid, dari 1.000 pasien, hanya ada 87 kematian, perwakilan WHO Janet Diaz seperti dikutip dari Reuters.
"Hasil ini sangat mengesankan, ini bukan obatnya. Jadi, penting bagi kami untuk menjaga semua strategi pencegahan," kata Anthony Gordon dari Imperial College London, yang juga mengerjakan analisis tersebut.
Para peneliti menekankan bahwa penggunaan obat steroid hanya dapat diberikan pada pasien dengan penyakit parah.
Baca juga: Amerika Serikat Izinkan Pengobatan Covid-19 dengan Plasma Konvalesen, Begini Cara Kerjanya
Sebab, efek samping steroid dapat sangat berbahaya, terutama pada pasien lanjut usia. Padahal, mayoritas pasien yang terinfeksi virus corona baru ini adalah orang lanjut usia.
Obat-obatan dapat membuat pasien rentan terhadap infeksi lain, dapat meningkatkan kadar glukosa darah, dan dapat menyebabkan kebingungan dan delirium.
Dalam uji klinis, hanya pasien yang paling sakit saja yang diobati dengan steroid.
Baca juga: WHO: Kasus Covid-19 Global Tembus 22 Juta, Herd Immunity Tidak Akan Tercapai
Namun, tidak ada kepastian bahwa mereka yang kurang sakit dapat mendapat manfaat atau efek samping dari steroid.
Kendati demikian, secara keseluruhan, para ilmuwan meyakini studi tersebut tampaknya mengkonfirmasi janji dari obat steroid untuk mengobati pasien yang sakit parah dengan Covid-19.
WHO telah memperingatkan dengan tegas dalam panduan pengobatan Covid-19, bahwa penggunaan steroid tidak boleh dilakukan sembarangan, yakni hanya untuk pasien yang sakit parah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.