Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cacing Parasit Ancam Hewan Laut, Mungkinkah Sushi juga Terkontaminasi?

KOMPAS.com - Ilmuwan perairan memperingatkan peningkatan populasi cacing parasit yang banyak menginfeksi hewan laut. Makanan laut mentah juga berpotensi mengandung parasit ini.

Sejak tahun 1970-an, cacing parasit mulai menginfeksi ikan, cumi-cumi, paus, hingga lumba-lumba. Bahkan, menurut analisis meta data baru, infeksi parasit ini telah mengglobal sebesar 283 kali lipat.

Bukan jumlah yang kecil, namun karena makhluk ini sangat kecil dan lautan begitu luas, entah bagaimana caranya cacing parasit tidak dapat terdeteksi sampai saat ini.

Para peneliti, bahkan tidak dapat mengetahui mengapa parasit ini dapat tumbuh sepesat ini dan dampaknya jangka panjang seperti apa?

Melansir Science Alert, Sabtu (21/3/2020), cacing parasit yang dikenal sebagai "herring worm" atau Anisakis simplex, nematoda parasit ini dapat bersembunyi dalam makanan laut mentah.

Jika salah dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan keracunan makanan.

Kendati demikian, cacing parasit ini tidak terlalu memberi pengaruh besar terhadap industri perikanan laut.

Ancaman kepunahan bagi mamalia laut

Hanya saja, bagi mamalia laut, Anisakis ini justru menjadi ancaman yang lebih besar bagi cetacea, seperti paus dan lumba-lumba.

Sebab, mamalia laut dapat terjebak cacing parasit Anisakis selama bertahun-tahun.

Ilmuwan perairan dan perikanan, Chelsea Wood mengatakan konsumen tidak perlu terlalu khawatir untuk mengonsumsi sushi, makanan laut mentah asal Jepang.

Mengingat industri perikanan, bahkan tidak menyadari peningkatan cacing parasit ini, sehingga risiko menelannya mungkin tetap sangat rendah. Namun, tidak demikian dengan hewan-hewan laut.

"Mungkin parasit ini menjadi alasan beberapa populasi mamalia laut gagal bangkit lagi. Saya berharap penelitian ini mendorong orang untuk melihat ancaman cacing parasit ini terhadap pertumbuhan populasi mamalia laut yang terancam punah," ungkap Wood.

Dampak dari peningkatan populasi parasit ini pada mamalia laut saat ini belum diketahui.

Akan tetapi jika jumlahnya tepat, maka mamalia cetacea akan menghadapi risiko yang jauh lebih besar untuk terinfeksi Anasakis, dibandingkan setengah abad yang lalu.

Berdasarkan analisa data dari makalah penelitian ini, para peneliti mengungkapkan peningkatan yang mengejutkan dalam kelimpahan Anisakis selama periode 53 tahun, dari tahun 1962 hingga 2015.

Peneliti menjelaskan rerata ditemukan kurang dari satu cacing parasit ini dalam 100 inang, namun saat ini kemungkinan bisa menjadi lebih dari satu cacing di setiap inang yang tertangkap.

Sedangkan analisis dalam skala global dinilai terlalu besar untuk menunjukkan salah satu faktor pendorong pertumbuhan cacing parasit ini.

Anehnya, kata Wood, tidak semua parasit mamalia laut meningkat. Para penulis menemukan parasit lain yang serupa, yang disebut Pseudoterranova, yang menginfeksi ikan, singa laut dan anjing laut, populasinya relatif stabil selama periode waktu yang sama.

Wood berharap mestinya jumlah itu bisa sebaliknya, sebab populasi anjing laut dan singa laut telah berkembang pesat dalam beberapat tahun terakhir.

Jadi kemungkinan Anisakis meningkat karena siklus hidupnya harus melewati lebih sedikit inang. Meningkatnya jumlah cacing laut bisa menjadi tanda ekosistem berkembang, atau mereka dapat mewakili ancaman yang semakin meningkat.

Terutama untuk makhluk yang sudah hampir punah dan rentan seperti lumba-lumba Hector (Cephalorhynchus hektori).


Wood berpendapat penjelasan yang paling masuk akal adalah beberapa mamalia laut baik-baik saja, yang menyebabkan peningkatan parasit dengan mengorbankan makhluk yang lebih rentan yang kini menghadapi peningkatan risiko infeksi.

"Ini adalah kisah hanya dua spesies parasit di antara jutaan yang masih ada, dan kami mendorong yang lain untuk menggunakan pendekatan ekologi historis untuk melacak perubahan melintasi keanekaragaman spesies parasit laut," tulis para penulis makalah yang diterbitkan dalam Global Change Biology ini.

Di Kutub Utara, tempat Anisakis berkembang, seringkali peneliti kekurangan data jangka panjang, bahkan untuk parasit yang paling terkenal dan penyakitnya.

Para peneliti mengakui dalam hal ini, mereka benar-benar melewatkan kebangkitan Anisakis. Sementara itu, bagi manusia, cacing parasit Anisakis ini tidak masalah untuk saat ini.

Efek Anisakis apabila dikonsumsi, menurut Wood, cukup ringan. Namun, manusia punya cara lain untuk mengolah ikan atau makanan laut, sehingga kecil kemungkinan untuk mengalami dampak buruk dari cacing parasit ini.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/21/110500323/cacing-parasit-ancam-hewan-laut-mungkinkah-sushi-juga-terkontaminasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke