Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lockdown Membuat Kicauan Burung Lebih Merdu, Studi Ini Jelaskan

KOMPAS.com - Menurut studi ilmiah, selama lockdown nyanyian burung terdengar berbeda. Ilmuwan mengkonfirmasi perubahan dalam nyanyian vokal burung ketika suatu kota menjadi sunyi.

Hal ini telah dianalisis panggilan burung pipit yang direkam selama beberapa dekade.

Burung-burung itu meningkatkan kualitas nyanyian mereka, saat mereka berseru untuk mempertahankan wilayah mereka dan memikat pasangan.

Dilansir dari BBC, Jumat (25/9/2020), meskipun di telinga manusia terdengar suara burung semakin nyaring, sebenarnya burung pipit bernyanyi lebih pelan.

Lagu-lagu yang lebih manis dan lembut ini dibawa lebih jauh mengingat kurangnya kebisingan latar belakang.

Dr Elizabeth Derryberry dari departemen ekologi dan biologi evolusi di Universitas Tennessee di Knoxville, AS, telah mempelajari selama bertahun-tahun bagaimana polusi suara memengaruhi kicau burung.

"Orang-orang benar bahwa burung memang terdengar berbeda selama penutupan dan mereka memenuhi ruang suara yang pada dasarnya kami tinggalkan," kata Dr Derryberry kepada BBC.

Ilmuwan dapat membandingkan efek sebelum dan selama lockdown dengan studi jangka panjang tentang nyanyian burung pipit mahkota putih yang hidup di dalam dan sekitar area Teluk San Francisco.

Hal yang ditemukan ternyata sedikit mengejutkan, sebagian besar waktu, burung pipit jantan yang bernyanyi, dan selama keheningan burung meningkatkan performa vokal mereka.

Burung jantan menyanyikan lagu-lagu yang lebih "seksi" dengan amplitudo rendah untuk mempertahankan wilayah mereka dan merayu betina.

"Ketika tingkat kebisingan menurun selama penutupan, nyanyian mereka sebenarnya terdengar lebih seksi bagi burung lain dalam populasi tersebut," kata Dr Derryberry.

Hal ini, kata Dr Derryberry menunjukkan bahwa alam dapat pulih dengan cepat dari efek polusi suara manusia.


Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science tersebut menunjukkan juga, adanya pengurangan polusi suara, memiliki efek langsung pada perilaku satwa liar dan hal tersebut sangat menarik.

Sebab, dengan begitu banyak hal yang dilakukan untuk mencoba membantu lingkungan, membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki. Lockdown  sebenarnya merupakan eksperimen alami tentang bagaimana satwa liar menanggapi kebisingan yang ditimbulkan oleh manusia.

Tingkat lalu lintas di Jembatan Golden Gate turun ke tingkat yang mirip dengan tahun 1950-an dan dilaporkan di media sosial bahwa anjing hutan terlihat berkeliaran. Banyak yang telah ditulis tentang hubungan yang dirasakan orang dengan alam selama lockdown.

Penelitian ini membuktikan bahwa satwa liar dan manusia mendapat manfaat.

"Ini meningkatkan keadaan keberadaan dan kesehatan mental, untuk dapat mendengar lebih banyak burung dan saya pikir penutupan tersebut menyoroti hal itu, dan penelitian ini memberikan beberapa data untuk mendukungnya," kata Dr Derryberry.

Studi yang dilakukan bekerja sama dengan para ahli di Texas A&M University-San Antonio dan George Mason University, Fairfax, ini mengungkapkan ternyata burung gereja mahkota putih, banyak ditemukan di banyak tempat di AS dan Kanada, di mana lagu-lagunya telah dipelajari secara luas.

Sub-spesies yang berbeda di seluruh negeri menyanyikan lagu-lagu yang sedikit berbeda, yang dikenal dengan pengantar yang manis dan bersiul, rangkaian peluit yang campur aduk, dan getaran yang mendekati akhir.

Burung pipit di wilayah Teluk San Francisco telah direkam sejak tahun 1970-an, menciptakan catatan sejarah perilaku nyanyian yang langka.

Sudah diketahui umum bahwa burung yang hidup di kota harus menyesuaikan nyanyian mereka dalam beberapa dekade terakhir. Sama seperti orang yang harus berbicara lebih keras di pesta yang ramai. Ini secara ilmiah dikenal sebagai Lombard, atau efek pesta koktail.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/25/133100223/lockdown-membuat-kicauan-burung-lebih-merdu-studi-ini-jelaskan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke