Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Crown Shyness Kanopi Hutan yang Unik, Fenomena Apakah Itu?

KOMPAS.com - Salah satu pemandangan paling unik saat berada di hutan pinus, yakni ketika kita mendongak ke atas serasa sedang dipayungi pucuk-pucuk pohon.

Seorang penulis Robert Macfarlane menyoroti pola indah yang dapat dihasilkan dari perilaku dahan-dahan pohon yang menjulang ke atas, tetapi tak saling bersentuhan. Fenomena ini disebut dengan Crown Shyness.

Apa itu fenomena crown shyness?

Dahan dan ranting pohon tidak saling bersentuhan dan seakan membentuk atap hutan yang memayungi siapapun di bawahnya dari terik cahaya matahari. 

Dikutip DW, Minggu (30/8/2020), Macfarlane bukanlah orang pertama yang menyadari fenomena tersebut, ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1920-an.

Fenomena yang terdokumentasi dengan baik. Diyakini terjadi terutama di pohon dari spesies yang sama, meskipun, perilakunya juga telah diamati di seluruh spesies.

Di mana itu terjadi, itu segera dikenali dari celah sempit namun jelas antara puncak pohon. Sepertinya kanopi robek dan bergerak sedikit.

Begitu mereka merasakan tetangga yang dekat, proses pertumbuhan berhenti, memastikan bahwa cahaya dapat menembus kanopi dan fotosintesis berlanjut.

Menjelaskan fenomena ini, dikutip dari National Geographic, ahli biologi Francis "Jack" Putz saat tersesat di tengah kumpulan hutan bakau di Taman Nasional Guanacaste, Kosta Rika, tak sengaja melihat fenomena ini.

Pucuk-pucuk pohon bakau tertiup angin, menyebabkan dahan-dahan pohon di sekitarnya seakan saling mematahkan beberapa daun dan dahan terluarnya. Putz memperhatikan peristiwa itu kemudia meninggalkan jejak ruang kosong melalui kanopi.

Celah retakan pada pucuk-pucuk pohon ini, kemudian disebut dengan crown shyness dan telah terdokumentasikan di hutan di seluruh dunia. 

Tak hanya di hutan bakau Kosta Rika, tetapi juga pohon-pohon kamper Borneo yang menjulang di hutan Malaysia.

Akan tetapi, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami mengapa pucuk pohon begitu sering menolak untuk bersentuhan

Tim Putz menerbitkan penelitian pada tahun 1984 yang menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, crown shyness mungkin hanya hasil dari pertempuran antara pohon yang tertiup angin.

Setiap pohon berlomba untuk menumbuhkan cabang baru dan menangkis serangan dari tetangga mereka. Dalam penelitian mereka, semakin banyak mangrove yang bergoyang tertiup angin, semakin lebar jarak kanopi mereka dari pucuk tetangganya. 

Cara tanaman melindungi diri dari hama

Beberapa pohon mungkin mampu menerapkan kehati-hatian ini selangkah lebih maju dengan menggunakan sistem sensorik khusus untuk mendeteksi bahan kimia yang berasal dari tanaman di dekatnya.

“Ada banyak literatur seputar kesadaran tanaman,” kata Marlyse Duguid, ahli kehutanan dan ahli hortikultura di Universitas Yale.

Data tentang komunikasi kimiawi pada tumbuhan berkayu jarang, tetapi jika pohon dapat merasakan satu sama lain, mereka mungkin dapat menghentikan pertumbuhan kanopi sebelum dipaksa untuk bergumul.

Dedaunan yang lebih jarang bisa membantu sinar matahari mencapai lantai hutan, memelihara tanaman dan hewan penghuni tanah yang pada gilirannya mendukung kehidupan arboreal.

Putz berpendapat bahwa celah tersebut dapat membantu pohon menghindari tanaman merambat yang invasif. Biasanya disebut liana yang umumnya tumbuh di hutan tropis dan subtropis di seluruh dunia.

Tujuannya, untuk melindungi tanaman dari mikroba penyebab penyakit dan serangga yang tidak bisa terbang yang melalui celah kanopi sebagai perantara. Sebab, beberapa kuman dan serangga secara teoritis masih bisa meloncat ketika pepohonan tertiup angin.

Fenomenacrown shyness menunjukkan cara alam melindungi diri, namun bagi manusia ini adalah sisi lain yang hadir di hutan-hutan tropis. Di mana pucuk-pucuk pohon saling menghindar dan memberi celah membentuk langit-langit kanopi hutan yang unik.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/30/170200523/crown-shyness-kanopi-hutan-yang-unik-fenomena-apakah-itu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke