Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antropolog Jelaskan Asal-usul Rasisme di Indonesia

Kompas.com - 04/06/2020, 13:30 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Tragedi kematian George Floyd di Amerika Serikat mencuatkan kembali isu rasisme warga kulit hitam #BlackLivesMatter di berbagai wilayah dunia.

Di Indonesia, isu rasisme yang muncul berupa kampanye #PapuaLivesMatter, yang mengangkat kembali isu diskriminasi penduduk Indonesia terhadap warga Papua.

Associate Professor Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Drs Irwan Martua Hidayana, M.A., menyebutkan bahwa rasisme secara umum didasari oleh perbedaan biologis.

“Secara umum, rasisme merupakan sebuah pandangan, sikap, dan tindakan yang diskriminatif terhadap kelompok tertentu atas dasar perbedaan biologis,” tuturnya kepada Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Baca juga: Apakah Rasisme Penyakit Mental? Psikiater Menjawab Ya

Hal serupa diungkapkan oleh Guru Besar Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM), Prof Dr Heddy Shri Ahimsa-Putra, MA, M.Phil.

“Setiap manusia sebetulnya pasti membedakan satu sama lain berdasarkan ciri fisik. Klasifikasi terhadap manusia, semua orang pasti melakukannya. Tapi ketika satu ras dianggap lebih tinggi derajatnya, dianggap lebih baik, itu namanya rasisme. Secara pengalaman manusia, rasisme terburuk adalah zaman Nazi terhadap Yahudi,” papar Heddy kepada Kompas.com.

Ada negara-negara dengan isu rasisme yang sangat kuat, Amerika Serikat misalnya. Namun Indonesia juga tidak lepas dari isu rasisme, yang disebut Irwan dan Heddy muncul pada masa kolonial.

Sejak zaman penjajahan

Irwan menjelaskan rasisme di Indonesia punya sejarah panjang.

“Rasisme tidak lepas dari warisan kolonial. Bagaimana dulu Belanda (Eropa) membuat stratifikasi sosial pada masyarakat jajahannya,” ungkapnya.

Di Indonesia stratifikasi tersebut terbagi menjadi tiga. Yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing yang pada masa itu didominasi keturunan Tionghoa dan Arab, serta golongan pribumi.

“Dari situ kita bisa lihat akar rasisme. Kemudian rasisme semakin terbentuk pada masa Orde Baru, ketika pemerintah melakukan represi terhadap etnis Tionghoa,” tambah Irwan.

Baca juga: Ras Tidak Sama dengan Etnis, Simak Perbedaannya

Heddy juga menyebutkan hal serupa, rasisme di Indonesia muncul ketika Dutch East India Company (Vereenigde Oostindische Compagnie/ VOC) menetapkan stratifikasi kemudian melegalkannya.

“Lebih parahnya lagi, golongan-golongan itu dipertajam dengan legalitas. Bahkan dulu, orang pribumi tidak boleh masuk stadion sepakbola,” tutur Heddy kepada Kompas.com.

Papua tidak sama dengan AS

Mengenai #PapuaLivesMatter, Irwan menjelaskan bahwa suku-suku di Papua memang berbeda secara biologis dengan wilayah lain di Indonesia. Namun menurutnya, rasisme terhadap orang Papua juga terbentuk pada masa Orde Baru.

“Saya pikir di rasisme di Papua juga tidak bisa lepas dari Orde Baru, ketika daerah tersebut menjadi lokasi operasi militer tahun 1974. Menurut saya ada andil sejarah tersebut dalam diskriminasi yang sekarang,” tambahnya.

Namun, kedua antropolog menekankan isu rasisme di Papua berbeda dengan AS. Heddy menyebutkan bahwa diskriminasi di Papua berbeda dengan perbudakan orang kulit hitam yang pernah terjadi di Amerika Serikat.

Baca juga: Sagu Papua untuk Kebutuhan Pangan Indonesia dan Dunia

“Orang kulit hitam menjadi budak di AS itu sejarahnya sangat panjang. Sementara di sini, masalahnya adalah perlakukan terhadap kawasan itu (Papua) yang tidak bagus. Sempat ada perhatian terhadap kawasan timur Indonesia yang tertinggal. Mungkin masih ada rasa marah, rasa sakit hati yang dirasakan oleh orang Papua pada masa lampau,” lanjut Heddy.

Seorang lelaki memegang plakat Stop Killing Black People ketika memprotes di dekat daerah tempat seorang petugas Kepolisian Minneapolis yang diduga membunuh George Floyd, pada 26 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat.AFP/KEREM YUCEL Seorang lelaki memegang plakat Stop Killing Black People ketika memprotes di dekat daerah tempat seorang petugas Kepolisian Minneapolis yang diduga membunuh George Floyd, pada 26 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat.

Lebih lanjut ia menjelaskan, justru isu besar yang terjadi di Indonesia sejak masa lampau adalah rasisme terhadap keturunan Tionghoa.

“Pemerintah pada masa lampau melakukan represi sedemikian rupa (terhadap keturunan Tionghoa), sehingga efeknya terasa sampai sekarang,” lanjut Heddy.

Minoritas dalam mayoritas

Heddy menjelaskan bahwa di Indonesia, rasisme akan terasa apabila terdapat kaum minoritas dalam hal biologis di dalam sebuah populasi mayoritas.

“Di Papua sendiri rasisme itu ada, ada sebutan ‘rambut lurus’ dan ‘rambut keriting’. Rasisme menguat di beberapa tempat, tapi tidak kuat di beberapa tempat lainnya,” tutur ia.

Baca juga: Bagi Pakar DNA, Kulit Hitam Moyang Orang Inggris Bukan Hal Aneh

Heddy mencontohkan populasi India di Sumatera Utara serta keturunan Tionghoa di Kalimantan.

“Orang Batak Melayu menyebut keturunan India sebagai ‘orang keling’. Ini karena secara biologis bentuk fisik mereka berbeda. Tapi lain halnya dengan keturunan Tionghoa di Kalimantan, yang lebih tidak masalah karena secara biologis mereka mirip,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com