Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lindungi Populasi Mamalia Laut dari Kepunahan dengan Teknologi Pelacakan

KOMPAS.com - Mamalia laut seperti lumba-lumba dan paus adalah hewan yang dilindungi, karena populasinya yang mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya, untuk melindungi populasi mamalia laut, lembaga konservasi menggunakan teknologi pelacakan.

Dikutip dari laman kkp.go.id, Rabu (11/5/2022) semua spesies cetacea seperti dua hewan tersebut telah dilindungi, melalui undang-undang.

Secara global, pemanfaatan maupun pengelolaannya diatur dalam beberapa kebijakan multilateral.

Antara lain, International Whaling Commission (IWC), International Union for Conservation of the Nature (IUCN), Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), Convention on Biological Diversity (CBD), serta Convention on Migratory Species (CMS).

Berdasarkan laporan IUCN, tiga jenis paus sikat (baleen whale) termasuk kategori genting (endangered), tiga jenis paus bergigi (toothed whale) termasuk kategori rentan (vulnerable). Kemudian, satu jenis lumba-lumba termasuk kategori terancam (near threatened).

Semua spesies paus sikat dan beberapa spesies paus bergigi dikategorikan sebagai Apendiks I CITES. Artinya, pemanfaatan bagian tubuh manapun dari semua satwa tersebut dilarang.

CITES juga memasukkan sebagian besar jenis lumba-lumba di Indonesia dalam Apendiks II, yakni dapat diperdagangkan secara internasional tetapi dengan pengaturan yang ketat. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melindunginya, lembaga konservasi Reef Check Indonesia turut melakukan pelacakan pergerakan mamalia laut.

Pihaknya menyebut, pelacakan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dari pergerakan mamalia laut terkait dengan pola migrasinya.

"Salah satu informasi yang belum didapatkan dari cetacea adalah pola migrasinya," ujar Staf Reef Check Indonesia, Offal Prinanda saat ditemui di sela kegiatan Penutupan Proyek dan Diseminasi Capaian COREMAP-CTI WB Hibah Global Enviroment Facility (GEF), yang digelar di Jakarta, Rabu (11/5/2022).

"Dan karena itu (pola migrasi mamalia laut) belum didapatkan informasinya, jadi dalam program ini kami menginisiasi untuk mencoba melakukan pemasangan tagging," sambungnya.

Setelah pemasangan tagging atau alat pelacakan mamalia laut berhasil, data pergerakan mereka akan terkumpul dan digunakan untuk mengetahui ke mana saja paus atau lumba-lumba yang di-tagging bergerak di lautan.

Dengan demikian, populasi mamalia laut dapat terlindungi dari ancaman aktivitas pelayaran.

"Jadi implikasinya nanti hasil pergerakan itu bisa digunakan sebagai informasi untuk perencanaan zonasi daerah mana saja yang dilalui mamalia laut, sehingga mungkin nanti untuk perlintasan kapal bisa diatur kembali," terang Offal.

Ia menambahkan, pemasangan tagging kepada mamalia laut sudah dilakukan sejak November 2021 sampai saat ini. Adapun hewan yang sudah dipasangkan alat pelacak tersebut di antaranya, dua paus biru serta satu paus sperma.

"Kita ingin melihat pola pergerakan paus sperma yang juga nanti bisa dihubungkan dengan kegiatan penangkapan paus sperma, yang mungkin saat ini masih terjadi di Indonesia," paparnya.

Alat ini ditancapkan di bagian tubuh paus, dan aktif ketika mereka berada di permukaan air. Sinyal dari sistem pelacakan itu, lanjut dia, akan dikirimkan oleh sistem pemancar ke satelit.

Selanjutnya, satelit dapat menginterpretasikan di mana titik hewan yang sedang diamati muncul.

"Saat ini dari ketiga hewan tersebut, kebetulan untuk paus sperma yang kita tagging belum banyak memberikan hasil, terakhir (hasilnya keluar) di bulan Desember. Untuk dua paus biru mereka sudah berjalan ke arah bawah, ke arah Australia sampai sekitar bulan Maret," imbuhnya.

Sementara itu, menurut data terbaru pada bulan April dan Mei, satu paus biru sudah mulai terlihat memasuki perairan di wilayah Indonesia.

Diakuinya, dukungan yang diberikan pemerintah saat ini sangat membantu terkait dengan pemasangan tagging, maupun mencari mamalia laut di sekitar Laut Sawu, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat ini, Reef Check Indonesia turut bekerja sama dengan berbagai mitra di antaranya Dewan Konservasi Perairan Provinsi (DKPP) NTT, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, serta lembaga swasta.

"Saat ini dibantu juga untuk melakukan analisis-analisis berikutnya," ucap Offal.

Dia menyampaikan studi lebih lanjut mengenai pelacakan untuk perlindungan hewan mamalia laut, maupun hewan lainnya sangat diperlukan terutama dari sistem pendanaan.

"Nantinya mungkin bisa menjadi dukungan untuk pembuatan kebijakan terkait perlindungan hewan terutama paus dan lumba-lumba," pungkasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/05/12/100100423/lindungi-populasi-mamalia-laut-dari-kepunahan-dengan-teknologi-pelacakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke