Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kangkung Sebagai Fitoremediator, Apakah Aman Untuk Dikonsumsi?

Oleh: Rina Andriyani, Nurfitri Abdul Gafur dan Hanies Ambarsari

ISTILAH "fitoremediator" berasal dari kata "phyto" yang berarti tanaman dan "remediator" yang berarti agen pemulihan.

Maka dapat dikatakan bahwa fitoremediator adalah tanaman yang menjadi agen pemulihan kualitas lingkungan yang terkontaminasi oleh polutan baik melalui udara, tanah atau air.

Tanaman memiliki kemampuan untuk menyerap, memetabolisme, dan bahkan memecah berbagai jenis polutan organik dan anorganik seperti logam berat, pestisida, pelarut, dan produk petroleum dari lingkungan.

Ada banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai fitoremediator. Satu diantaranya adalah kangkung.

Dalam bahasa latin, kangkung memilik nama Ipomea aquatica dan termasuk dalam famili tumbuhan Convolvulaceae.

Kangkung memiliki nama lain yang berbeda-beda di setiap daerah tergantung pada bahasa yang digunakan dan tradisi lokal di daerah tersebut, seperti Water spinach (Inggris), Eng Cai (Mandarin), Ong Choy (Kantonis), Pak boong (Thailand), dan sebagainya.

Kangkung digunakan sebagai fitoremediator karena memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam berat dari tanah dan air yang telah terkontaminasi.

Kangkung dapat menyerap logam berat seperti merkuri, timbal, arsenik, dan kadmium dari air dan tanah. Selain itu, kangkung juga dapat membantu menghilangkan zat organik seperti pestisida dan herbisida dari tanah dan air.

Kontaminan tersebut dapat diambil melalui akar tanaman dan kemudian dimetabolisme oleh enzim Glutation S-transferase (GST), yakni enzim yang berperan dalam detoksifikasi senyawa-senyawa berbahaya seperti logam berat dan pestisida.

Mekanisme enzim GST dalam fitoremediasi dengan kangkung adalah sebagai berikut: Pengikatan logam berat atau senyawa organik. Kangkung mampu menyerap logam berat atau senyawa organik dari lingkungan melalui akar dan daunnya.

Setelah senyawa berbahaya terikat pada tanaman, enzim GST akan aktif di daerah yang terkena senyawa tersebut. Konjugasi: Enzim GST akan menambahkan gugus glutathione (GSH) pada senyawa berbahaya yang terikat pada tanaman kangkung.

Hal ini akan membentuk senyawa yang lebih mudah dipecah atau dikeluarkan dari tanaman kangkung.

Pembentukan senyawa yang kurang berbahaya: Setelah substrat terikat pada GSH, enzim GST akan mengubah struktur kimia senyawa berbahaya menjadi bentuk yang lebih mudah untuk dikeluarkan dari tanaman kangkung tersebut.

Reaksi berulang: Setelah proses detoksifikasi selesai, enzim GST akan berfungsi kembali untuk mengikat senyawa berbahaya yang baru dan mengulangi proses konjugasi dan pembentukan senyawa yang kurang berbahaya.

Selain enzim GST, kangkung juga mengandung enzim lain seperti Peroksidase dan Katalase yang juga berperan dalam fitoremediasi.

Enzim Peroksidase berfungsi untuk membantu melindungi tanaman dari stres oksidatif dan mengoksidasi senyawa-senyawa berbahaya seperti fenol dan logam berat menjadi bentuk yang lebih aman.

Sedangkan enzim Katalase mempunyai peran dalam membersihkan radikal bebas dan mengoksidasi senyawa-senyawa berbahaya seperti formaldehida dan metanol.

Kangkung telah digunakan sebagai tanaman fitoremediator di berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk membersihkan air dan tanah dari limbah pertanian dan industri.

Namun, penting untuk diingat bahwa kangkung yang digunakan sebagai fitoremediator harus dibuang dengan benar dan tidak digunakan untuk konsumsi manusia atau hewan, karena dapat mengandung polutan dan zat kimia berbahaya.

Selama ini kangkung dikonsumsi oleh manusia disebabkan kandungan zat gizinya yang penting bagi kesehatan tubuh, di antaranya adalah kaya akan vitamin A, C, dan K yang berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit, rambut, mata, dan tulang.

Kangkung juga mengandung zat besi yang dibutuhkan tubuh untuk membantu memproduksi sel darah merah.

Selain itu, kangkung juga mengandung kalsium yang baik untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi. Serta serat yang terdapat dalam kangkung, penting untuk menjaga kesehatan pencernaan dan mencegah sembelit.

Juga kangkung mengandung protein yang dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan tubuh dan menjaga kesehatan otot dan kandungan asam folatnya penting untuk kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin.

Selain itu, kangkung juga mengandung Kalium, Magnesium, Fosfor, dan zat antioksidan yang dapat membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.

Oleh karena itu, kangkung sangat baik dikonsumsi sebagai bagian dari pola makan yang sehat dan seimbang.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi kangkung, di antaranya adalah kandungan logam berat seperti timbal, kadmium, dan merkuri dari lingkungan tempat tumbuhnya.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kangkung yang dikonsumsi berasal dari sumber yang aman dan tidak terkontaminasi.

Selain kandungan logam berat, kangkung juga dapat terkontaminasi dari bahan kimia atau pupuk yang berlebihan yaitu Nitrat.

Nitrat dianggap sebagai zat gizi yang penting bagi tumbuhan karena membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Namun, terlalu banyak nitrat dalam makanan dapat menjadi masalah bagi kesehatan manusia.

Nitrat dapat diubah menjadi nitrit dalam tubuh manusia yang dapat membentuk senyawa nitrosamin yang beracun. Senyawa ini dapat menimbulkan risiko kanker, terutama kanker perut dan usus.

Kangkung mengandung nitrat secara alami, namun,jika kangkung sudah terkontaminasi oleh nitrat dari pupuk atau bahan kimia, memanaskan kangkung secara berulang dapat meningkatkan risiko terbentuknya senyawa nitrosamin beracun.

Untuk menghindari risiko terpapar oleh senyawa nitrosamin beracun, sebaiknya memasak kangkung dengan cara yang sehat dan tepat seperti direbus atau ditumis, juga tidak memanaskannya secara berulang.

Selain itu, disarankan untuk membeli kangkung dari sumber yang terpercaya dan terhindar dari bahan kimia atau pupuk yang berlebihan.

Beberapa orang mungkin mengalami reaksi alergi terhadap kangkung. Gejala alergi dapat meliputi gatal-gatal, ruam kulit, dan sulit bernapas.

Jika mengalami gejala alergi setelah mengkonsumsi kangkung, segera hentikan konsumsi dan berkonsultasi dengan dokter. Selain itu kandungan oksalat di dalam kangkung dapat menyebabkan batu ginjal pada orang yang rentan.

Oleh karena itu, sebaiknya kangkung dikonsumsi dengan jumlah yang seimbang dan tidak berlebihan.

Kangkung juga dapat terkontaminasi oleh parasit yang dapat menyebabkan penyakit seperti Fascioliasis dan Opisthorchiasis. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kangkung yang dikonsumsi sudah dicuci bersih dan dimasak dengan benar sebelum dikonsumsi.

Fascioliasis dan Opisthorchiasis adalah dua jenis infeksi parasitik yang disebabkan oleh cacing hati.

Fascioliasis disebabkan oleh cacing hati Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Sedangkan Opisthorchiasis, disebabkan oleh cacing hati Opisthorchis viverrini dan Opisthorchis feline.

Parasit-parasit ini menyebabkan kerusakan hati dan saluran empedu pada hewan ternak dan manusia. Gejala yang timbul akibat Fascioliasis seperti demam, sakit perut, mual, muntah, diare, penurunan berat badan, dan ikterus (kuning pada kulit dan mata).

Sedangkan Opisthorchiasis dapat menyebabkan gejala seperti sakit perut, mual, muntah, diare, demam, dan ikterus.

Pencegahan terpaparnya oleh parasit-parasit ini adalah dengan memperhatikan pengolahan kangkung sebelum dikonsumsi yaitu mencucinya hingga bersih dan memasaknya sampai matang.

Kangkung secara umum tidak berbahaya untuk dikonsumsi, asalkan dikonsumsi dalam jumlah yang wajar dan tidak tercemar oleh logam berat, bahan kimia atau kotoran lainnya.

Sebagai fitoremediator, meskipun kangkung dapat membantu membersihkan air dan tanah dari polutan, ini bukanlah solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah lingkungan.

Hal penting untuk mencegah pencemaran lingkungan adalah dengan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dan memperhatikan pengelolaan limbah yang baik.

Rina Andriyani, Nurfitri Abdul Gafur dan Hanies Ambarsari
Periset Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih - BRIN

https://www.kompas.com/sains/read/2023/06/30/160000723/kangkung-sebagai-fitoremediator-apakah-aman-untuk-dikonsumsi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke