Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/03/2020, 20:05 WIB
The Conversation,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber
Mengapa negara-negara lain memiliki bahasa-bahasa yang berbeda? - Maeôra, 6 tahun

Dialek Jermanik yang mereka gunakan kemudian berkembang menjadi bahasa Inggris Kuno – yang akan terdengar seasing bahasa Jerman modern bagi penutur bahasa Inggris modern (misalnya, urne gedæghwamlican hlaf adalah kata-kata dalam bahasa Inggris Kuno untuk “our daily bread” atau “roti harian kita”).

Faktor koyote: bahasa dan identitas

Kisah koyote Absaroka menunjukkan bagaimana orang-orang dengan bahasa yang berbeda-beda dapat salah paham atau berbeda pandangan dengan satu sama lain. Bahasa kerap terkait dengan identitas kita. Selain pengembaraan ke tempat yang berbeda, identitas juga merupakan faktor yang dapat mengubah bahasa atau melahirkan bahasa baru.

Misalnya, di sebuah desa di Papua Nugini (negara yang di sisi baratnya berbatasan darat dengan Provinsi Papua, Indonesia), semua orang berbicara dalam bahasa yang sama, Selepet, seperti warga di desa-desa tetangganya.

Namun, warga desa ini memutuskan untuk mengubah kata “tidak” saat menuturkannya. Dengan begini, kata “tidak” dalam bahasa Selepet mereka berbeda (bunge) dari bahasa Selepet standar (bia), dan menjadi identitas kebanggaan desa tersebut.

Di negara tetangga kita Australia sendiri ada rivalitas di antara kota-kota seperti Sydney, Melbourne, dan Perth atau antara kawasan metro dengan kawasan non-metro (tempat-tempat selain lima kota utama Australia). Faktor koyote adalah sebuah insentif utama mengapa orang-orang menunjukkan identitas mereka melalui bahasa mereka.

Lalu apakah bahasa Inggris Australia nantinya akan pecah menjadi bahasa yang berbeda-beda seperti bahasa Latin? Kemungkinan tidak. Kita tidak lagi terisolasi seperti orang-orang pada masa lampau. Kita berkomunikasi secara berkala, baik secara empat mata, dengan telepon, komputer, dan lain-lain.

Faktor buaya: kata baru untuk tempat dan pengalaman baru

Kisah buaya Nabilil menunjukkan bagaimana perkembangan suatu bahasa berkaitan erat dengan lingkungan tempat bahasa itu dituturkan, dan bagaimana mereka yang melakukan pengembaraan memberikan label-label baru bagi fitur alam, binatang, dan pengalaman yang mereka temui.

Kedatangan orang-orang Inggris di Australia adalah contohnya. Bahasa Inggris kala itu telah berusia lebih dari 800 tahun ketika ia pertama kali digunakan di Australia. Namun, para penutur bahasa Inggris tersebut tidak memiliki kata-kata untuk menjelaskan Australia.

Mereka meminjam kata-kata dari bahasa-bahasa penduduk asli Australia (kangaroo, wombat) atau memberikan pengertian baru bagi kata-kata lama (magpie, possum; kedua kata ini mulanya digunakan untuk menjelaskan binatang yang berbeda di Eropa dan Amerika Serikat!).

Seperti manusia, bahasa juga terus bergerak, dan inilah alasan mengapa ada banyak bahasa di bumi – di Australia sendiri ada lebih dari 300. Salah satu cara untuk menghindari kutukan sang koyote muda adalah dengan mempelajari beberapa bahasa lain!

Howard Manns

Lecturer in Linguistics, Monash University

Kate Burridge

Professor of Linguistics, Monash University

Halo, apakah kamu punya pertanyaan untuk para pakar? Sampaikan pertanyaanmu ke curiouskids@theconversation.edu.au Tuliskan nama, umur, dan kota tempat tinggalmu. Kami akan berupaya sebaik mungkin untuk dapat menjawab pertanyaanmu.

Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Curious Kids: mengapa orang-orang di negara lain berbicara bahasa yang berbeda?". Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com