Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nuklir Akselerasi Pengembangan Obat Baru

Dari masa ke masa, tenaga nuklir semakin banyak dimanfaatkan dalam berbagai sendi kehidupan, mulai dari sektor energi, ketahanan pangan, perubahan iklim, lingkungan, hingga kesehatan.

Secara umum, pemanfaatan energi nuklir mendapat respon positif di tengah masyarakat.

Pada bidang kesehatan, energi nuklir digunakan untuk diagnosis dan terapi berbagai penyakit, serta merambah pada proses penemuan dan pengembangan obat baru.

Upaya mencari obat baru merupakan perjalanan yang panjang dan melelahkan dengan tingkat kegagalan yang tinggi.

Jadi, tidak mengejutkan jika keberhasilan suatu kandidat obat untuk disetujui penggunaanya hanya sekitar 1 berbanding 5000.

Angka keberhasilan yang rendah ini, tentunya berkorelasi linear dengan tingginya anggaran yang terbuang sia-sia.

Berdasarkan asalnya, kandidat obat dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kandidat yang berasal dari proses sintesis di laboratorium (man-made) dan bahan alam (natural products).

Karena dianggap memiliki profil keamanan yang baik, obat dari bahan alam seringkali “mudah” untuk sampai ke pasar.

Alhasil, di Indonesia cukup banyak ditemui obat-obatan tradisional atau yang dikenal juga dengan istilah “jamu.”

Sayangnya, beberapa jamu dan obat bahan alam yang tersedia di pasaran tidak didukung bukti ilmiah yang lengkap. Fakta ini menjadi indikasi lemahnya manajemen obat tradisional.

Berbeda halnya dengan obat dari bahan alam, kandidat obat hasil sintesis umumnya sulit untuk dapat disetujui pemakaiannya, dan memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk menembus pasar.

Kekayaan Senyawa Obat

Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Tren kembali ke alam (back to nature) terus didengungkan.

Dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, bumi pertiwi menyimpan kelimpahan molekul-molekul aktif yang potensinya sangat luas untuk bidang kesehatan.

Ketergantuangan masyarakat terhadap bahan alam untuk penyembuhan penyakit sudah terjadi turun-temurun, dan direkam dalam banyak studi. Tak terhitung jumlahnya, berbagai jenis bahan alam bak menjadi primadona untuk penyembuhan penyakit ringan hingga berat.

Tak pelak, bahan alam, khususnya jamu dan sediaan senyawa tunggal menjadi salah satu opsi untuk natural remedi.

Dari informasi etnofarmakologi, penggunaan senyawa-senyawa bahan alam mulai menerobos dunia medis modern.

Namun, tidak sedikit pula pihak yang meragukan khasiat dan manfaat bahan alam untuk pelayanan kesehatan formal. Dengan kata lain, pemanfaatan jamu atau sejenisnya masih memerlukan validasi ilmiah agar dapat digunakan secara klinis.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.03/MENKES/PER/2010 telah mengeluarkan pedoman tentang saintifikasi jamu.

Dokumen ini bertujuan untuk mendorong tersedianya bukti ilmiah terkait mutu, manfaat, dan keamanan jamu. Walaupun menjanjikan, proses saintifikasi jamu masih belum optimal.

Jumlah jamu dan sediaan ekstrak bahan alam yang dibuktikan secara ilmiah masih minim. Padahal, banyak sekali jenis-jenis sediaan tersebut yang berkeliaran di pasaran dan sehari-hari dikonsumsi oleh masyarakat.

Dengan bukti ilmiah yang masih setengah-setengah, wajar saja jika tenaga medis enggan untuk menggunakannya sebagai terapi utama maupun terapi komplementer.

Pada akhirnya, banyak senyawa-senyawa potensial yang tidak mampu menjadi produk komersil. Di lain pihak, industri farmasi tidak akan gegabah untuk memproduksi sediaan obat yang bukti-bukti ilmiahnya masih menjadi tanda tanya.

Hal ini membuat upaya saintifikasi senyawa aktif dari alam menemui jalan terjal dan berliku.


Akselerasi dengan Teknik Nuklir

Teknik nuklir dapat dijadikan sebagai alat (tools) untuk mengevaluasi suatu kandidat obat, baik itu bahan alam maupun obat hasil sintesis.

Organisasi Riset Tenaga Nuklir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), khususnya kelompok riset Senyawa Bertanda tengah giat dalam mengembangkan metode evaluasi obat dengan teknik nuklir.

Melalui metode ini, kandidat obat yang berbentuk senyawa tunggal terlebih dahulu diikatkan (radiolabelling) dengan suatu unsur radioaktif (radionuklida).

Dengan adanya energi nuklir di dalam suatu sediaan kimia tersebut, maka kandidat obat yang masuk ke dalam tubuh dapat ditelusuri (radiotracing) dengan bantuan detektor radiasi, misalnya melalui teknik pencitraan (radioimaging). Ini menjadikan validasi potensi kandidat obat dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan akurat.

Sebagai contoh, teknik nuklir tersebut dapat digunakan untuk menentukan profil biodistribusi dan farmakokinetika bahan alam lokal, misalnya kurkumin (dari kunyit), kuersetin (dari buah dan sayur), magosteen (dari buah manggis), dan rutin (dari buah dan sayur).

Tak hanya sampai di situ, teknologi analisis berbasis energi nuklir baru-baru ini telah berkontribusi dalam mempercepat uji praklinis kandidat vaksin pasif berbasis antibodi untuk Covid-19 yang tengah dikembangkan di Indonesia.

Perkembangan riset nuklir yang begitu pesat membuka asa dalam mengakselerasi proses saintifikasi senyawa bahan alam.

Dengan keunikannya, teknik nuklir mampu mendapatkan informasi penting mengenai karakteristik senyawa di dalam tubuh. Informasi tersebut dapat mencakup profil kunci seperti absorbsi, distribusi, metabolime, dan ekskresi (ADME).

Tidak hanya akurat, teknik ini tergolong mudah dilakukan dengan proses analisis yang relatif singkat. Bahkan, jumlah sampel yang diperlukan terbilang sangat minim, umumnya dalam orde mikro- hingga miligram.

Dukungan BRIN

Keanekaragaman hayati yang melimpah, seyogyanya dapat lebih dioptimalkan. Berbagai jenis kandidat obat yang kita miliki dapat divalidasi dengan teknik nuklir. Entah itu kandidat obat dari hasil sintesis atau berbasis bahan alam.

Proses saintifikasi jamu bukanlah perkara mudah. Diperlukan upaya yang besar dari segi waktu dan anggaran.

Bahkan, validasi potensi suatu kandidat obat terkadang memerlukan fasilitas dan peralatan modern yang untuk saat ini masih terbatas di Indonesia. Misalnya, fasilitas penentu struktur molekul dan peralatan pencitraan biologis.

Dengan bersatunya beberapa lembaga riset nasional di bawah payung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), validasi kandidat obat diharapkan dapat berlangsung lebih baik.

Melalui sinergi berbagai lembaga riset ditambah dengan kekayaan senyawa aktif yang melimpah, Indonesia selayaknya mampu melahirkan obat-obatan untuk terapi berbagai jenis penyakit.

Selain mampu, dengan teknik nuklir proses pengembangan obat dapat diakselerasi. Melalui keunikannya, teknik nuklir tersebut dapat pula menjadi pelengkap teknik konvensional.

Perlu pula disadari bahwa dukungan fasilitas dan infrastruktur pada aktivitas riset merupakan hal yang krusial.

Bukan hanya sebagai instrumen pemacu kemajuan riset pengembangan obat, insfrastruktur riset yang berkelas adalah wajah kemajuan iptek Indonesia.

Lebih jauh, ini dapat menjadi daya tarik bagi talenta-talenta iptek internasional untuk datang dan berkontribusi bagi riset pengembangan obat di tanah air. Akhirnya, kualitas iptek pengembangan obat mampu untuk terbang tinggi.

Kesuksesan program penemuan dan pengembangan obat bisa dipandang sebagai capaian yang patut dibanggakan.

Hadirnya teknik analisis berbasis energi nuklir membawa mimpi kita semakin dekat dengan kenyataan.

Alhasil, dengan dukungan BRIN dari segi anggaran, SDM, dan fasilitas, kita percaya bahwa kemandirian Indonesia di bidang pengobatan modern bukan lagi sebatas isapan jempol. Semoga.

Hendris Wongso

Peneliti pada Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Riset dan Inovasi Nasional

https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/17/204300023/nuklir-akselerasi-pengembangan-obat-baru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke