Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Problematika Etis dalam Penanganan Virus Corona Covid-19

Kompas.com - 28/04/2020, 19:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Intinya adalah prioritas apa yang harus dilakukan dalam bertindak dan dapat dipertanggungjawabkan secara etis.

Menurut dokumen itu, ada empat prinsip etis yang harus diperhatikan untuk memutuskan individu atau kelompok mana yang harus diprioritaskan dalam pelayanan kesehatan khususnya akses terhadap alat atau sumber daya yang langka.

Pertama prinsip persamaan (equality) artinya setiap keinginan orang harus diperlakukan sama.

Kedua, prinsip manfaat (utility) artinya alokasi sumber daya langka harus digunakan untuk manfaat semaksimal mungkin demi keselamatan banyak orang.

Ketiga, prinsip prioritas bagi yang terburuk (the worst off) artinya sarana diprioritaskan bagi pasien yang paling membutuhkan secara medis.

Keempat, prinsip prioritas bagi orang yang bertugas menolong orang lain, artinya alokasi sumber daya langka pertama-tama diprioritaskan bagi mereka yang punya kemampuan untuk menyelamatkan lebih banyak orang lain.

Terhadap penentu kebijakan (decision makers), dokumen Ethics and Covid-19: resource and priority-setting mengemukakan empat prinsip etis yang perlu diperhatikan.

Pertama, transparansi (transparency): para pemangku kebijakan mengungkapkan keputusan yang diambil secara transparan. Publik diberitahu kriteria apa yang mendasari keputusan tersebut.

Kedua, inklusivitas (inclusiveness), artinya keputusan yang diambil oleh pemangku kebijakan harus terbuka untuk direvisi.

Ketiga, konsistensi (consistency) artinya keputusan harus bersifat konsisten, sehingga semua orang dalam kategori yang sama diperlakukan dengan cara yang sama. Jadi, tidak ada perlakuan istimewa terhadap golongan tertentu.

Keempat, akuntabilitas (accountability) artinya pemangku kebijakan memberi alasan dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.

Dalam konteks Indonesia dan kebijakan pemerintah untuk memberlakukan PSBB; keempat prinsip transparansi, inklusivitas, konsistensi, dan akuntabilitas perlu mendapat perhatian.

Sejauh mana pemerintah transparan dalam memberikan informasi mengenai pandemi Covid-19 kepada masyarakat? Sejauh mana pemerintah terbuka terhadap kritik atau masukan terhadap keputusan yang diambil?

Apakah warga masyarakat yang terdampak Covid-19 memperoleh akses yang sama terhadap bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah?

Masih banyak pertanyaan yang bisa dilontarkan. Namun, yang pasti pandemi Covid-19 bukan hanya menyangkut persoalan medis dan ekonomis, tapi juga menjadi persoalan etis yang membutuhkan refleksi yang lebih dalam.

Maka diperlukan kerja sama dan sinergitas antara berbagai pemangku kepentingan seperti ahli kesehatan, ekonom, penentu kebijakan (pemerintah), dan ahli etika, untuk mencari solusi atas persoalan yang muncul di era Covid-19 ini.

Raja Oloan Tumanggor

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com