Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Sering Hujan, Kenapa di Siang Hari Suhu Indonesia Terasa Panas?

Kompas.com - 23/04/2020, 11:01 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih memprediksi adanya cuaca ekstrem yang menyebabkan hujan lebat di beberapa wilayah Indonesia. Di sisi lain, banyak masyarakat justru mengeluh saat siang hari suhunya panas dan cenderung gerah.

Terkait kondisi suhu panas di siang hingga sore hari tersebut, banyak masyarakat yang mengaitkan dengan adanya pemanasan global atau perubahan iklim

Lantas benarkah suhu udara yang terasa terik tersebut dipicu oleh pemanasan global atau perubahan iklim?

Menjawab hal itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menyebut bahwa kondisi cuaca yang panas terik tersebut tidak dikarenakan perubahan iklim secara langsung.

Baca juga: Astronom Temukan Planet Sangat Panas, dengan Hujan Besi saat Malam

Dalam analisis perubahan iklim oleh Peneliti BMKG dengan menggunakan data yang panjang sejak tahun 1866, diketahui bahwa tren suhu maksimum di Jakarta telah meningkat signifikan sebesar 2,12 derajat Celcius per 100 tahun.

Penelitian tersebut telah diterbitkan di International Journal of Climatology oleh Siswanto dkk, pada tahun 2016.

Begitu juga dengan terbitan di jurnal yang sama pada tahun 2017 oleh Supari dkk. Studi Supari juga menunjukkan hal yang sama pada lebih dari 80 stasiun BMKG untuk pengamatan suhu udara di Indonesia dalam periode 30 tahun terakhir.

"Kendati pemicu panas terik yang terjadi tidak secara langsung dapat dikaitkan dengan perubahan iklim, tetapi terdapat tren suhu udara permukaan dan suhu permukaan lautan memang cenderung menghangat atau meningkat," kata Herizal dalam keterangan resminya.

Menurut Herizal, tren suhu udara yang terus meningkat itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Melainkan juga terjadi di banyak tempat di dunia, dan dikenal sebagai fenomena pemanasan global.

Tren menghangatnya suhu udara permukaan dan suhu permukaan laut secara global serta kontras antar keduanya dapat memicu perubahan dinamika cuaca dan iklim di suatu wilayah.

Selain itu, juga dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem ataupun badai tropis.

Faktor pemicu cuaca panas di Indonesia

Selain perubahan iklim dan meningkatnya suhu udara dan suhu di lautan, ada beberapa faktor lainnya yang membuat cuaca di Indonesia akhir-akhir panas terik dan cenderung membuat gerah masyarakat.

Ilustrasi cuaca panas, heat strokeShutterstock Ilustrasi cuaca panas, heat stroke

1. Kelembaban udara rendah

Herizal menjelaskan bahwa suasana terik umumnya disebabkan oleh suhu udara yang tinggi dan disertai oleh kelembapan udara yang rendah, terutama terjadi pada kondisi langit cerah dan kurangnya awan.

"Sehingga pancaran sinar matahari langsung lebih banyak diteruskan ke permukaan bumi," kata Herizal.

Berkurangnya tutupan awan terutama di wilayah Indonesia bagian selatan pada bulan-bulan ini disebabkan wilayah ini tengah berada pada masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau sebagaimana diprediksikan BMKG sebelumnya, seiring dengan pergerakan semu matahari dari posisi di atas khatulistiwa menuju Belahan Bumi Utara (BBU)

Transisi musim itu ditandai oleh mulai berhembusnya angin timuran dari Benua Australia (monsun Australia) terutama di wilayah bagian selatan Indonesia.

Angin monsun Australia ini bersifat kering kurang membawa uap air, sehingga menghambat pertumbuhan awan.

"Kombinasi antara kurangnya tutupan awan serta suhu udara yang tinggi dan cenderung berkurang kelembapannya inilah yang menyebabkan suasana terik yang dirasakan masyarakat," kata dia.

2. Suhu terus menghangat

Sesuai dengan prediksi BMKG sebelumnya, bahwa April dan Mei menjadi awal musim kemarau di beberapa wilayah Indonesia.

Oleh sebab itu, bulan Maret hingga April menunjukkan suhu yang terus menghangat, hampir di sebagian besar tempat di Indonesia.

Pemantauan oleh BMKG pada bulan April ini, teridentifikasi banyak daerah yang mengalami suhu maksimum 34 hingga 36 derajat celcius, bahkan yang tertinggi tercatat mencapai 37,3 derajat Celsius pada tanggal 10 April 2020 di Karangkates, Malang.

Sementara kelembapan udara minimum di bawah 60 persen terpantau terjadi di sebagian Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, sebagian Jawa Timur dan Riau.

Baca juga: April Masuk Musim Kemarau, Ini Prediksi Puncak Kemarau Berdasar Pulau

3. April-Juni puncak suhu maksimum

Menurut Herizal, secara klimatologisnya bulan April-Mei-Juni memang tercatat sebagai bulan-bulan dimana suhu maksimum mengalami puncaknya di Jakarta, selain Oktober hingga November.

Pola tersebut mirip dengan pola suhu maksimum di Surabaya, sementara di Semarang dan Jogjakarta, pola suhu maksimum akan terus naik secara gradual pada bulan April dan mencapai puncaknya pada bulan September hingga Oktober.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com