Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Hati-hati Klaim Melambat, Indonesia Belum Punya Kurva Covid-19

Kompas.com - 12/05/2020, 17:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tiga hal sebelum membaca kurva epidemi Covid-19

Sebelum membaca kurva epidemi, ada tiga hal yang perlu dicermati:

Pertama, sumbu Y terkait dengan jumlah kasus baru, maka jumlah orang yang diperiksa perlu diketahui sebelumnya.

Memang tidak akan ada orang yang tahu seberapa banyak sesungguhnya orang yang terinfeksi. Sehingga semakin banyak pemeriksaan terhadap orang yang berisiko tertular Covid-19, maka semakin baik kurva epidemi menjelaskan realitas yang sedang terjadi.

Dengan kata lain, besaran jumlah orang yang diperiksa menentukan seberapa besar derajat kepercayaan kita terhadap kurva epidemi.

Contohnya, kita pilih Vietnam, negara berkembang di Asia Tenggara yang mengklaim sukses mengendalikan penularan Covid-19. Negara ini memeriksa 2.2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk.

Cakupan pemeriksaan Vietnam 10 kali lipat dari Indonesia, sehingga klaim penurunan kasus baru di Vietnam lebih meyakinkan karena mereka memeriksa lebih banyak orang yang berisiko.

Mari kita gunakan statistik lain.

Dari sekitar 8.000 orang yang diperiksa, Vietnam menemukan 1 kasus positif Covid-19. Sedangkan Indonesia, dari 7 orang diperiksa, 1 kasus positif langsung ditemukan.

Artinya, klaim bahwa kasus baru telah turun di Vietnam lebih meyakinkan karena mereka telah berusaha keras mencari satu kasus positif saja. Sedangkan di Indonesia, satu kasus positif ditemukan cukup dengan memeriksa 7 orang. Dengan kata lain, masih banyak orang yang terinfeksi tetapi belum diperiksa.

Kedua, sumbu X dari kurva epidemi terkait dengan patokan waktu analisis. Idealnya, untuk Covid-19, kurva epidemi menggunakan patokan tanggal orang terinfeksi, bukan tanggal mulai bergejala, apalagi tanggal kasus dilaporkan oleh otoritas.

Untuk menentukan waktu orang terinfeksi, perlu ada penyelidikan epidemiologi.

Contoh hasil penyelidikan epidemiologi yang terang benderang adalah ketika Kementerian Kesehatan menelusuri kasus terkonfirmasi Covid-19 pertama di Indonesia.

Kasus nomor 1 muncul setelah dia dan sekitar 50 orang berdansa dalam satu ruangan dengan warga negara Jepang (yang belakangan diketahui positif Covid-19) pada tanggal 14 Februari. Penelusuran Kementerian Kesehatan menunjukkan pasien nomor 1 mulai bergejala pada 15 Februari, masuk rumah sakit 27 Februari, diambil sampelnya 1 Maret dan dilaporkan positif 2 Maret.

Ada selang waktu 18 hari antara tanggal kemungkinan tertular dan tanggal kasus dilaporkan positif.

Karena penyelidikan epidemiologi ini membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga terlatih, maka para ahli ilmu epidemiologi menggunakan patokan waktu lain misalnya tanggal mulai bergejala. Namun, interpretasi kurva tetap mesti berhati-hati karena 5-80% orang positif SARS-CoV-2 tidak memiliki gejala saat diperiksa.

Alternatif lain, menggunakan tanggal diambilnya sampel pemeriksaan sebagai patokan waktu analisis.

Gambar berikut memperlihatkan kurva epidemi yang menggunakan patokan waktu analisis seperti tanggal mulai bergejala dan tanggal sampel diperiksa.

China Center of Disease Control Ilustrasi kurva epidemi COVID-19 di Cina menggunakan patokan waktu tanggal mulai bergejala dan tanggal diagnosis.

Gambar A (grafik atas) memperlihatkan kurva epidemi antara tanggal 8 Desember 2019 dan 11 Februari 2020. Analisis diperoleh dari 72.314 kasus Covid-19 di China yang dikategorikan ke dalam empat kelas yaitu kasus terkonfirmasi (biru), suspek (hijau), diagnosis secara klinis (kuning), dan kasus tanpa gejala (merah).

Jumlah orang dari keempat kelas diletakkan bertumpuk untuk memperlihatkan total kasus baru harian (sumbu Y) diplot berdasarkan tanggal pasien mulai bergejala (sumbu X).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com