Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Kondisi Pasien Corona Bisa Memburuk pada Minggu Kedua?

Kompas.com - 29/04/2020, 11:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Sekitar 15 persen orang yang terinfeksi virus corona harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Namun, sejumlah pasien kondisinya memburuk pada minggu kedua setelah menunjukkan adanya gejala.

Hal ini seperti dialami seorang pasien Covid-19 di Kepahiang, Bengkulu, yang telah menjalani isolasi sejak Selasa (21/4/2020).

Menurut laporan media lokal, tiga warga Desa Tebat Monok yang dinyatakan positif dan dirujuk ke RSUD Kepahiang, terdiri atas ayah, ibu, dan anak.

"Ibu dan anak dalam kondisi stabil, tetapi sang suami atau ayah dalam mengalami gangguan pada saluran pernapasan atas yang buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Bengkulu, Herwan Antoni.

Para pakar menggambarkan situasi ini sebagai "ambruk pada minggu kedua".

Baca juga: Benarkah Pandemi Corona di Indonesia Sudah Mencapai Puncak Saat Ini?

"Mereka akhirnya dirawat di rumah sakit, dan sekitar tiga hari kemudian, mereka harus masuk ke unit perawatan intensif," kata Mark Nicholls, spesialis perawatan intensif dari Australian and New Zealand Intensive Care Society.

Kondisi serupa dialami Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang tadinya dikabarkan hanya mengalami gejala ringan Covid-19, hingga akhirnya dimasukkan ke ICU.

Meski kebanyakan orang yang terinfeksi Covid-19 hanya mengalami gejala ringan dan akhirnya sembuh dalam waktu satu atau dua minggu, tercatat ada 15 persen yang harus dirawat di rumah sakit. Lima persen di antaranya kritis.

Mungkin bukan virusnya, melainkan respons imun

Para pakar medis menyebutkan, dalam beberapa kasus terutama ketika kondisi pasien memburuk belakangan, penyebabnya bisa jadi bukan karena virusnya, melainkan justru karena respons tubuh terhadap virus.

Artinya, jumlah oksigen pada aliran darah Anda menurun, sehingga organ tubuh kekurangan oksigen.

Ketika sistem kekebalan tubuh mendeteksi adanya penyerang seperti SARS-CoV-2, ia memicu serangkaian respons untuk menahan dan membasmi infeksi.

 

Salah satunya, pelepasan protein pensinyalan kecil yang disebut sitokin, yang biasanya menyebabkan peradangan.

Dalam kebanyakan kasus, respons imun bekerja dengan cara memadamkan infeksi dan respons peradangan tidak bekerja.

Namun, terkadang sistem kekebalan tubuh secara keliru menjadi berlebihan dan tetap aktif lama setelah virus tak lagi menjadi ancaman.

Tangkapan layar kondisi paru-paru milik seorang pasien anak berusia 7 tahun yang diduga positif terinfeksi virus corona. Perbandingan kedua foto paru kurang dari 24 jam infeksi semakin meluas telah terjadi pneumonia bilateral. Facebook Moh Ramadhani Soeroso Tangkapan layar kondisi paru-paru milik seorang pasien anak berusia 7 tahun yang diduga positif terinfeksi virus corona. Perbandingan kedua foto paru kurang dari 24 jam infeksi semakin meluas telah terjadi pneumonia bilateral.

Baca juga: Tanggapan Ahli UI Soal Prediksi Corona di Indonesia Berakhir Juni

Alasan kondisi kesehatan menurun

Sangat sulit untuk mengetahui sejauh mana sistem imun seseorang menyebabkan kerusakan dalam kasus Covid-19.

"Sistem imun pada kebanyakan orang memiliki peran yang sangat bermanfaat," kata Dr Julian Elliot, Direktur Klinis Satuan Tugas Covid-19 di Australia.

Orang yang mengalami penyakit Covid-19 yang lebih serius biasanya memiliki tanda-tanda peningkatan peradangan, terutama di paru-paru.

"Biasanya orang merasa normal saja, padahal sebenarnya sudah menderita radang paru-paru dengan tingkat oksigen yang cukup rendah," kata Dr Elliot.

Pneumonia merupakan infeksi paru-paru di mana kantung udara meradang dan dapat terisi oleh cairan. Ketika penyakit berkembang, pneumonia biasanya menjadi lebih buruk.

 

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

"Pada tahap banyak peradangan di paru-paru, sering kali memiliki kadar oksigen sangat rendah, sehingga harus dibantu ventilator," jelas Dr Elliot.

Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari pneumonia Covid-19 yaitu kemungkinan bisa memburuk tanpa mereka sadari.

Biasanya pneumonia membuat orang merasa tidak nyaman di bagian dada atau kesulitan bernapas.

Namun, sejumlah pasien Covid-19 justru tak merasakan sesak napas, bahkan ketika kadar oksigennya turun.

Artinya, dalam kasus Covid-19, meski tingkat oksigen dalam tubuh seseorang cukup rendah, ia tidak merasa terengah-engah.

Itulah yang mungkin menjelaskan mengapa sejumlah pasien dengan gejala ringan tiba-tiba kondisinya mengalami penurunan drastis.

Obat antiperadangan

Reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan atau badai sitokin membantu menjelaskan mengapa ada orang mengalami reaksi yang parah terhadap Covid-19, sedangkan yang lain relatif ringan.

Mereka yang berusia lebih tua memiliki kondisi medis kronis atau sistem kekebalan tubuh yang terganggu, umumnya bisa mengalami lebih parah saat terinfeksi Covid-19.

 

7 perusahaan berpacu temukan obat yang dapat sembuhkan infeksi virus coronaShutterstock.com 7 perusahaan berpacu temukan obat yang dapat sembuhkan infeksi virus corona

"Dalam kasus-kasus orang berusia muda yang kondisinya parah, kemungkinan respons imun yang terlalu aktif sebagai penyebabnya. Tapi, itu mungkin pula terjadi pada orang tua," kata Dr Elliot.

Menurut dia, belum diketahui mengapa orang tertentu memberikan respons imun yang lebih aktif dibandingkan orang lain.

Baca juga: Otopsi Jenazah Covid-19 Ungkap Virus Corona Picu Kerusakan Jantung

Untuk mengobati respons imun berlebihan ini, mungkin saja dokter menganjurkan obat anti-inflamasi yang secara luas menumpulkan sistem kekebalan tubuh, seperti kortikosteroid, atau memblokir sitokin tertentu.

Namun, risikonya bisa terlalu menekan sistem kekebalan tubuh saat melawan infeksi.

"Itu sebabnya perlu penelitian karena perawatan ini memiliki risiko," kata Dr Elliot.

Saat ini sudah ada uji coba obat Covid-19 yang menyelidiki peran obat yang menekan respons imun, tetapi hasilnya belum keluar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com