KOMPAS.com - Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan menyinggung potensi gempa megathrust di pantai barat Sumatera dan pantai selatan Jawa dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Rakornas BP) secara virtual, Kamis (4/3/2021).
"Kita ini takut megathrust. Megathrust yang bisa terjadi di pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa. Di mana, kapan, dan bagaimana itu yang kita tidak tahu," kata Luhut.
Berkaitan dengan gempa Megathrust ini, sebenarnya bagaimana potensinya di Indonesia?
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.
Dia menerangkan, wilayah Indonesia terletak pada bagian Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Hal ini membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana terutama gempa dan tsunami.
Selain ancaman gempa besar yang diakibatkan oleh sumber gempa megathrust, masyarakat juga perlu mewaspadai sumber gempa sesar aktif.
"Pasalnya sesar aktif bersumber di daratan dan berdekatan dengan kawasan tempat tinggal masyarakat," kata Daryono kepada Kompas.com, Jumat (5/3/2021).
Dia melanjutkan, berdasarkan frekuensi kejadian gempa merusak, sesar aktif sebenarnya lebih sering terjadi dan menimbulkan kerusakan serta korban jiwa dibandingkan megathrust.
"Megathrust sebenarnya relatif lebih jarang terjadi. Hanya saja sumber gempa megathrust mampu membangkitkan gempa dahsyat dengan magnitudo mencapai 8 atau bahkan 9," jelas dia.
Sementara sumber gempa sesar aktif, rata-rata hanya mampu memicu gempa paling tinggi dengan magnitudo 7,5.
Perbedaan lainnya, gempa sesar aktif yang lebih sering terjadi banyak berpusat di daratan, dekat perkotaan, dan bahkan tempat tinggal kita.
Kalau gempa megathrust, sumbernya terletak di laut, sehingga dapat memicu terjadinya tsunami.
Dalam buku Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) 2017, disebutkan bahwa sumber gempa dari segmen megathrust hanya berjumlah 13 segmen.
Sementara jumlah segmen sesar aktif yang dimiliki Indonesia lebih dari 295 sesar aktif.
Segmentasi megathrust di Indonesia yakni:
"Khususnya wilayah selatan Jawa, keberadaan zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia merupakan generator gempa kuat sehingga wajar jika wilayah selatan Jawa merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami," jelas Daryono.
Hal tersebut dibuktikan dengan seringnya Pulau Jawa diguncang gempa.
Berdasarkan data, gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 7,0 di Jawa terjadi pada tahun:
Sementara itu, tsunami Selatan Jawa juga pernah terjadi pada tahun 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006.
"Ini menunjukkan bahwa informasi potensi bahaya gempa megathrust yang disampaikan para ahli adalah benar," ujar Daryono.
Saran untuk masyarakat
Dia mengingatkan, besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar adalah potensi bukan prediksi. Sehingga kapan terjadinya gempa, tidak ada satu orang pun yang tahu.
Dikarenakan setiap gempa dan tsunami tidak memiliki kepastian kapan terjadinya, maka diimbau agar masyarakat melakukan beberapa upaya untuk mengurangi risiko terjadinya bencana, baik secara fisik maupun non-fisik.
"Untuk itu dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi struktural dan non struktural yang nyata dengan cara membangun bangunan aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," paparnya.
Selain itu, semua informasi terkait potensi gempa dan tsunami harus direspons dengan langkah nyata dengan memperkuat upaya mitigasi bencana.
Tujuannya, meminimalkan dampak sehingga masyarakat dapat hidup dengan selamat, aman dan nyaman meskipun di daerah rawan bencana.
"Yang paling penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder dan masyarakat. Selain itu, bagaimana menyiapkan infrastruktur menghadapi gempa dan tsunami," tutup Daryono.
https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/05/170200123/mengenal-potensi-gempa-megathrust-dan-tsunami-di-indonesia