Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Setelah Badai Matahari Terjang Satelit Starlink, Ilmuwan Pantau Cuaca Luar Angkasa

KOMPAS.com - Para ilmuwan menyebutkan bahwa badai matahari yang terjadi pada Januari 2022 lalu, akan kembali terulang di kemudian hari. Badai Matahari telah memberikan dampak besar terhadap cuaca luar angkasa.

Meningkatnya aktivitas matahari ini pun menjadi perhatian serius bagi para ahli, terkait risiko badai geomagnetik dari matahari terhadap satelit maupun teknologi lainnya di luar angkasa.

Oleh karena itu, mereka mulai memantau cuaca di luar angkasa usai beberapa aktivitas matahari yang terjadi.

"Cuaca luar angkasa memengaruhi satelit dengan cara yang berbeda," ujar Bill Murtagh, Koordinator Pusat Prediksi Cuaca Antariksa di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dilansir dari Space, Kamis (9/2/2022).

Menurut Murtagh, badai matahari atau Coronal Mass Ejection (CME) merupakan kejadian yang biasa terjadi. Badai matahari, kata dia, diakibatkan oleh aktivitas siklus matahari.

Saat fenomena itu berlangsung, gelombang geomagnetik yang melepaskan partikel energi matahari dapat mengganggu satelit ataupun perangkat Bumi di luar angkasa.

Bahkan, pada Selasa (8/2/2022) SpaceX melaporkan setidaknya 40 dari 49 satelit Starlink rusak dan terbakar akibat diterjang badai geomagnetik, yakni badai Matahari yang memengaruhi cuaca luar angkasa.

Hampir seluruh satelit internet Starlink itu juga tercatat sudah memasuki atmosfer Bumi.

Di sisi lain, Murtagh juga mengkhawatirkan risiko terjadinya badai matahari akan lebih banyak dalam beberapa tahun ke depan selama siklus matahari.

"Aktivitas matahari selama dua hingga tiga tahun terakhir sudah sangat jarang. Tetapi selama setahun terakhir, kami melihat ada peningkatan. Kami memperkirakan aktivitas matahari maksimum berlangsung pada tahun 2025," terangnya

"Jadi kami (ilmuwan) memantau peningkatan aktivitas cuaca luar angkasa," lanjut dia.

Badai Matahari tak hanya mengganggu satelit saja, menurut Murtagh peningkatan aktivitas matahari terhadap cuaca luar angkasa juga berpotensi dapat memengaruhi dunia penerbangan, maupun teknologi lainnya seperti jaringan listrik.

Oleh karenanya perlu untuk memantau cuaca di luar angkasa, menyusul meningkatnya aktivitas Matahari.

Murtagh mengatakan perlunya melakukan upaya agar kasus seperti rusaknya satelit Starlink, karena dampak badai Matahari, tidak terjadi pada satelit lain.

Kemudian, Murtagh mencatat bahwa satelit Starlink SpaceX yang terbakar setelah diterjang badai geomagnetik itu berada di posisi yang tidak tepat.

Satelit internet Starlink SpaceX biasanya mengorbit pada ketinggian sekitar 550 kilometer.

Akan tetapi, ketika badai matahari menerjang puluhan satelit Starlink itu berada di jalur orbit yang lebih rendah, sekitar 210 km di atas Bumi sehingga menyebabkan satelit itu rusak parah.

“Tampaknya satelit itu sedang dalam orbit penyebaran awal, sebelum mencapai ketinggian akhir,” ucap Murtagh menjelaskan penyebab satelit Starlink rusak.

Sebagai informasi, badai geomagnetik adalah gangguan magnetik di magnetosfer Bumi yang disebabkan oleh partikel energi dari matahari. Fenomena ini pun dikenal sebagai badai matahari.

Badai tersebut bisa cukup ringan hingga membentuk aurora di langit, namun apabila energi yang dilepaskan sangat besar dapat mengganggu teknologi di Bumi.

"Badai geomagnetik adalah proses yang rumit, karena letusannya terjadi di matahari yang berjarak 93 juta mil jauhnya. Ada kalanya kami bisa terkejut saat melihat lontaran massa korona yang diduga akan meleset jauh dari Bumi, tetapi itu mengenai kita (Bumi)," kata Murtagh.

Kini, bersama dengan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), tim dari NOAA terus memantau cuaca luar angkasa serta aktivitas matahari yang dianggap masih tidak konsisten ini.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/12/100100723/setelah-badai-matahari-terjang-satelit-starlink-ilmuwan-pantau-cuaca-luar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke