Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Orang Tanpa Gejala Covid-19, Ilmuwan Ungkap Partikel Cacat Virus Corona

Kompas.com - 13/07/2020, 16:00 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber SCMP

KOMPAS.com - Virus corona kemungkinan menghasilkan partikel "dummy" yang cacat, dan dapat menyebabkan beberapa orang tanpa gejala (OTG) positif terhadap patogen.

Menurut ilmuwan China, seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Senin (13/7/2020), sekitar 20 persen dari pasien yang terinfeksi virus corona tidak menunjukkan gejala sakit.

Bahkan, beberapa peneliti khawatir bahwa 'silent spreaders' atau penyebar diam ini dapat menabur benih Covid-19 di seluruh dunia.

Dalam satu kasus, seorang pasien di kota Chongqing, China barat daya, dinyatakan positif selama dirawat di rumah sakit selama 45 hari tanpa ada gejala penyakit ini.

Baca juga: Hubungan Orang Tanpa Gejala dengan Sistem Kekebalan Tubuh

Tidak diketahui mengapa beberapa orang tidak menunjukkan gejala, tetapi penelitian baru menunjukkan kasus-kasus ini tidak perlu menjadi perhatian besar.

Partikel virus tidak beraturan

Dalam makalah non-peer-review yang diunggah di situs jurnal pracetak bioRxiv.org pada 9 Juli lalu, para peneliti yang dipimpin Profesor Li Lanjuan dari State Key Laboratory for Diagnosis and Treatment of Infectious Diseases di Zhejiang University menemukan sel yang terinfeksi virus melepaskan sejumlah besar partikel yang tidak diketahui.

Ilustrasi corona virus (Covid-19)shutterstock Ilustrasi corona virus (Covid-19)

Baca juga: Studi Corona: OTG Masih Jadi Ancaman Penyebaran Covid-19, Kok Bisa?

Partikel-partikel tersebut memiliki gen virus corona baru, SARS-CoV-2, namun tidak lengkap dan tidak terbungkus dalam membran pelindung.

Beberapa di antaranya terlihat lebih kecil dari virus normal dan banyak bentuknya tidak beraturan.

Temuan ini pertama kalinya bagi para ilmuwan, melihat partikel sedemikian dekat dengan sel yang terinfeksi virus corona, dan tidak jelas partikel apa itu.

Li menduga partikel tersebut adalah DIP, atau partikel-partikel pengganggu yang rusak. DIP adalah salinan yang tidak akurat yang dibuat virus saat bereplikasi.

Virus corona menyimpan gennya dalam asam ribonukleat beruntai tunggal yang realtif longgar, yang rentan terhadap kesalahan replikasi, seperti hilangnya gen terkait protein.

Pasien orang tanpa gejala (OTG) dan pasien reaktif hasil rapid test Covid-19 melakukan senam pagi bersama relawan dan tenaga medis di Rumah Singgah Karantina Covid-19, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). Rumah Singgah Karantina Covid-19 ini merawat 33 pasien OTG Covid-19  dan 12 orang reaktif hasil rapid test.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Pasien orang tanpa gejala (OTG) dan pasien reaktif hasil rapid test Covid-19 melakukan senam pagi bersama relawan dan tenaga medis di Rumah Singgah Karantina Covid-19, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). Rumah Singgah Karantina Covid-19 ini merawat 33 pasien OTG Covid-19 dan 12 orang reaktif hasil rapid test.

OTG sebabkan kasus Covid-19 tinggi

Li dan timnya di Universitas Tsinghua, Beijing menyebut ada penghapusan kecil dalam genom dan sejumlah besar partikel.

Partikel-partikel ini dapat menjelaskan infeksi tanpa gejala pada tingkat molekuler.

Beberapa peneliti juga berpendapat, pembawa virus tanpa gejala dapat menjadi penyebab awal peningkatkan kasus Covid-19 di beberapa negara, tetapi sejauh ini belum ada bukti reproduksi virus dari kasus tersebut.

Kendati demikian, kekhawatiran semacam itu akhirnya mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menarik pernyataan pada April lalu, terkait pasien tanpa gejala tidak mungkin menyebarkan virus.

Baca juga: Benarkah Sinar Matahari Membunuh Virus Corona? Ini Penjelasannya

Li dan timnya, dalam suatu pernyataan mengungkapkan sejumlah kecil virus penuh terdeteksi dengan partikel cacat atau rusak tersebut.

Mereka juga belum dapat memastikan apakah partikel rusak tersebut dapat menyebabkan beberapa gejala pada orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 ini.

Para peneliti juga menemukan bukti bahwa jenis virus dominan yang beredar di Eropa dan Amerika Serikat lebih menular daripada di China, sebab memiliki lebih banyak protein spike.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com