Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Terinfeksi Covid-19, Bagaimana Perawatan di Rumah Sakit?

KOMPAS.com - Data yang dihimpun mandiri oleh Ikatan Dokter Indonesia menunjukkan, tingkat kasus Covid-19 pada anak sebesar 11-12 persen. Ini termasuk kasus Covid-19 anak yang tertinggi di dunia.

Kendati sejumlah studi mengatakan bahwa kebanyakan anak yang terinfeksi Covid-19 memiliki gejala ringan, risiko sindrom peradangan hingga perawatan yang membutuhkan rawat inap rumah sakit tetap ada.

Lantas, bagaimana perawatan Covid-19 anak di rumah sakit?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Hasanuddin (Unhas) Irwandy, SKM, MScPH, MKes.

Irwandy mengatakan, ruang perawatan untuk pasien anak dan dewasa dilaksanakan di unit atau instalasi yang berbeda.

"Jika anak memerlukan perawatan rawat inap, maka akan dirawat di ruang isolasi perawatan anak. Sedangkan jika anak memerlukan perawatan intensif," kata Irwandy kepada Kompas.com, Senin (14/6/2021).

Dia mengatakan, ruang perawatan intensif untuk bayi kurang dari 28 hari adalah ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU).

Sementara untuk ruang perawatan intensif bagi bayi berusia lebih dari 28 hari sampai anak berusia 18 tahun akan dirawat di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Sedangkan bagi orang dewasa berusia 18 tahun ke atas akan dirawat di ruang ICU.

Irwandy juga menambahkan, pasien Covid-19 bayi yang masih menyusui atau anak yang masih membutuhkan pendampingan keluarga, saat dirawat di rumah sakit akan melibatkan keluarga seperti ibu.

Namun, hal ini juga sangat tergantung pada kondisi ibu atau keluarga dan ketersediaan fasilitas di rumah sakit.

Untuk diketahui, di rumah sakit mana pun, ketersediaan bed atau tempat tidur di ruang NICU dan PICU lebih sedikit dibanding ruang ICU.

"Berdasar data RS Online Kemkes, jumlah bed ICU di seluruh RS di Indonesia ada hampir 8.000-an. Sedangkan bed NICU hanya 4.000-an dan (bed) PICU hanya 1.000-an lebih," ungkap Irwandy.

Untuk jumlah tempat tidur yang saat ini dialokasikan untuk perawatan Covid-19, kata Irwandy, datanya sangat dinamis.

"Namun, dari segi kemampuan maksimal alokasi, NICU dan PICU tentu akan lebih terbatas dibanding ICU untuk dewasa karena secara total jumlahnya memang terbatas."

Selain terbatasnya jumlah tempat tidur, tantangan lain yang dihadapi untuk penanganan Covid-19 pada anak adalah jumlah dokter anak yang terbatas.

"Kemudian jumlah dokter anak kita juga terbatas, tercatat ada sekitar 4.000-an dokter anak di Indonesia. Namun, di antara mereka (dokter anak), yang memiliki kompetensi subkeahlian neonatalogi serta emergensi dan rawat intensif anak jumlahnya masih sangat terbatas," imbuh dia.

Kasus Covid-19 anak di Indonesia

Dalam berita sebelumnya, Ketua IDAI, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan mengatakan bahwa 11-12 persen dari jumlah total kasus Covid-19 dialami oleh anak-anak.

"Dari data ini kalau kita lihat, hampir sama seperti kata UNICEF, (kasus Covid-19 pada anak di Indonesia) antara 11-12 persen. Ini salah satu kasus Covid-19 pada anak yang paling tinggi di dunia," kata Prof. Aman.

Berkaitan dengan hal tersebut, Prof. Irwandy sepakat dengan pernyataan Prof. Aman tersebut.

Hampir sama dengan IDAI, dari data jumlah persentase yang dilihat Irwandy, sekitar 12-13 persen kasus dikonfirmasi adalah anak-anak.

Dari jumlah kasus Covid-19 anak, tingkat kematian anak usia 0-18 tahun sekitar 1,2 persen.

Dikatakan Irwandy, hal ini menunjukkan bahwa kasus Covid-19 dengan gejala berat pada anak tidak sebanyak orang dewasa.

Kendati demikian, semua anak sangat berharga. Dan seperti yang dikatakan Prof. Aman dalam berita sebelumnya, seharusnya tidak satu pun anak meninggal dunia.

"Ini kita tidak cerita anak sakit, tapi meninggal. Yang harusnya di negara, satu anak pun tidak boleh meninggal dan harusnya satu anak pun tidak boleh sakit," ungkap Aman.

Oleh sebab itu, Irwandy menyatakan bahwa kita semua harus tetap waspada.

"Beberapa faktor bisa memicu ledakan kasus pada anak, karena saat ini kluster penularan terbesar adalah kluster keluarga di mana anak-anak ada didalamnya," ungkap Irwandy.

Selain itu, faktor-faktor seperti adanya mutasi virus, perilaku anak yang tidak bisa sedisiplin orang dewasa dalam menerapkan protokol kesehatan, sekolah tatap muka yang akan segera dimulai, hingga terbatasnya kemampuan fasilitas kesehatan kita untuk mengatasi lonjakan kasus jika terjadi pada anak.

"Jika tidak segera diantisipasi maka kondisi akan menjadi buruk buat anak," ungkap dia.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/15/080300923/anak-terinfeksi-covid-19-bagaimana-perawatan-di-rumah-sakit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke