Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Letusan Gunung Berapi Super, Perlu Banyak Penelitian untuk Memprediksi

KOMPAS.com - Ilmuwan menyebut perlu dilakukan lebih banyak penelitian untuk memprediksi letusan gunung berapi super.

Hal ini tak lain karena peristiwa itu sangat jarang terjadi tetapi menimbulkan efek yang sangat luar biasa bagi dunia.

Mengutip Phys, Rabu (28/7/2021) menurut peneliti tak ada model tunggal yang dapat menggambarkan bagaimana peristiwa ini terjadi. Sehingga sangat sulit untuk menentukan bagaimana gunung berapi super dapat meletus di masa depan.

Gunung berapi super sendiri didefinisikan sebagai gunung berapi yang memiliki setidaknya satu ledakan berkekuatan 8, peringkat tertinggi pada Volcanic Explosivity Index (VEI).

Dengan letusan gunung tersebut, maka gunung berarti telah melepaskan lebih dari 1000 kilometer kubik material.

Selain itu, abu yang jatuh akan meluas dan aliran piroklastik yang menutupi tanah tebalnya bisa ratusan meter. Peristiwa letusan gunung berapi super ini juga meninggalkan lubang besar di tanah yang disebut kaldera.

Namun, peristiwa ini sangat jarang, terjadi kira-kira sekali setiap 100.000 tahun. Sehingga sampai saat ini, tidak ada penjelasan unik untuk mekanisme, waktu, dan volume super erupsi yang ekstrem.

Dalam studi ini, tim peneliti pun melakukan tinjauan mendalam terhadap bukti lapangan, geokimia dan petrologi dari 13 super erupsi yang telah terjadi selama dua juta tahun terakhir.

Mulai dari letusan Gunung Taup di Selandia Baru sekitar 24.000 tahun lalu hingga yang tertua di Yellowstone di AS kira-kira 2 juta tahun yang lalu.

Selain meninjau letusan-letusan gunung berapi super ini, mereka juga meninjau studi geofisika sistem vulkanik modern yang memberikan gambaran terkini tentang sistem magmatik.

Analisis data mengungkapkan tidak ada model tunggal dan terpadu yang menggambarkan bagaimana masing-masing dari 13 peristiwa letusan itu bermula.

Tetapi peneliti menyebut jika letusan super dapat dimulai dengan letusan ringan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan atau segera menjadi aktivitas vulkanik yang kuat.

Misalnya saja yang terjadi pada Gunung berapi Toba. Gunung api purba yang meletus 74.000 tahun lalu itu meletus dengan tiba-tiba.

Sementara Letusan Oruanui di Selandia Baru yang meletus 25.400 tahun yang lalu, dimulai secara perlahan, mengendapkan selimut abu besar sebelum Kaldera runtuh, dan berkembang secara intermiten termasuk jeda beberapa bulan.

Sumber magma yang akhirnya keluar dari gunung berapi juga bervariasi, dari satu badan magma hingga beberapa badan magma yang disadap secara bersamaan atau berurutan.

"Erupsi super dapat dimulai secara bertahap, cepat, maupun episodik yang berkepanjangan. Ketidakpastian yang terkait dengan peristiwa ini membuatnya sangat menantang untuk menentukan kapan dan bagaimana gunung berapi ini berpotensi meletus di masa depan," ungkap George Cooper, salah satu penulis studi ini.

Itu mengapa para peneliti ini pun berharap adanya lebih banyak penelitian yang dilakukan untuk membantu menjawab berbagai pertanyaan mengenai gunung berapi super ini.

Termasuk penggunaan algortima pembelajaran mesin yang terletak di stasiun pemantuan untuk membantu menafsirkan sinyal yang menunjukkan pergerakan magma yang tersimpan menuju permukaan.

Studi tentang letusan gunung berapi super ini telah dipublikasikan di Nature Review Earth and Environment.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/07/28/180900123/letusan-gunung-berapi-super-perlu-banyak-penelitian-untuk-memprediksi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke