Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Kota Futuristik Neom Arab Saudi, Realistis atau Fantasi Belaka?

Kompas.com - 26/09/2022, 12:30 WIB
Thefanny,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengumumkan proyek megacity Neom pada 2017 lalu sebagai salah satu bagian dari Saudi Vision 2030.

Saudi Vision 2030 adalah salah satu strategi Arab Saudi untuk mengalihkan ketergantungan ekonomi yang tadinya mengandalkan sektor minyak bumi menjadi sektor-sektor seperti pariwisata, kesehatan, infrastruktur, dan lainnya.

Neom City dirancang sebagai kota pintar tanpa polusi dengan memanfaatkan energi terbarukan untuk tiga bagian besarnya, kota apung Oxagon, tempat rekreasi Trojena, dan kota The Line.

Baca juga: Nasib Neom, Proyek Ambisius Pangeran Arab Saudi di Tengah Pandemi

Kota apung Oxagon merupakan kota industri yang akan dibangung di atas Laut Merah, berdekatan dengan Terusan Suez, menjadikannya tempat yang strategis dengan banyaknya jalur transportasi dan perdagangan.

Berbeda dengan Oxagon, tempat rekreasi Trojena ini akan berlokasi di atas pegunungan yang akan menawarkan banyak aktivitas rekreasi, mulai dari ski, hiking, relaksasi, hingga water sport di danau.

Sedangkan, The Line adalah inovasi baru dalam pembangunan kota yang bebas emisi dan polusi, memanfaatkan desain tata ruangnya yang padat dan berdekatan sehingga seluruh aktivitas penduduknya dapat diakses hanya dengan berjalan kaki.

Neom akan menjadi kota impian bagi orang-orang. Namun, apakah kota “impian” ini akan berjalan mulus?

Pembangunan tahap satu telah dimulai sejak awal tahun 2022, khususnya untuk proyek kota linear The Line. Namun, dalam proses pembangunannya, terdapat beberapa kendala yang dialami oleh Pemerintahan Arab Saudi.

Oxagon, kompleks industri terapung di Kota Neom, Arab SaudiDok. Neom Oxagon, kompleks industri terapung di Kota Neom, Arab Saudi
Salah satunya adalah pengusiran masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi proyek. Diestimasi terdapat sekitar 20.000 masyarakat Suku Huwaitat yang tinggal di padang gurun dipaksa untuk pindah tanpa ada kejelasan dimana mereka akan tinggal selanjutnya.

Bahkan, perselisihan ini juga menimbulkan korban jiwa. Abdul Rahim al-Huwaiti meninggal pada 13 April lalu setelah terlibat baku tembak dengan pihak otoritas ketika didatangi di kediamannya.

Dalam laporan yang beredar, dikatakan bahwa Abdul Rahim meninggal tertembak setelah melukai dua personil.

Sebelum kematiannya, Abdul Rahim aktif merekam pendapatnya terkait pengusiran masyarakat untuk proyek Neom. Dalam video terakhirnya, ia mengatakan bahwa pihak otoritas menangkap siapapun yang menentang untuk pindah.


“Saya tidak akan kaget jika mereka datang dan membunuhku di rumahku sendiri, menodongkan senjata di sebelah saya” ucapnya dalam video.

Pada hari yang sama, Abdul Rahim merekam video adanya sekelompok polisi yang mendatanginya, mengatakan bahwa polisi-polisi ini datang untuk menangkapnya.

Proyek Neom diestimasi membutuhkan biaya sebesar 500 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp 7,552 kuadriliun.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com