Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Metode Melihat Hilal, dengan Mata Telanjang sampai Teleskop

Kompas.com - 22/04/2020, 17:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Bulan Ramadhan akan datang dalam hitungan hari. Para pemuka agama, masyarakat, serta ilmuwan bersama-sama melakukan rukyatul hilal (melihat hilal).

Astronom amatir Marufin Sudibyo menyebutkan bahwa hilal adalah bulan sabit tertipis yang berkedudukan rendah di atas cakrawala langit barat, dan sudah diamati tepat selepas terbenamnya Matahari.

Marufin menyebutkan terdapat tiga metode untuk melihat hilal. Pertama adalah menggunakan mata telanjang.

“Metode pertama adalah menggunakan mata telanjang, tanpa alat bantu optik sama sekali. Sehingga menghasilkan fenomena kasatmata-telanjang,” tuturnya kepada Kompas.com, Rabu (22/4/2020).

Baca juga: Lika-liku Para Perukyat Menyingkap Hilal

Metode kedua dilakukan dengan menggunakan alat bantu optik terutama teleskop, namun tetap mengandalkan penglihatan mata.

“Ini menghasilkan fenomena kasatmata-teleskop,” tambahnya.

Metode terakhir adalah dengan menggunakan alat optik terutama teleskop yang terangkai dengan sensor/ kamera.

Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, Jakarta Barat melakukan pemantauan hilal di atas Masjid Al-Musariin, Minggu (5/5/2019).KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, Jakarta Barat melakukan pemantauan hilal di atas Masjid Al-Musariin, Minggu (5/5/2019).

“Sensor/ kamera ini memproduksi denyut elektronik yang bisa diolah sebagai citra atau gambar. Ini menghasilkan fenomena kasat-kamera,” tambah ia.

Dari ketiga metode tersebut, yang paling populer adalah penggunaan metode mata telanjang dan mata yang dibantu oleh alat optik khususnya teleskop.

Metode hisab dan protokol rukyatul hilal

Selain rukyatul hilal, ada pula metode hisab yang dilakukan dalam penetapan awal Ramadhan dan Hari Raya.

Namun dari segi popularitas, kata Marufin, survei keberagaman Muslim Indonesia tahun 2016 menunjukkan 64 persen umat Islam di Indonesia lebih memilih berpedoman pada rukyatul hilal untuk menentukan hari-hari besar agama.

“Survei serupa di tahun 2018 yang ditujukan untuk kalangan milenial Muslim menunjukkan proporsi lebih besar. Sebanyak 76 persen milenial Muslim Indonesia lebih memilih berpedoman pada rukyatul hilal,” paparnya.

Baca juga: Rupanya Ada yang Disebut Hilal Tua dan Muda, Apa Bedanya?

Protokol merukyat hilal diawali dengan memilih lokasi dan melaksanakan perhitungan terkait posisi Bulan di lokasi tersebut pada tanggal 29 Sya'ban (untuk penentuan awal Ramadhan) atau 29 Ramadhan (untuk penentuan Idul Fitri).

Perhitungan ini bisa dilakukan secara manual, bisa juga secara otomatis menggunakan perangkat tertentu.

“Jika digelar dengan menggunakan teleskop, pada saat ini telah ada sistem teleskop semi-otomatik yang didalamnya juga mengandung perangkat kecil untuk komputasi seperti itu. Sehingga petugas tinggal menerima hasil dan mengkalibrasi teleskopnya sesuai prosedur,” papar Marufin.

Petugas lembaga Falakiyah pondok pesantren Al-Hidayah Basmol, Jakarta Barat melakukan pemantauan hilal di atas masjid Al-Musariin, Minggu (5/5/2019).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petugas lembaga Falakiyah pondok pesantren Al-Hidayah Basmol, Jakarta Barat melakukan pemantauan hilal di atas masjid Al-Musariin, Minggu (5/5/2019).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com