Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

DNA Mirip Simpanse, Apa yang Membuat Manusia Berbeda?

KOMPAS.com - DNA manusia sangat mirip dengan simpanse, namun apa yang kemudian membuat manusia berbeda dengan primata ini. Dalam istilah evolusioner, manusia masih memiliki kerabat dekat yang masih hidup.

Dilansir dari Science Daily, Rabu (3/11/2021) para peneliti di Lund University di Swedia, telah menemukan bagian DNA manusia yang sebelumnya diabaikan, yang disebut sebagai DNA non-kode.

Bagian DNA yang terabaikan ini, tampaknya berkontribusi pada perbedaan yang terlepas dari semua kesamaan manusia. Ini pun dapat menjelaskan mengapa otak manusia bekerja secara berbeda.

DNA simpanse dan manusia yang sama dalam istilah evolusi, simpanse adalah kerabat terdekat manusia yang masih hidup, dan penelitian ini menunjukkan bahwa kekerabatan kita berasal dari nenek moyang yang sama.

Sekitar lima hingga enam juta tahun yang lalu, jalur evolusi antara kita terpisah, yang kemudian mengarah ke hewan simpanse pada hari ini, dan Homo sapiens, menjadi manusia di abad ke-21.

Studi baru yang telah dipublikasikan di jurnal Cell Stem Cell, para peneliti melakukan penelitian terhadap sel punca di Lund University. Mereka memeriksa apa yang ada di dalam DNA manusia, yang membuat otak manusia dan simpanse menjadi berbeda.

Dari studi ini pun, mereka telah menemukan jawaban dari mengapa otak manusia dan simpanse berbeda.

"Daripada mempelajari kehidupan manusia dan simpanse, kami menggunakan sel punca yang ditanam di laboratorium. Sel punca diprogram ulang dari sel kulit oleh mitra kami di Jerman, AS (Amerika Serikat), dan Jepang. Kemudian kami memeriksa sel punca yang telah kami kembangkan menjadi sel otak," jelas Johan Jakobsson, profesor ilmu saraf di Lund University.

Dengan menggunakan sel induk, para peneliti secara khusus menumbuhkan sel-sel otak manusia dan simpanse, selanjutnya membandingkan kedua jenis sel tersebut.

DNA sampah petunjuk perbedaan manusia dan simpanse

Dalam peneliti ini, para peneliti kemudian menemukan bahwa manusia dan simpanse menggunakan bagian dari DNA mereka dengan cara yang berbeda, yang tampaknya memainkan peran penting dalam perkembangan otak kita.

"Bagian DNA kita diidentifikasi sebagai sesuatu yang berbeda dan tidak terduga. Itu adalah apa yang disebut sebagai varian struktural DNA yang sebelumnya disebut 'DNA sampah'," tulis peneliti.

Bagian DNA yang disebut 'DNA sampah' ini adalah string DNA berulang panjang yang telah lama dianggap tidak memiliki fungsi.

Sebelumnya, para peneliti telah mencari jawaban di bagian DNA, di mana gen penghasil protein berada, yang hanya membentuk sekitar dua persen dari seluruh DNA kita.

Peneliti juga memeriksa protein itu sendiri untuk menemukan contoh perbedaannya.

Temuan studi baru ini telah menunjukkan bahwa perbedaan antara otak manusia dan simpanse, tampaknya terletak di luar gen penyandi protein dalam 'DNA sampah' yang dianggap tidak berfungsi dan ternyata merupakan bagian mayoritas dalam DNA kita.

Para peneliti mengatakan, ini menunjukkan bahwa dasar dari evolusi otak manusia adalah mekanisme genetik yang mungkin jauh lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Seperti yang diduga selama ini bahwa jawaban dari perbedaan manusia dan simpanse ada pada dua persen DNA genetik itu.

"Hasil kami menunjukkan bahwa apa yang telah signifikan untuk perkembangan otak malah mungkin tersembunyi di 98 persen yang diabaikan, yang tampaknya penting. Ini adalah temuan yang mengejutkan," kata peneliti.

Melalui teknik sel induk atau sel punca yang digunakan para peneliti di Lund University untuk menemukan perbedaan DNA simpanse dan manusia, disebut sangat revolusioner dan memungkinkan penelitian sejenis dilakukan.

Bahkan, ternyata teknik penelitian menggunakan sel tersebut telah diakui dalam penghargaan bergengsi Nobel Prize 2012 untuk bidang Fisiologi atau Kedokteran.

Adalah peneliti Jepang, Shinya Yamanaka yang menemukan bahwa sel-sel khusus dapat diprogram ulang dan dikembangkan menjadi semua jenis jaringan tubuh.

Tanpa teknik penelitian sel punca yang ditemukan peneliti Jepang ini, para peneliti Lund University, tidak mungkin bisa mempelajari perbedaan otak melalui studi DNA simpanse dan manusia menggunakan metode yang dapat dipertahankan secara etis.

Melalui penelitian ini, Jakobsson mengungkapkan tujuannya menyelidiki perbedaan manusia dan simpanse.

"Saya percaya bahwa otak adalah kunci untuk memahami apa yang membuat manusia menjadi manusia. Bagaimana manusia dapat menggunakan otaknya sedemikian rupa sehingga mereka dapat membangun masyarakat, mendidik anak-anak mereka, dan mengembangkan teknologi canggih," ungkapnya.

Jakobsson juga meyakini bahwa di masa depan, temuan baru juga dapat berkontribusi pada jawaban berbasis genetik untuk pertanyaan mengenai gangguan kejiwaan.

Salah satunya penyakit mental seperti skizofrenia, gangguan yang tampaknya unik untuk manusia.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/11/03/183200623/dna-mirip-simpanse-apa-yang-membuat-manusia-berbeda-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke