Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bakteri Punya Ingatan yang Diwariskan dari Generasi ke Generasi

KOMPAS.com - Bakteri adalah mikroba dengan struktur sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan banyak organisme lainnya.

Pusat kendali bakteri, yang berisi informasi genetik, terkandung dalam satu putaran DNA. Beberapa bakteri memiliki lingkaran materi genetik tambahan yang disebut plasmid, yang sering kali mengandung gen yang memberikan keunggulan bagi bakteri.

Meski organisme bersel tunggal ini tidak memiliki otak atau sistem saraf, studi baru melaporkan, bakteri dapat membentuk ingatan dan mewariskan ingatan tersebut kepada generasi mendatang.

Bakteri yang ada di mana-mana, Escherichia coli, adalah salah satu bentuk kehidupan yang sudah banyak dipelajari, namun para ilmuwan masih menemukan cara bakteri ini dapat bertahan dan menyebar.

Para peneliti di Universitas Texas dan Universitas Delaware kini telah menemukan sistem memori potensial yang memungkinkan E. coli 'mengingat' pengalaman masa lalu selama beberapa jam dan generasi setelahnya.

Tim peneliti mengatakan, sepengetahuan mereka, memori bakteri semacam ini belum pernah ditemukan sebelumnya.

Perlu digarisbawahi bahwa ingatan yang dibahas para ilmuwan dalam kasus ini tidak sama dengan ingatan sadar manusia.

Fenomena memori bakteri justru menggambarkan bagaimana informasi dari pengalaman masa lalu memengaruhi pengambilan keputusan saat ini.

Temuan ingatan pada bakteri

Peneliti bioscientist molekuler dari Universitas Texas, Souvik Bhattacharyya, bakteri tidak memiliki otak, namun mereka dapat mengumpulkan informasi dari lingkungannya. Ketuka bakteri sering bertemu dengan lingkungan tersebut, mereka dapat menyimpan informasi dan dengan cepat mengaksesnya nanti untuk kepentingan mereka.

Temuan Bhattacharyya dan rekan-rekannya didasarkan pada hubungan yang kuat dari lebih dari 10.000 tes 'swarming' bakteri.

Eksperimen ini dilakukan untuk melihat apakah sel-sel E. coli pada satu pelat akan berkumpul menjadi satu massa yang bermigrasi dan bergerak dengan motor yang sama.

Perilaku seperti itu umumnya menunjukkan bahwa sel-sel bergabung untuk mencari lingkungan yang sesuai secara efisien.

Di sisi lain, ketika sel-sel E. coli menggumpal menjadi biofilm yang lengket, itulah cara sel-sel tersebut mengkolonisasi permukaan yang bergizi.

Dalam percobaan awal, para peneliti memaparkan sel-sel E. coli ke beberapa faktor lingkungan yang berbeda untuk melihat kondisi mana yang paling cepat memicu perkembangbiakan.

Pada akhirnya, tim menemukan bahwa zat besi intraseluler adalah prediktor terkuat untuk mengetahui apakah bakteri berpindah atau bertahan.

Kadar zat besi yang rendah dikaitkan dengan perkembangbiakan yang lebih cepat dan efisien, sedangkan kadar zat besi yang lebih tinggi menyebabkan gaya hidup yang lebih menetap.

Di antara sel E. coli generasi pertama, hal ini tampaknya merupakan respons intuitif. Namun, setelah hanya mengalami satu peristiwa pengerumunan, sel-sel yang mengalami kadar zat besi rendah di kemudian hari menjadi lebih cepat dan lebih efisien dalam pengerumunan dibandingkan sebelumnya.

Terlebih lagi, memori ini diteruskan ke setidaknya empat generasi sel berturut-turut, yang terbentuk dari sel induk yang membelah menjadi dua sel baru.

Pada sel anak generasi ketujuh, memori zat besi tersebut secara alami hilang, meskipun memorinya dapat diperoleh kembali jika para ilmuwan memperkuatnya secara artifisial.

Para penulis di balik penelitian ini belum mengidentifikasi mekanisme molekuler di balik sistem memori potensial atau kemampuan pewarisannya, namun hubungan yang kuat antara zat besi intraseluler dan perilaku gerombolan antargenerasi menunjukkan adanya tingkat pengondisian yang terus-menerus yang berperan.

Meskipun epigenetika diketahui berperan dalam mewariskan lingkungan biologis yang 'diingat' dari generasi ke generasi E. coli dengan mengatur pengaturan 'hidup' dan 'mati' pada gen tertentu, para peneliti percaya bahwa durasi heritabilitas yang singkat berarti bahwa hal ini bukanlah mekanisme utama.

Zat besi terhubung dengan berbagai respons stres pada bakteri. Agar sistem memori antargenerasi terbentuk di sekitarnya, hal ini sangat masuk akal secara evolusioner.

Sistem memori berbasis zat besi mungkin membantu E. coli beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang buruk atau antibiotik.

Satu sel E. coli dapat berlipat ganda dalam waktu setengah jam, sehingga kemampuan untuk meneruskan memori tersebut ke sel anak mungkin juga bermanfaat dalam lingkungan yang lambat berubah.

Bhattacharyya menyimpulkan, pada akhirnya, semakin banyak para ilmuwan tahu tentang perilaku bakteri, semakin mudah untuk mengatasinya.

https://www.kompas.com/sains/read/2023/11/24/183000423/bakteri-punya-ingatan-yang-diwariskan-dari-generasi-ke-generasi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke