Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Fakta Rebound Covid-19, Kondisi yang Sempat Dialami Presiden AS Joe Biden

KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sudah dinyatakan negatif Covid-19, pada Sabtu (6/8/2022). Kendati begitu, Biden akan menjalani isolasi di Gedung Putih setelah sempat mengalami rebound Covid-19 beberapa waktu lalu.

Dilaporkan sebelumnya, bahwa Biden juga mengonsumsi obat antivirus Paxlovid. Di antara sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi Covid-19, kembali mengalami infeksi setelah beberapa hari dinyatakan negatif seperti Biden.

Analis medis sekaligus dokter dan profesor kebijakan dan manajemen kesehatan di George Washington University Milken Institute School of Public Health, Dr Leana Wen mengungkapkan sejumlah fakta terkait fenomena rebound Covid-19. Berikut detailnya.

1. Penyebab rebound Covid-19 terkait Paxlovid bisa terjadi

Dijelaskan oleh Wen, fenomena yang dikenal sebagai Paxlovid rebound atau rebound Covid-19 ini terjadi ketika pasien meminum pil antivirus tersebut. Saat gejalanya membaik dan hasil tes negatif, maka pasien bisa kembali mengalami gejala dan dinyatakan positif lagi.

"Tidak diketahui secara pasti mengapa hal ini (rebound Covid-19) terjadi," ujar Wen dilansir dari CNN, Senin (8/8/2022).

Studi yang dilakukan peneliti University of California, San Diego menunjukkan hal ini bukan karena Paxlovid dianggap tidak efektif terhadap varian virus corona. Infeksi ulang atau reinfeksi juga disebut bukan menjadi penyebab utamanya.

"Sebaliknya, banyak ilmuwan, termasuk saya, berpikir bahwa ini kemungkinan besar karena Paxlovid bekerja sebagaimana mestinya tetapi tidak cukup lama," terangnya.

Paxlovid, lanjut dia, bekerja untuk menghentikan replikasi virus, yang mana pengobatannya diberikan selama lima hari.

Kemungkinan, obat antivirus itu berhasil mengatasi infeksi dalam periode tersebut, namun beberapa orang masih memiliki virus di tubuhnya setelah lima hari. Maka, ketika Paxlovid dihentikan virus mulai bereplikasi lagi.

Wen berujar, studi tentang pemberian Paxlovid untuk jangka waktu yang lebih lama sekitar tujuh atau 10 hari tengah berlangsung.


2. Kasus rebound Covid-19 jarang terjadi

Meskipun banyak laporan adanya rebound Covid-19 terkait Paxlovid di antara pasien, Wen berkata studi menunjukkan, kasus itu sangat jarang.

Studi awal menemukan, bahwa rebound terjadi pada sekitar 2 persen kasus. Dia mencatat, pasien yang tidak menggunakan Paxlovid pun sama-sama memiliki kemungkinan untuk kembali terinfeksi.

Sebuah penelitian besar terhadap lebih dari 13.000 pasien yang dilakukan oleh para peneliti dari National Institutes of Health menemukan, tingkat rebound sekitar 6 persen pada pasien Covid-19. Adapun penelitian yang dipublikasikan di medrxiv ini belum ditinjau oleh rekan sejawat.

"Tentu saja, tingkat (kasus) sebenarnya mungkin lebih tinggi, karena orang tidak secara rutin dites setelah mereka menggunakan Paxlovid. Beberapa kasus mungkin terlewatkan sebagai hasilnya. Namun, tampaknya rebound Paxlovid masih terjadi pada sebagian kecil kasus, bukan mayoritas," papar Dr Wen.

3. Konsumsi Paxlovid tidak disarankan untuk pasien rebound Covid-19

Wen menjelaskan, rebound Covid-19 sangat kecil kemungkinannya berkembang menjadi penyakit parah.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), tidak menyarankan penggunaan Paxlovid untuk kassus rebound, meskipun ini adalah rekomendasi yang dapat berubah karena lebih banyak penelitian sedang dilakukan.

Pihaknya meminta agar pasien dengan rebound Covid-19 harus mengisolasi diri selama lima hari lagi. Sebab, mereka masih bisa menularkan virus corona kepada orang lain di sekitarnya.

"Saya ingin menekankan lagi, bahwa kemungkinan kambuh tidak boleh menghalangi orang untuk melakukan perawatan dan melakukan apa yang seharusnya, yaitu menjauhkan orang dari rumah sakit dan mencegah mereka dari sakit parah," tuturnya.

Syarat minum obat Paxlovid

Lebih lanjut, ia menyampaikan, pasien yang memenuhi syarat untuk Paxlovid adalah individu yang rentan terhadap keparahan penyakit akibat Covid-19.

Dalam panduan CDC, mereka termasuk kelompok usia tua dan individu dengan penyakit yang mendasarinya seperti penyakit jantung, penyakit paru-paru, diabetes dan obesitas. Orang yang belum divaksinasi pun berisiko lebih tinggi mengalami Covid-19 yang parah.

"Ada kondisi medis tertentu yang mungkin dimiliki orang yang mengecualikan mereka dari penggunaan Paxlovid, atau mereka harus menggunakan dosis yang berbeda," ucap Wen.

Dia menambahkan, beberapa obat diketahui mengganggu kinerja Paxlovid dan mungkin perlu dihentikan untuk waktu yang singkat. Itulah mengapa penting memeriksakan diri ke dokter, guna mengetahui apakah seseorang memenuhi syarat untuk diberikan Paxlovid.

"Setiap pengobatan adalah tentang menimbang risiko dan manfaat. Jika Anda tidak mungkin mendapat manfaat, risikonya akan lebih besar daripada manfaatnya," katanya.

Paxlovid sendiri diberikan sejak awal pasien Covid-19 mengalami gejala, di mana mereka bisa segera meminumnya.

Obat ini diklaim dapat mengurangi kemungkinan dirawat di rumah sakit, atau meninggal hingga hampir 90 persen.

Hal ini dibuktikan pada kasus Biden dan dr Anthony Fauci, Kepala Penasihat medis Presiden Amerika Serikat yang tidak mengalami sakit parah.

"Itulah kisah sukses di sini, dan alasan mengapa orang yang memenuhi syarat untuk Paxlovid tetap harus meminumnya meskipun ada kemungkinan rebound," pungkas Wen.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/09/160500123/3-fakta-rebound-covid-19-kondisi-yang-sempat-dialami-presiden-as-joe-biden

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke