Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peluang Keberhasilan Program Vaksinasi Covid-19

PROGRAM vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan segera dimulai. Semua persiapan menjelang vaksinasi sudah dilakukan oleh pemerintah.

Tiga juta dosis vaksin Sinovac sudah tiba di Indonesia. Di antaranya, yaitu 1,2 juta dosis, juga sudah didistribusikan ke 34 provinsi.

Sertifikat halal dari MUI pun sudah terbit. Jika tidak ada halangan, izin edar darurat dari BPOM juga akan keluar sebelum pelaksanaan vaksinasi yang direncanakan dimulai pada 13 Januari 2021.

Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting yang dilansir pada 22 Desember 2020 mencatat mayoritas warga (67 persen) tentang rencana vaksinasi.

Namun, baru 37 persen masyarakat yang menyatakan bersedia divaksin. Sekitar 40 persen masih pikir-pikir. Sedangkan 17 persen tegas menolak.

Padahal, herd immunity baru bisa dicapai jika 70 persen populasi diberi vaksin. Bagaimana peluang keberhasilan program vaksinasi Covid-19 secara nasional?

Tulisan ini, membahas peluang keberhasilan program nasional vaksinasi Covid-19 dengan pendekatan teori difusi inovasi.

Teori difusi inovasi

Teori difusi inovasi yang dikembangkan oleh Profesor Everett M Rogers. Pertama kali dipublikasikan pada 1962 melalui bukunya "Diffusion of Innovations". Teori tersebut menjelaskan bagaimana sebuah inovasi dapat menyebar.

Pada awalnya teori itu terkait dengan bidang agrikultural yang ditekuninya. Teori difusi inovasi berkembang luas sejalan dengan perkembangan riset-riset di bidang difusi inovasi selama empat puluh tahun sesudahnya.

Saat ini aplikasi teori tersebut menjangkau banyak bidang. Sebut saja di antaranya sosiologi, pemasaran, komunikasi, dan kesehatan publik.

Menurut Rogers, "Diffusion is the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system."

Dari definisi di atas ada empat elemen dalam difusi, yaitu; inovasi, kanal, waktu, dan sistem sosial.

Inovasi adalah sebuah ide, gagasan, atau obyek yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang baru bagi individu. Dalam hal ini adalah vaksinasi Covid-19 (selanjutnya dalam tulisan ini, penulis mengartikan kata inovasi adalah vaksinasi Covid-19).

Inovasi menyebar melalui kanal-kanal komunikasi (media massa atau komunikasi antar personal termasuk media sosial).

Waktu merupakan elemen yang penting, karena difusi adalah sebuah proses yang terbuka sepanjang waktu.

Waktu juga penting untuk mengukur laju kategori kelompok individu yang mengadopsi sebuah inovasi pada kurun waktu tertentu.

Sedangkan sistem sosial, didefinisikan sebagai kumpulan dari individu yang saling terhubung dan terlibat dalam sebuah pemecahan masalah yang akan dicapai. Masalah kita adalah pandemi Covid-19. Pemecahan masalah yang akan dicapai adalah herd immunity.

Dalam sistem sosial terdapat dua struktur yang berbeda, yaitu struktur sosial dan stuktur komunikasi. Struktur sosial mempengaruhi difusi melalui nilai, norma, peran, dan hirarki.

Adapun struktur komunikasi menentukan bagaimana pesan mengalir melalui sistem sosial. Kesediaan Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang divaksinasi merupakan keputusan yang sangat tepat karena budaya kita yang paternalistik.

Kelompok adopter inovasi/kebaruan

Rogers membagi mereka yang mengadopsi inovasi (adopter) menjadi lima kelompok. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terhadap sebuah inovasi/kebaruan selalu saja ada individu-individu yang segera mengadopsinya. Kelompok tersebut dinamakan innovator, yang jumlahnya 2,5 persen dari target populasi.

Setelah itu akan diikuti oleh kelompok individu yang disebut early adopter, yang jumlahnya mencapai 13,5 persen. Mereka biasanya adalah figur publik, pesohor atau pemimpin informal.

Berikutnya adalah kelompok yang disebut early majority, sebanyak 34 persen. Kelompok ini umumnya para pengikut dari early adopter atau individu yang termotivasi mengadopsi kebaruan karena sudah melihat manfaat yang diterima kelompok early adopter.

Menyusul kemudian adalah kelompok late majority, sebanyak 34 persen juga. Namun, tetap saja ada kelompok individu yang masih enggan mengadopsi kebaruan. Jumlahnya mencapai 16 persen yang disebut laggard.

Untuk mencapai herd immunity jumlah penduduk yang mendapat vaksinasi sekurang-kurangnya mencapai 70 persen penduduk. Jumlahnya 182 juta.

Kelompok innovator dimotori oleh Presiden Joko Widodo dan sejumlah selebriti, seperti dr Tirta, Raffi Ahmad, dan Bunga Citra Lestari.

Tenaga kesehatan, TNI dan Polri, aparat hukum, tenaga pendidik, tokoh agama, aparatur pemerintah merupakan bagian dari tahap pertama program vaksinasi Covid-19. Jumlahnya mencapai 40-an juta penerima vaksinasi atau sekitar 22 persen dari target 182 juta penduduk.


Atribut inovasi

Rogers mengidentifiksi ada lima atribut inovasi yang memiliki pengaruh kuat terhadap seberapa cepat sebuah inovasi diadopsi.

Dalam hal ini, seberapa cepat masyarakat percaya terhadap vaksin Sinovac dan bersedia divaksinasi.

Pertama, relative advantage yaitu persepsi masyarakat terhadap manfaat vaksinasi. Relative advantage memberi pengaruh positif terhadap laju tingkat adopsi.

Salah satu insentif untuk meningkatkan relative advantage, pemerintah menggratiskan vaksin Covid-19.

Kedua, compatibility yaitu persepsi masyarakat terhadap kesesuaian vaksin Covid-19 dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Sertifikat halal merupakan compatibility. Dan compatibility memberi pengaruh positif terhadap laju tingkat adopsi.

Berikutnya adalah complexity yaitu persepsi masyarakat terhadap kompleksitas prosedur dalam mendapatkan vaksinasi. Atribut ini memberi pengaruh negatif terhadap tingkat adopsi. Semakin kompleks tingkat adopsi semakin lambat.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu menaruh perhatian yang serius pada saat pelaksanaan vaksinasi agar prosedurnya tidak ribet.

Trialability merupakan atribut keempat. Dalam hal ini masyarakat akan mengalami dua kali pengalaman. Pengalaman tidak langsung, yaitu ketika menyaksikan apa yang terjadi dengan penerima vaksin tahap pertama.

Pemberitaan secara langsung saat Presiden Joko Widodo dan selebriti serta tokoh-tokoh masyarakat saat divaksinasi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan atribut trialability. Program komunikasi perlu senantiasa digulirkan selama program vaksinasi berjalan.

Pengalaman langsung adalah saat masyarakat menerima vaksin. Vaksinasi perlu dilakukan dua kali, maka pengalaman pertama akan menentukan proses berikutnya. Trialability memberi pengaruh positif terhadap tingkat adopsi masyarakat.

Atribut kelima adalah observability, yaitu bagaimana masyarakat yang belum divaksinasi dapat memantau kondisi mereka yang sudah divaksin. Observability memberi pengaruh positif terhadap tingkat adopsi.

Untuk mengoptimalkan pengaruh kelima atribut di atas agar laju adopsi inovasi naik dengan cepat, maka peran komunikasi sangat penting.

Komunikasi publik yang dilakukan pemerintah dan juga komunikasi peer-to-peer melalui media sosial akan menentukan tingkat adopsi.


Crossing the chasm

Adalah judul buku yang ditulis oleh Geoffrey Moore yang terbit pertama kali pada 1991. Karya tersebut merupakan pengembangan pemikiran Rogers khususnya mengenai lima kategori kelompok adopter.

Adopsi inovasi merupakan sebuah proses seiring dengan berjalannya waktu. Mulai dari kategori innovator hingga laggard.

Dalam proses tersebut terdapat dua "jurang" yang harus diseberangi. Jurang pertama, yang lebih sempit, ada di antara kelompok innovator dan early adopter.

Jurang kedua, yang paling lebar dan berbahaya, ada di antara kelompok early adopter dan early majority.

Jika kedua jurang tersebut dapat diseberangi dengan selamat, maka proses difusi inovasi dapat berjalan dengan lancar. Itulah inti pemikiran Moore seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Dalam program nasional vaksinasi Covid-19, untuk mencapai tepi jurang pertama jumlah penerima vaksinasi adalah 2,5 persen dari 182 juta atau 4,55 juta penduduk. Sedangkan tepi jurang kedua adalah 16 persen atau 29,12 juta penduduk.

Jika pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap pertama, dengan target 40-an juta penerima yang notabene berada pada hierarki, dapat berjalan dengan lancar.

Dan sepanjang kualitas vaksin yang telah melalui pengujian BPOM berfungsi baik, maka tidak sulit bagi program vaksinasi nasional menyeberangi kedua jurang tersebut.

Keberhasilan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari dalam mengendalikan penularan virus Covid-19 merupakan faktor pendukung. Tentu saja program komunikasi publik dan peer-to-peer merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan dalam mensukseskan program nasional ini.

Ir Suhartono Chandra, MM
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/12/163000123/peluang-keberhasilan-program-vaksinasi-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke