Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

AS Izinkan Terapi Plasma Konvalesen Obati Pasien Covid-19, Apa Itu?

KOMPAS.com - Para ilmuwan masih terus bergelut untuk menciptakan vaksin dan juga pengobatan atau terapi terbaik untuk pasien Covid-19. Salah satu terapi yang digadang-gadang bisa bermanfaat untuk pengobatan pasien Covid-19 adalah terapi plasma darah.

Baru-baru ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat mengizinkan penggunaan plasma darah untuk pengobatan penyakit Covid-19.

Pemberian izin dilakukan pada Minggu (23/8/2020), sehari setelah Presiden AS Donald Trump menyalahkan FDA karena dianggap menghambat peluncuran vaksin dan pengobatan terhadap virus corona atas alasan politik.

Kendati terkesan terburu-buru, FDA juga mengumumkan bahwa bukti awal menunjukkan plasma darah dapat menurunkan angka kematian pasien virus corona dan meningkatkan kesehatan pasien dalam waktu tiga hari perawatan.

Selain itu, FDA mengklaim bahwa setidaknya sebanyak 70.000 pasien telah dirawat menggunakan plasma darah, dengan manfaat yang terlihat pada pasien berusia di bawah 80 tahun dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan.

Apa itu terapi plasma darah?

Secara skematis, terapi plasma darah atau plasma konvalesen merupakan plasma darah yang berasal atau diambil dari pasien yang telah sembuh dari infeksi, baik itu infeksi jamur maupun virus.

Dalam kasus Covid-19 ini, Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan bahwa plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari pasien yang didiagnosis Covid-19 dan sudah 14 hari dinyatakan sembuh dari infeksi penyakit tersebut.

Kesembuhan pasien itu juga harus ditandai dengan pemeriksaan swab menggunakan tes laboratorium PCR, setidaknya harus sebanyak dua kali pemeriksaan dengan hasil negatif.

Dituturkan Amin dalam diskusi yang digelar BMPB, Jakarta, Jumat (26/6/2020), plasma konvalesen berasal dari pengintai di dalam tubuh yang dapat mempertebal sistem imun seseorang.

"(Plasma konvalesen) bisa memperbaiki jaringannya (pasien) yang sudah rusak dan pada gilirannya akan memperbaiki sistem imunnya, begitu juga seterusnya," ujar Amin.

Sedikit berbeda dengan vaksin, Amin dalam kesempatan berbeda pada acara diskusi daring bertajuk Riset dalam Menemukan Vaksin dan Obat Anti Covid-19 Jumat (15/5/2020) mengatakan, plasma konvalesen bisa disebutkan sebagai imunisasi pasif, dan vaksin adalah imunisasi aktif.

Dengan kata lain, plasma konvalesen ini bisa bertindak memperkuat imunitas atau sistem kekebalan tubuh individu yang sudah terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Hal ini akan membantu pengobatan dan mempercepat proses pemulihan pasien tersebut.

Sementara itu, vaksin merupakan bantuan atau pendukung sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap individu yang masih sehat dan tidak sedang terpapar Covid-19.

Namun, ia menegaskan bahwa sampel plasma darah yang diambil untuk konvalesen ini tidak bisa sembarangan dari pasien sembuh Covid-19.

Para peneliti memiliki kategori atau persyaratan tersendiri yang menjadikan pasien sembuh Covid-19 (penyintas) sebagai donor, begitu pun dengan plasma dan pasien yang akan diujikan.

Untuk diketahui, LBM Eijkman merupakan salah satu lembaga di Indonesia yang mengupayakan pengujian terhadap plasma darah pasien yang telah sembuh dari infeksi Covid-19.

Amin mengatakan, pengujian atau penelitian terhadap plasma ini dilakukan untuk dapat menangani pasien dengan Covid-19 yang cukup berat reaksi tubuhnya, seperti terapi bagi pasien tersebut.

Sama halnya dengan Amerika Serikat, jika hasil pengujian plasma darah tersebut baik untuk pasien Covid-19, tidak menutup kemungkinan terapi plasma konvalesen ini akan bisa dipergunakan kepada pasien Covid-19 dengan kategori yang ditentukan.

Sementara itu, FDA mengklaim bahwa dalam analisis pengujian yang mereka lakukan, pasien-pasien yang mendapatkan perawatan plasma darah ini mempunyai tingkat keberlangsungan hidup 35 persen lebih baik, sebulan setelah menerima pengobatan.

Tanggapan Eijkman terkait AS sudah izinkan plasma konvalesen

Wakil Kepala Bidang Penelitian Translasional LBM Eijkman yang juga sekaligus peneliti utama plasma konvalesen, Prof dr David H Muljono PhD mengatakan bahwa bukan hal aneh dan wajar saja bagi AS untuk mengeluarkan izin plasma konvalesen dilakukan.

"Di situ (AS) bisa (sudah dikeluarkan izin terapi plasma konvalesen) karena mereka mampu mengetes (plasma darah sesuai standar), karena teknologi ada," kata David kepada Kompas.com melalui virtual daring, Selasa (25/8/2020).

Plasma darah yang akan dipergunakan untuk terapi kepada pasien terinfeksi juga harus di uji dan dites menggunakan metode teknologi Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT).

Pengujian atau tes tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah plasma darah yang diambil mengandung antibodi spesifik dan juga memiliki titer (kadar) yang tidak rendah.

David berkata, sebenarnya mekanisme kelayakan uji terapi plasma konvalesen ini tidak sekompleks pembuatan vaksin.

Sehingga wajar saja jika teknologi memadai dan hasil tes baik, maka bisa lebih cepat waktunya untuk digunakan kepada pasien.

Sebaliknya, jika pengujian dan tes melalui metode teknologi PRNT belum terlaksanakan dengan baik, maka plasma konvalesen belum bisa diterapkan karena memiliki risiko efek samping lainnya.

"Plasma konvalesen ini bukan obat, dan bisa cepat juga bukan tanpa bahaya," kata dia.

Namun, pengambilan sampel plasma darah tidak diharuskan bagi semua pasien sembuh dari infeksi Covid-19 dan pemberian plasma konvalesen juga tidak bisa berlaku untuk semua pasien yang sedang terinfeksi saat ini.

Sumber: Kompas.com  (Achmad Nasrudin Yahya)

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/25/200200223/as-izinkan-terapi-plasma-konvalesen-obati-pasien-covid-19-apa-itu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke