JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu syarat agar jalan tol bisa mengalami kenaikan tarif adalah dengan ditingkatkan pula Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Jika SPM tak dapat ditingkatkan, maka hal ini juga berujung pada tak dapat dinaikkannya tarif tol tersebut.
Lantas apa itu SPM?
SPM adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan tol SPM jalan tol mencakup kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan serta unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan.
Besaran ukuran yang harus dicapai untuk masing-masing aspek dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.
Hal ini sebagaimana dikutip Kompas.com dari laman Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Senin (6/11/2023).
SPM jalan tol wajib dilaksanakan oleh BUJT dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna.
Baca juga: Bila Sesuai SPM, Sekian Kecepatan Transaksi Pembayaran di Jalan Tol
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor 16/PRT/M/2014, SPM jalan tol dapat diukur dari beberapa unsur yaitu:
a. Kondisi Jalan Tol
Pelayanan kondisi jalan tol ini pada dasarnya dapat dilihat dari tiga indikator, yakni:
Kekesatan
Tingkat kekesatan jalan tol diukur dengan menggunakan alat Mu-meter. Standar yang harus dipenuhi adalah lebih dari 0.33 Mu.
Ketidakrataan
Ketidakrataan berkaitan erat dengan tingkat kenyamanan dalam berkendara, adapun tolak ukur yang digunakan untuk aspek ini adalah besaran IRI yang harus kurang dari atau sama dengan 4 meter per kilometer.
Tidak ada lubang
Pemantauan terhadap kondisi tidak ada lubang dilakukan secara visual yang meliputi pengamatan terhadap alur, retak, amblas, pelepasan butir gelombang, lubang serta rusak tepi/tambalan. Kondisi yang disyaratkan adalah 100 persen tidak ada lubang.
b. Kecepatan Tempuh Rata-rata
Dalam Aspek layanan ini, besaran tolok ukur dibedakan untuk jalan tol dalam kota dan jalan tol luar kota.
Untuk jalan tol dalam kota disyaratkan kecepatan tempuh rata-rata lebih dari atau sama dengan 1,6 kali jalan non-tol.
Sedangkan untuk jalan tol luar kota kecepatan tempuh rata-rata harus lebih dari atau sama dengan 1,8 kali jalan non tol.
c. Aksesibilitas
Indikator untuk aksesibilitas meliputi kecepatan transaksi dan jumlah gardu tol. Tolak ukur yang digunakan dibedakan untuk sistem transaksi terbuka dan sistem transaksi tertutup.
Untuk sistem terbuka kecepatan transaksi harus kurang dari atau sama dengan 8 detik per kendaraan.
Sedangkan pada gardu tertutup harus tidak lebih dari 7 detik/kendaraan di gardu masuk dan 11 detik per kendaraan pada gardu keluar.
Sementara untuk sistem tertutup harus tidak lebih dari 500 kendaraan per jam per gardu masuk dan 300 kendaraan per jam per gardu keluar.
d. Mobilitas
Indikator untuk aspek layanan ini adalah kecepatan penaganan hambatan lalu lintas yang mencakup observasi patroli dan patroli kendaraan derek dengan syarat 30 menit persiklus pengamatan.
Kemudian, waktu mulai diterimanya informasi sampai ke tempat kejadian yang tidak boleh lebih dari 30 menit, serta penanganan akibat kendaraan mogok dengan syarat penderekan gratis ke gerbang tol atau bengkel terdekat
e. Keselamatan
Indikator untuk aspek ini meliputi:
f. Pertolongan pertama
Indikator yang digunakan meliputi keberadaan Kendaraan Derek, Polisi Patroli Jalan Raya (PJR), Patroli Jalan Tol (Operator), Kendaraan Rescue dan Sistem Informasi.
Syarat-syarat jumlah unit yang dibutuhkan dapat dilihat pada peraturan menteri PU tentang SPM Jalan Tol
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.