KOMPAS.com - Polusi atau pencemaran udara dapat berakibat fatal karena bisa berdampak pada kesehatan manusia dan kesejahteraan ekonomi suatu kota atau negara yang kualitas udaranya tidak sehat.
Namun, pencemaran udara merupakan masalah yang bisa dikelola karena sumber utama kualitas udara tidak sehat adalah aktivitas dan operasi sistem mesin buatan manusia.
Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dalam laporan penelitiannya terkait kualitas udara menemukan beberapa fakta sebagai berikut:
Rekomendasi
Berkaitan dengan fakta kualitas udara buruk di Jakarta tersebut, CREA memberikan 3 rekomendasi untuk membuat rencana energi nasional, yang harus didukung oleh reformasi sistem pengelolaan kualitas udara negara.
Berikut 3 rekomendasi CREA:
1. Merevisi baku mutu udara ambien nasional
CREA menyebutkan merevisi baku mutu udara ambien nasional ini perlu dilakukan dengan target memenuhi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang kualitas udara yang sehat.
Oleh sebab itu, dibutuhkan target yang terikat wkatu untuk mengurangi pencemar seperti Sulfur Dioksida (SO2), gas rumah kaca (NOx), partikulat PM 2,5 di tingkat nasional dan provinsi.
Nah, dalam hal memastikan keakuratan infromasi tentang kualitas udara dan kepatuhan terhadap baku mutu lingkungan, pemerintah juga harus meningkatkan jaringan pemantauan baik di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya.
Stasiun pemantauan ini haruslah bisa mengukur emisi dengan wkatu nyata, dan data dari stasiun ini harus siap tersedia untuk umum. Dengan kata lain, bisa diakses oleh publik atau masyarakat secara bebas.
Data yang didapatkan dari setiap stasiun pemantauan ini juga harus dilaporkan secara elektronik di berbagai tingkat pemerintahan. Hal ini supaya mencegah manipulasi data baik dari daerah kota, provinsi maupun pusat.
2. Menegakkan baku mutu emisi tahun 2019
Baku mutu emisi tahun 2019 yang diperbarui pada semua pembangkit listrik termal yang direncanakan haruslah ditegakkan.
Isabella menegaskan, ini juga termasuk yang sekarang sedang dibangun untuk memastikan bahwa pembangkit bisa menambah teknologi baru guna menyesuaikan dengan baku mutu emisi yang lebih ketat dan aman.
Teknologi baru itu juga harus dilengkapi dengan sistem pamantau emisi terus-menerus (CEMS). Di mana CEMS ini nantinya juga diupayakan untuk bisa mengenali semua jenis pencemar utama udara.
Pencemar utama udara, di antaranya adalah SO2, Nox, ozon, PM 10, karbon monoksida, dan juga PM 2,5.
Ini juga akan memungkinkan pembuat aturan dan badan pengawas untuk dapat melacak apakah batu mutu ini cukup untuk memitigasi emisi.
3. Memperbarui baku mutu emisi untuk industri
Seperti diketahui, selain pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, operasi industri penghasil limbah dan gas beracun juga menjadi permasalahan yang harusnya diselesaikan.
Dengan begitu, memperbarui baku mutu emisi untuk industri pencemaran lainnya berdasarkan pada Teknologi Terbaik yang Tersedia (3T) khusus industri, akan membantu untuk meminimalkan dampak lingkungan dan kesehatannya.
Semua pembangkit listrik dan fasilitas pada ruang udara Jakarta yang melintasi beberapa provinsi berkontribusi terhadap pencemaran di Jakarta.
Disebabkan sumber emisi stasioner ini tidak hanya di Jakarta melainkan Jawa Barat dan Banten juga lebih tinggi, maka sudah seharusnya ada kolaborasi dalam menetapkan target pengendalian emisi.
Hal ini dapat dimulai dengan analisis inventarisasi emisi dasar untuk menganalisis pencemaran udara kumulatif dari berbagai sumber di seluruh kawasan.
https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/13/130200123/6-fakta-kualitas-udara-buruk-jakarta-dan-3-rekomendasi-bagi-kita