Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fosil Cangkang Foram Ungkap Perubahan Iklim Bumi dan Pemanasan Global

KOMPAS.com - Studi baru dilakukan para peneliti untuk mengungkapkan betapa mengerikan situasi iklim Bumi pada saat ini.

Para peneliti telah menganalisis unsur-unsur kimiawi yang terdapat dalam amuba bawah laut yang disebut foram yang berhasil selamat dari hantaman asteroid pada 66 juta tahun silam.

Saat tumbuhan dan hewan mati, amuba ini berhasil berkembang biak dan membangun cangkang yang kokoh dari kalsium dan mineral laut dalam.

Dilansir dari Live Science, Minggu (13/9/2020), berdasarkan analisis dari unsur kimiawi yang terdapat dalam ribuan sampel foram, para peneliti dapat membuat catatan rinci tentang iklim Bumi.

Dalam studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Science, penelitian ini mencakup catatan misi pengeboran laut dalam selama puluhan tahun, serta merinci perubahan iklim Bumi di seluruh era Kenozoikum.

Era yang mana terjadi pada 66 juta tahun lalu, ditandai dengan dimulainya kematian dinosaurus dan meluas hingga masa kini sebagai dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Kenaikan gas rumah kaca

Hasilnya menunjukkan bagaimana Bumi bertransisi melalui empat kondisi iklim yang berbeda sebagai respons terhadap perubahan orbit planet, tingkat gas rumah kaca dan luas lapisan es kutub.

Kempat kondisi iklim itu dijuluki dengan status Warmhouse, Hothouse, Coolhouse, dan Icehouse.

Para peneliti menyimpulkan bahwa mereka menemukan bahwa adanya kenaikan gas rumah kaca. Sebab, laju pemanasan global antropogenik saat ini jauh melebihi fluktuasi iklim alami yang juga terlihat di titik lain di era Kenozoikum.

"Sekarang kami telah berhasil menangkap variabilitas iklim alami, kami dapat melihat bahwa proyeksi pemanasan antropogenik akan jauh lebih besar dari itu," kata rekan penulis studi James Zachos, profesor ilmu bumi dan planet di Universitas California, Santa Cruz.

Jika emisi rumah kaca saat ini tetap pada kondisi stabil, maka iklim saat ini dapat meroket kembali ke tingkat yang tidak terlihat sejak Maksimum Termal Paleosen Eosen.

Transisi dari rumah es ke rumah kaca tidak akan memakan waktu jutaan tahun, kata Zachos malah akan memakan waktu ratusan tahun.

"Hal tersebut saat ini bisa diketahui dengan lebih akurat, kapan kondisi planet akan jadi lebih hangat atau lebih dingin dan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika yang mendasari dan proses yang mendorongnya," kata penulis utama studi Thomas Westerhold, Direktur Pusat Ilmu Lingkungan Laut Universitas Bremen di Jerman, mengatakan hal tersebut.

Peta iklim Bumi

Untuk menyusun peta iklim Bumi, penulis studi memeriksa fosil cangkang foram yang berada di inti sedimen laut dalam.

Foram kependekan dari Foraminifera adalah plankton mikroskopis yang kerabat tertuanya muncul di lautan hampir satu miliar tahun yang lalu.

Semakin dalam ilmuwan menggali ke dasar laut, maka spesimen yang ditemukan akan semakin tua.

Rasio isotop karbon dan oksigen (versi unsur) dalam cangkang foram menyimpan informasi iklim yang penting.

Ditemukan perbandingan antara isotop oksigen oksigen 18 dan oksigen 16. Hasil dari penemuan ini mengungkapkan seberapa hangat air yang berada di sekitarnya.

Ketika, sebuah foram membangun cangkangnya, jika semakin tinggi rasionya maka akan semakin dingin airnya.

Lalu ada rasio antara karbon 13 dan karbon 12 yang menunjukkan berapa banyak karbon organik yang tersedia untuk dimakan oleh mikroba.

Rasio yang tinggi memiliki korelasi lebih banyak dengan gas rumah kaca, seperti kandungan karbon dioksida yang ada di atmosfer.

Para ilmuwan telah sejak lama mempelajari cangkang foram tersebut, untuk menemukan petunjuk tentang suhu lautan Bumi purba, komposisi mineral yang tumpah di udara maupun laut.

Sebab, saat foram mati, mereka akan hancur menjadi sedimen dasar laut, namun mereka masih menyimpan sebagian kecil dari sejarah kuno Bumi, yang tetap hidup dalam cangkang fosil mereka.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/14/110200023/fosil-cangkang-foram-ungkap-perubahan-iklim-bumi-dan-pemanasan-global

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke